1. Pertemuan Kedua Keluarga

19.1K 426 16
                                    



***

"Saya orangtuanya Bagas, hendak menyampaikan maksud kami untuk meminang putri Bapak, Riani Abelia Saputra untuk menjadi istri dari anak kami Dandy Bagashwara."

Setidaknya, itu kalimat yang dapat Abel tangkap dari orangtua Bagas, yang sebentar lagi akan menjadi suaminya. Dia benar-benar tidak menyangka akan menikah dengan sosok yang tidak dia duga. Bagas woi, ini Bagas! 'Musuh'nya yang paling dia benci karena gaya sok keren dan sikapnya yang menganggu akan menjadi suaminya?!?!?

Mata Abel membengkak karena seminggu ini selalu menangis. Bagaimana dia tidak menangis? Dia dan Joni sudah merencanakan pernikahan mereka dengan banyak sekali impian-impian dan harapan yang ingin dicapai. Namun, semua pupus karena orangtuanya dan orangtua Bagas bertemu kembali di sebuah acara reuni SMP. 

"Gila, gue beneran nikah sama tu orang." Abel menitikkan airmata dan melempar kotak concealer-nya sampai pecah dan mengeluarkan semua isi. Tadinya, dia ingin menutupi bekas tangisan yang dia punya agar tidak terlihat kacau. Namun, Abel tidak kuat. Dia ingin semua orang tau kalau dia sendiri tidak bersedia menikah dengan Bagas. 

Abel melirik pantulan jendela dari meja riasnya dan terbesit keinginan untuk kabur dari rumah. Dengan pakaian yang tadinya rapi, namun sekarang acak-acakkan, Abel angkat rok panjang batiknya agar bisa memanjat balkon, dan dia ulurkan tirai untuk menahan tubuhnya. Namun, baru selangkah keluar balko, pintu kamarnya dibuka dengan tiba-tiba sehingga Abel hampir terlonjak jatuh. Sahabatnya, Gia. Gia yang melihat Abel hampir jatuh, langsung berlari untuk menolongnya. Kemudian dia meletakkan Abel di sofa dan memberikan air putih dari botol yang dia bawa.

"Bel, don't do anything stupid." Pinta Gia dengan penuh simpati. Dia tau kalau Abel sangat tidak ingin dinikahkan dengan Bagas, namun Abel sangat menyayangi kedua orangtuanya, hingga tak sampai hati untuk menolak keinginan mereka. 

"Gila anjir, gue bakal nikah sama cowok yang gue benci, dah orangtua gue tau itu, Gi! Mereka tapi ga ngelakuin apa-apa buat menghalangi pernikahan ini, dan justru malah nyuruh pernikahan ini dipercepat!" Abel menangis dan Gia memeluknya. Gia sangat kenal dengan sosok sahabatnya ini. Abel memang paling tegas untuk urusan asmara, namun apabila ini sudah menyangkut kebahagiaan kedua orangtuanya, Abel tidak bisa berkutik. Karena baginya, kebahagiaan Mama dan Papa, adalah kebahagiaan Abel juga. 

"Gue yakin Bagas juga ngelakuin hal yang sama kok, Bel." Jawab  Gia menenangkan. Abel menatap Gia dengan tatapan penuh harap. "Ngelakuin segala cara buat ngebatalin pernikahan ini?" 

Gia terdiam, kemudian menggeleng. "Ngelakuin hal yang sama untuk membahagiakan Ayah dan Ibunya."

Baru saja akan mengeluarkan kalimat, pintu kamar Abel dibuka, dan mamanya muncul. Melihat mata Abel yang super bengkak dan makeup yang luntur, Mamanya panik. "Haduhh gimana sih mau ketemu calon suami dan calon mertua kok berantakan gini. Sini mama rapihin."

Dengan cekatan, Laila Saputra membenahi makeup Abel. Laila tidak merasa kesulitan sama sekali, karena merias pengantin adalah profesinya. Dalam waktu 15 menit, Abel sudah cantik dan mata bengkaknya cukup tersamarkan. Bagi yang tidak mengetahui kalau Abel habis menangis seminggu terakhir ini, apabila orang melihat tampilannya sekarang rata-rata pasti akan berkomentar "Ah, cuma kurang tidur itu"


***

Abel dan Bagas duduk berseberangan bersama orangtua mereka masing-masing. Dua calon mempelai itu masih sibuk dengan pikiran mereka sampai akhirnya Ayah Bagas membuka pembicaraan.

"Prosesi lamaran akan dilaksanakan pada tanggal 13 besok, yang berarti tiga hari lagi ya. Akad nikah akan dilaksanakan tanggal 15 dan kemudian resepsi akan dilaksanakan tanggal 15 bulan depannya."

Gia berpikir keras, kenapa jarak dari akad sampai resepsi ada sebulan? Biasanya kan pagi akad nikah, malemnya langsung resepsi. Namun, pertanyaan yang belum sempat terlotar itu terjawab sendirinya oleh Papa Abel.

"Kami sepakat mengadakan resepsi berjarak sebulan, supaya anak-anak kami yang ta'aruf ini dapat lebih mengenal pasangannya. Karena memang mereka tidak menjalani proses pacaran seperti pasangan muda-mudi pada umumnya."

Abel yang mendengar kalimat itu hanya buang muka dan tersenyum pahit. Ta'aruf apanya?! Gue aja nolak mentah-mentah buat ga nikah sama dia, tapi mama sama papa maksa mulu!. Abel hanya bisa memasang senyum palsu, begitu pula dengan Bagas yang tersenyum kecil. Abel bisa melihat dari ekspresi wajah Bagas, kalau pria itu sama tidak setujunya dengan pernikahan ini seperti Abel.

"Kamu cuma perlu persiapin diri aja, untuk urusan yang lain, biar Mama sama Papa yang urus."

Kalimat tersebut masih sering terdengar di telinga Abel, seiring dengan semakin dekatnya hari pernikahannya.

***

"Mana coba gue liat wajah calon istrilo." Ucap Gama, sahabat Bagas. 

Bagas menyodorkan hpnya kepada Gama dan menunjukkan foto yang menampakkan wajah Abel sedang tersenyum cantik dan terlihat sangat bahagia.

"Cantik gila! Kok lo nolak sih dinikahin sama dia? Emangnya dia udah ga perawan?"

Bagas menatap Gama dengan tatapan tidak suka dan menghela nafas. "Gue dari dulu musuhan sama dia, dan tiba-tiba aja disuruh nikah. Menurut lo gue ga boleh nolak?"

"Lo harusnya paling engga, coba deh lupain kejelekan dia dan coba buat kenal dia lebih jauh. Lagian gimana bisa dah kalian musuhan padahal jarak umur kalian aja 5 tahun? Kalian kan ga hangout di gang yang sama?"

"Gue pernah ga sengaja ngerusakin prakarya dia waktu dia masih SD dan gue SMP, itu prakarya yang harus dikumpul hari itu juga pas kami papasan di trotoar. Prakarya dia masuk ke got dan rusak parah. Dia nangis abis-abisan dan gue malah lari karena gue takut dimarahin Bokap sama Nyokap dia."

"Oh, I see. Jadi dia benci sama lo karena lo lari dari tanggung jawab?" Bagas mengangguk. "Tapi itu sepele banget ga sih?"

Bagas hanya tersenyum, kemudian dia bersuara lagi. "Dia dimarahin abis-abisan sama gurunya, dan karena trauma, dia sampe pindah sekolah."

Gama terbelalak. "Wah parah lu, Gas. Anak orang sampe lu bikin kayak gitu."

Bagas hanya terdiam dan mencoba untuk menerawang. Apakah Abel akan sanggup memaafkan dia? Apakah Bagas bisa membayar kesalahan masa lalunya dengan menjadi suami yang bertanggung jawab untuk Abel dan anak-anaknya kelak?

"Kalo lo? Kenapa lo bisa ikutan benci sama Abel?"

"Mirip sih kejadiannya. Gue ada UAS pas masih SMA dulu, dia masih SMP. Terus, gue bawa tuh laporan hasil praktikum fisika yang susahnya minta ampun dan harus percobaan berkali-kali. Belum lagi karena gue kan bego ya, tapi ngotot aja ambilnya IPA, padahal passion gue di Bahasa. Terus pas lagi buru-buru, gue nabrak dia, dan laporan yang baru aja gue cetak jatuh. Dia yang ngeliat itu langsung senyum dan injek-ijek laporan gue sampe udah kayak bungkus pecel. Coklat-coklat bekas tanah dan langsung dia tendang ke got."

Gama yang mendengarnya merasa ngeri dan geli juga. Benar-benar calon yang bahaya apabila disatukan. 

"Gue gabisa nyalahin dia sepenuhnya sih kalau dia balas dendam, karena memang gue waktu dulu itu lari dan ga tanggung jawab. Cuman, kenapa harus bales ke laporan fisika gue? Kenapa ga mata pelajaran Kimia yang gue jago?"

"Mungkin ini pelajaran buat kalian berdua, bro. Coba berdamai sama masa lalu kalian, dan susun masa depan bersama. Biar gimanapun, ini namanya nikah. Nikah itu sakral. Gabisa main-main. Kalau lo masih ga yakin bisa damai sama masa lalu lo dan Abel, gimana kalian bisa kerjasama buat nyusun masa depan? Gimana nanti anak-anak kalian. Saran gue, kalo emang ga siap, mending gausah."


***

CIHUUUYYY DITUNGGU VOTE DAN KOMENNYA TENTANG CERITA BARU DAN LAIN DARI CERTIA-CERITAKU YANG DULU YAAH HEHE. PLEASE LET ME KNOW KALO KALIAN MAU CERITA INI DI NEXT ATAU NGGA! :)

Nikah sama Musuh?!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang