4. Alhamdulillah, halal.

19.3K 430 17
                                    

HAI SEMUANYA, AKU MAU TANYA DONG GIMANA PENDAPAT KALIAN SAMA CERITAKU YANG INI? WELL, SANGAT BERBEDA DARI CERITA-CERITA YANG SEBELUMNYA DAN SEMOGA AJA KALIAN SUKA YA SAMA PERJALANANNYA ABEL SAMA MAS BAGAS! HEHE.

OIYAA, VOTE AND COMMENTSNYA DITUNGGU YAAH! :)

***

Setelah prosesi akad nikah mereka selesai, Abel dan Bagas tidak mengadakan resepsi karena menurut mereka, untuk apa ada resepsi bila keduanya tidak merasakan kebahagiaan yang semestinya dirasakan pasangan yang baru saja menikah? Setelah tahu rencana resepsi bulan depan, mau tidak mau mereka setuju juga.

Keduanya kini berada di kamar Abel yang sudah dihias seindah mungkin untuk kedua pengantin baru menghabiskan malam pertama mereka. Abel bahkan tidak memikirkan hal tersebut dan masih sibuk melepas perhiasan yang dia kenakan seusai akad nikah tadi. Waktu masih menunjukkan pukul 2 (dua) siang dan Abel merasa suhu di kamarnya cukup panas. Mungkin, karena dia telah bertemu dan berinteraksi dengan banyak orang sehingga memerlukan waktu sejenak di kamar untuk ngadem

Udara dingin dari pendingin ruangan sedikit menenangkan Abel, karena suasana Kota Jakarta saat itu benar-benar panas dan tidak bersahabat. Bahkan, Jakarta aja paham kalo gue ga bahagia hari ini. Abel benar-benar masih tidak ikhlas karena pernikahannya dengan Bagas sudah terjadi. Dia memikirkan bagaimana perasaan Joni yang tadi pasti melihat prosesi akah nikahnya walaupun tidak menunjukkan batang hidungnya.

Ketika masih menghapus riasannya dengan hati setengah ikhlas dan rambut hasil sasakan yang jepitnya mulai dilepas, Abel dikejutkan dengan pintu kamarnya yang dibuka dengan tiba-tiba dan nyaris terjatuh dari kursinya. Sosok Bagas mengintip kedalam dengan wajah was-was dan canggung. "Boleh masuk ga?" Tanya Bagas. Abel hanya mendengus. "Mau apa sih?"

"Kata Mama disuruh ganti disini."

"Apa-apaan lo manggil nyokap gue Mama?" 

Bagas hanya menggelengkan kepala dan langsung masuk kedalam kamar dimana Abel berada. "Emang gue bolehin masuk?" Wajah Abel mulai terlihat kesal. 

Bagas hanya terdiam dan membuka bajunya untuk berganti ke pakaian yang lebih santai. Kesal karena pertanyannya tidak dijawab, Abel menjauhi kursi riasnya dan menghampiri Bagas kemudian menatapnya. "Kalo gue tanya tuh, dijawab kek!" Protes Abel. Masih tidak ada respon yang berarti dari Bagas, Abel menggerakkan tangannya untuk menyentuh Bagas, namun laki-laki itu telah terlebih dahulu menahan tangannya. 

"Look, I know you hate me. You probably want to kill me right now after our Ijab, but let me get things clear, Wifey. I'm your husband now, whether you like it or not. So please, try to respect me as other wives do. Then, I'll do the same to you.

Abel tercengang mendengar kalimat Bagas yang terkesan mengancam dan Bagas hanya tersenyum melihat reaksi Abel. Kemudian Bagas merasa akan ada seseorang yang datang kekamar Abel sehingga dia melemaskan cengkraman tangan Abel dan kemudian menarik Abel lembut. Tangannya menyentuh kedua pipi istrinya itu dan dia mendaratkan ciuman lembut di bibir Abel yang membuat Abel jauh lebih terkejut. Benar saja, sedetik kemudian, pintu kamar terbuka dan terlihat Mama Abel masuk kedalam kamar. Buru-buru Bagas menjauhkan diri bertingkah seolah dia 'tertangkap basah' dan menatap pintu yang terbuka. Mama Abel terkejut dan minta maaf "aduh maaf maaf ganggu pengantin baru, mama cuma mau bilang kalo misal udah boleh istirahat, acara udah selesai kok." 

Bagas tersenyum ke ibu mertuanya itu "Gapapa ma, makasih ya." Setelah mengisyaratkan untuk kembali melanjutkan kegiatannya, Abel menampar Bagas dengan sekuat tenaga dan membuat Bagas terkejut. 

"Look, I know you're my husband, now. But let me get things clear, I don't love you. I never will. So, if you want to make a move to me, all you need to do, is ask, Hubby." 

Bagas hanya tertawa geli melihat Abel yang ngambek karena dia tiba-tiba saja menciumnya. Namun Bagas merasa sudah haknya untuk menyentuh Abel.

***

"Selamat pagi, istriku." Sapa Bagas sambil mengecup kening Abel yang membuat Abel mendorong Bagas menjauh dan memberikan sikap dinginnya.

"Apaansih istra istri, jijik!."

Bagas hanya menggeleng dan berbaring disamping Abel sehingga membuat Abel memunggunginya.

"Gue ngerasa kalo lo berhak untuk melanjutkan kuliah lo."

Abel terdiam. 

"Gue ijinin kok kalo mau kuliah lagi."

Abel terkejut dan langsung bangkit kemudian menatap Bagas dengan tatapan terkejut. "Lo boong, kan?"

Bagas ikut bangun dan menarik nafas panjang. "Asalkan gue yang antar jemput lo, Bel."

"Oke! Emangnya udah dibuka ya penerimaan mahasiswa barunya?"

"Gimana kalo lanjut kuliahnya tahun depan aja? Tahun ini coba deh nikmati masa-masa jadi pengantin baru"

"Yaelah baru juga jadi suami-istri sehari, keburu tua dong gue!"

Bagas menggenggam tangan Abel dan buru-buru Abel tarik, namun Bagas menahannya dengan kencang. "Bel, sebenci itu lo sama gue? Gaada sedikit celah aja buat gue biar bisa dapetin cinta lo?"

Abel hanya menggeleng dan menepis kasar tangan Bagas. "Udah deh, Gas. Lo jangan sok lembut gitu, gue tau Bagas yang asli kayak gimana. Dan yang jelas, bukan sosok Bagas yang ada dihadapan gue sekarang."

"Gue emang pernah bikin salah sama lo, Bel. Tapi kenapa lo gamau lupain itu?"

"Gas, gimana bisa gue lupain kejadian itu, sementara lo ga pernah minta maaf?"

Abel beranjak dari kasur dan menuju pintu kamar kemudian keluar. Bagas terdiam dan merasa sangat bodoh sekali. Dia memang tidak pernah meminta maaf kepada Abel setelah kejadian itu. Dia kabur. 

***

Papa yang melihat Abel keluar dari kamarnya dan langsung menuju meja makan sedikit bingung. "Suamimu mana, nak?"

"dikamar" jawab Abel singkat. Tak lama, Bagas keluar dari kamarnya dan menyusul Abel yang sudah duduk dimeja makan.

"Masak apa pagi ini, sayang?" tanya Bagas sambil tersenyum penuh arti kepada Abel.

"Karena aku nikah muda banget, jadi baru bisa bikin telur ceplok nih, mau?" Tanya Abel memegang bahu Bagas dan Bagas mengangguk senang.

Dengan setengah hati namun masih dipaksakan untuk tersenyum, Abel mengambilkan nasi untuk suami dan papanya, kemudian mamanya datang.

"wah.. anak mama ternyata jago juga ya nyiapin sarapan buat suaminya."

Abel hanya tersenyum dan duduk kembali disamping Bagas. Tak lama, Papanya menuju ke tempat duduk didepan rumah kemudian Bagas menyusul dan mereka bercengkrama sambil minum teh tawar hangat. Kebetulan, favorit keduanya.

"Gimana semalem?" 

"Apanya yang gimana?" tanya Abel masih mengunyah.

"Sakit ga?" Abel mengernyitkan kening dan hanya menggerakkan bahunya.

"Enggak lah ma, emang sakit kenapa?"

"Kan sempit?"

"Lah orang longgar banget kok. Bagas juga ga ngeluh. Malah cenderung diem."

Mamanya terkejut bukan main dan memukul meja sehingga membuat Abel tersedak. Buru-buru Abel mengambil air putih dan meneguknya. Masih sedikit terbatuk, Abel menatap mamanya makin bingung. 

"Kenapa sih, ma?" tanya Abel. Papanya dan Bagas juga sempat menoleh kedalam rumah mengecek kenapa ada suara pukulan meja.

"Longgar gimana sih, nak?! Kamu udah gak perawan?! Sama si Joni?!" Tanya mamanya dengan wajah marah namun suaranya berbisik.

Sambil mencerna pertanyaan Mamanya, Abel mulai mengerti dan menggelengkan kepala. "Masih perawan ma, Abel pikir karena kasurnya sempit terus sumpek-sumpekan makanya sakit."

"Loh? Semalem udah kan tapi?"

"Privasi ma, ah. Jangan tanya gitu ah."

Mamanya hanya menghela nafas. "Yaudah, yang penting kamu masih perawan buat suami kamu."

***

Nikah sama Musuh?!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang