10.

12.3K 294 14
                                    


***

Beberapa pasang mata melirik kearah Abel yang hanya bersandar pada jendela dan tidak memakan makanan yang diberikan oleh pihak maskapai sama sekali. Matanya bengkak dan dan perutnya terasa nyeri karena belum diisi makanan. Tangisnya pecah lagi. Sudah lima jam Abel berada di udara, dan sudah  5 jam pula Abel menangis tersedu-tersedu. 

Bagas punya anak.

Bagas punya anak.

Bagas punya anak.

Pikiran itu terus menerus muncul dibenak Abel. Suaminya sudah memiliki anak, dan anak diluar nikah! 

Bayangan Bagas yang dengan sangat lembut memperlankukannya diranjang, serta caranya membelai Abel membuat hatinya semakin sakit. Bagas pernah melakukan itu kepada Camilla. 

Waktu berjalan cukup lama, sampai Abel tidak betah dan terus menyibukkan diri dengan bejalan-jalan di dalam kabin, kemudian kembali duduk ke bangkunya untuk menangis. 

Baru saja Abel hendak berdiri, lampu mengenakan sabuk pengaman nyala, dan Abel akhirnya kembali ke kursinya. Dia akan segera sampai rumah. 

***

Dihadapannya adalah Gia. Sahabat yang sudah bertahun-tahun menemaninya. Dalam suka maupun duka. Menjadi tempat Abel berkeluh kesah. 

Gia terdiam. Syok. Tidak percaya. Matanya merah, seakan-akan ikut merasakan sakitnya hati Abel. 

"Namanya Sabian. Lucu banget Gi, tipikal anak blasteran. Gue ga yakin bisa nerima dia di rumah tangga gue, hell gue pun ga yakin bisa balik ke Bagas dan bangun rumah tangga kami."

Tangis Abel tersedu-sedu, nafasnya saling mengejar. Abel sangat lelah sekali. 

Tentu saja Abel memilih untuk ke apartemen Gia. Selain keamanannya cukup bagus, dan apabila tidak ingin menerima tamu, cukup bilang ke satpam untuk menyuruh orang tersebut pergi. 

Dan Abel dengan rinci menyebutkan bahwa dia menolak hadirnya Dandy Bagashwara. 

Setelah sampai Indonesia tadi, ponsel Abel terus berdering. Dari Bagas, Ibu Mertua, Ayah Mertua, bahkan Camilla yang nomornya tidak dikenal lalu mengirim pesan teks memperkenalkan diri. WTF. 

"Pokoknya lo istirahat aja. Makan, terus mandi, dan tidur. Gue yang jagain pintu biar Bagas ga kesini." 

Abel menuruti perintah-perintah Gia dan akhirnya dia berbaring di kasur. Matanya menerawang langit-langin kamar Gia. Abel selalu suka dengan cara Gia menata apartemennya. Sangat modern dan bersih. Semua serba otomatis, dengan elektronik mahal. Gia memang memiliki selera yang sama dengan Abel, namun tidak dalam urusan percintaan. Gia sendiri sampai sekarang belum mau menikah karena dia tidak ingin terllalu dikekang oleh suami, atau salah-salah malah seperti sahabatnya yang mengetahui kalau suaminya telah memiliki anak hasil hubungan terlarang. 

-I fucked up. I'm so sorry.

-Abel, angkat.

-Abel, kamu udah di Indonesia? Aku udah beli tiket buat pulang ke Indo

-Bel, kamu dimana? Kenapa aku ga bisa track hp kamu? Ya iyalah, hp yang lo kasih udah gue buang di tong sampah Venice Marco Polo Airport. Lu kira gue bego, gue tau pasti lo pasang tracker di hp itu. Umpat Abel dalam hati.

-Aku janji bakal ceritain tentang Sabian, tapi tolong ketemu aku. Aku bakal jelasin semuanya.

Semua pesan-pesan itu adalah pesan yang tertangkap oleh mata Abel sebelum ponsel jadulnya mati karena tidak kuat menerima spam pesan. 

Nikah sama Musuh?!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang