17. Dua Rasa yang Berbeda

106 6 2
                                    

17


Sudah hari ke-empat semenjak Leo dirawat di rumah sakit. Keadaan Leo juga sudah sangat membaik, setidaknya makanan masuk dengan baik tanpa merasa mual walaupun masih merasa lemas. Shira sudah harus masuk kerja sejak hari selasa lalu, ia berangkat ke kantor dari rumah sakit dan pulang ke apartemen sebelum ke rumah sakit.

Hari kamis ini cukup sibuk bagi Shira, ada beberapa agenda meeting yang harus ia tangani untuk menggantikan Kevin. Waktu sudah menunjukkan sore hari, Shira berniat akan langsung ke rumah sakit setelah mengurus beberapa hal di apartemennya.

"Ra, gimana sama konveksi yang ini? Lebih bagus gak menurut kamu?" Tanya Rosa pada Shira di tengah perjalanan menuju apartemen.

Mereka yang iseng mencoba memposting beberapa dress buatan Shira mengundang cukup banyak peminat setahun belakangan ini.

"Quality Control-nya lebih bagus yang ini deh mbak, jahitannya rapi, mereka juga selalu konfirmasi kalau ada masalah dan keterlambatan. Pelayanannya lebih ramah juga." Jelas Shira.

"Good, berarti pakai yang ini dulu ya." Kata Rosa. 

Sesampainya mereka di apartemen Shira, mereka langsung mengemas pesanan dress dari pre-order di aplikasi belanja online, besok harus segera mereka kirim. Di tengah kerjaan mereka, Shira dikejar waktu untuk segera ke rumah sakit. Untunglah mereka sudah terbiasa mengemas pesanan, tiga jam sudah terlewat begitu saja.

"Ra, Pak Azra gimana?" Tanya Rosa setelah mereka menyelesaikan pekerjaan mereka, sembari memakan ayam dari ojek online yang mereka pesan. 

Shira memutar bola matanya. "Jangan mulai ah mbak."

"Hayo loh, kenapa?" Nada Rosa yang memanjang terdengar seperti keingintahuan yang besar.

"Ya nggak, gak mau dibahas aja mbak. Aku gak mau berharap sama manusia, mereka itu kan penuh dengan ketidakpastian." Ujar Shira sambil menyeruput minumannya. Ia lupa bahwa dirinya juga manusia.

"Kamu juga manusia by the way. Tapi jangan menutup hati ya, Ra. Orang yang mau mencoba gak akan bisa masuk kalau kamu gak ngasih izin." Kata Rosa lagi, mencoba membuat teman baiknya ini paham dan tidak menyesal di kemudian hari.

Shira terdiam seribu bahasa, memang selama ini ia masih tidak ingin memulai hubungan dengan orang lain. Karena dari pengalamannya, orang-orang yang datang hanya sekedar penasaran. Setelah mereka puas, mereka akan pergi begitu saja seperti tidak pernah terjadi apa-apa di antara mereka. 

Hubungan yang Shira mulai dengan serius, ternyata berakhir seperti candaan yang hanya bertujuan untuk menghibur. Masalahnya bukan hanya di Shira yang terlalu menaruh harap pada mereka, melainkan orang-orang itu juga yang memaksakan mengenal padahal tidak ada tujuan serius dari awal. Hanya akan membuang-buang waktu saja. Lebih baik Shira fokus pada dirinya dan keluarganya lebih dulu.

Itulah kenapa Shira tidak ingin berjalan terlalu jauh dengan Azra. Benar kata Rosa, ia belum mengizinkan Azra masuk ke dalam hidupnya lebih jauh dari ini. Atau tidak akan mengizinkannya masuk lebih dari ini. Siapapun yang membuat Shira berani membuka lembar baru di dalam cerita romansanya, Shira harap laki-laki itu akan merasa worth it mendapatkannya suatu hari nanti.

"Gak tahu mbak. Rasanya aku belum siap untuk memulai hubungan serius." Ujar Shira di sofa.

Rosa mengangguk kecil. "That's fine, Ra. Pelan-pelan." Rosa berhenti, menjeda niatnya untuk terus bicara.

"Tapi mbak, aku memang belum siap, cuma aku gak mau mas Azra berlalu gitu aja." Kata Shira. "Ah, aku egois banget ya?" Lanjutnya.

Rosa mengulum senyum, dan memandang Shira lewat ujung matanya. "Ra, kamu harus putusin, kalau memang kamu gak mau, jangan ngasih harapan apapun sama Pak Azra." Tutur Rosa. "Eh, tapi sebelum itu, konfirmasi dulu perasaan kamu, keberadaan Pak Azra membuat kamu nyaman atau malah sebaliknya? Setelah itu baru kamu putuskan." Kata Rosa kemudian.

Find You, as A HomeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang