14
Terang memenuhi jalanan Kota Yogyakarta di malam hari. Seperti suasana masjid di pinggiran kota ini, ramai. Hujan tidak mengurungkan umat islam untuk menunaikan sholat isya berjamaah. Sama halnya dengan kakak dan adik yang masuk kedalam barisan sholat yang sudah berjalan satu rakaat.
Assalamualaikum warohmatullah...
Assalamualaikum warohmatullah...
Shira melipat mukenahnya lalu menyadari sekelilingnya mulai sepi, karna jamaah yang lain sudah pergi meninggalkan masjid. Tinggal beberapa orang tua yang terlihat sedang berdzikir. Shira keluar dan menemukan kakaknya sedang menelepon seseorang di depan mobilnya.
Tanpa menunggu Leo selesai, Shira sudah masuk kedalam mobil dan mengecek hpnya. Shira sadar, bahwa dirinya sekarang lebih sering melihat benda hitam nan tipis itu setelah mengenal Azra.
Shira menerima pesan singkat dari direkturnya itu, ia bersyukur bahwa isinya bukan masalah pekerjaan. Dalam diam ia mengharapkan pesan basa-basi yang Azra kirim, ia tidak ingin berbohong pada hatinya. Senyum mengembang ketika ia membaca pesan singkat yang ia terima, memang bukan pesan basa-basi, hanya dua kata 'hati-hati'. Tapi menurut Shira, itu adalah tanda perhatian dari Azra untuknya. Sebenarnya pemikiran itu sangat berbahaya untuk Shira sendiri. Bagaimana kalau Azra hanya menganggapnya teman? Teman baik mungkin.
"Kita makan malam sekalian ketemu sama Zain sama Jessy ya." Leo duduk di kursi kemudi setelah selesai menelepon seseorang. Ia merasa sangat lelah hari ini, diam-diam ia membenarkan perkataan adiknya itu. Ia harus istirahat, mungkin mengambil cuti beberapa hari cukup untuk mengembalikan kesehatannya.
"Ketemu dimana memangnya?" Tanya Shira.
"Cafe langganan kakak yang di Tegal." Leo menjalankan mobilnya memasuki jalan raya. Mobilnya berjalan dengan kecepatan rata-rata, karena pengemudinya sudah sangat merasa lapar.
"Oh, Cafe Musim Hujan?" Tanya Shira memastikan.
"Hm." Leo tersenyum menanggapi pertanyaan adiknya.
Kling!
Leo melirik Shira yang sedang membuka pesannya. Shira tersenyum tipis, namun itu tidak luput dari pandangan Leo. Melihat adiknya tersenyum, ia turut merasa bahagia. Setidaknya ada orang lain selain dirinya yang akan membuat adiknya bahagia nanti.
"Dek, lagi deket sama cowok?" Tanya Leo dan sukses membuat Shira terdiam.
Bisakah ini disebut dengan sebuah kedekatan? Shira menghirup nafas panjang lalu mengeluarkannya. Ia belum menjawab pertanyaan yang diberikan oleh kakaknya. Hingga Leo berdehem mengisyaratkan bahwa Shira harus menjawabnya.
"Gak deket kok. Cuma sebatas temen." Jelas Shira sambil memainkan ponselnya dengan jari. "Kenapa kok tanya-tanya?" Lanjut Shira seraya menatap kakaknya.
"Emang kakak gak boleh tanya ke adiknya? Pesan kakak, jangan berlebihan dalam mencintai seseorang, berharaplah pada Tuhan, bukan makhluk."
"I got it, Capten!" Shira menegakkan badannya dan berpose hormat bendera.
"Berarti bener nih, lagi deket sama cowok. Gak mau di kenalin sama kakak?" Leo memasuki area parkir sebuah cafe bergaya klasik. Shira hanya diam dan memikirkan cara mengalihkan perhatian kakaknya ini, dan pas sekali, mobil Leo memasuki area parkir.
Shira lihat kini Leo sedang memegangi kepalanya, keningnya berkerut karena menahan sakit. "Kak Leo, kenapa? Kepalanya sakit?"
Leo menggelengkan kepalanya kuat, berusaha mengangkat kepalanya dan menghadap ke adiknya. Ia tersenyum menenangkan.
KAMU SEDANG MEMBACA
Find You, as A Home
RomanceRumah hanyalah sebuah kata, jika tidak ku temukan hadirmu di dalamnya. by. Taffycoffee_