LIMA

4.1K 269 2
                                    

I keep so much pain inside myself.
I grasp my anger and loneliness and hold it in my chest.
It has changed me
Into something i never meant to be
It has transformed me into a person i do not recognize.
But i don't know how
To let it go.

Bryanne reedman.

William membetulkan kaca mata hitamnya. Saat turun dari mobil porschenya. Sebetulnya dia tidak ingin benar-benar menjemput Evan di sekolah. Dia memutuskan Bryanne mungkin benar, mungkin sebaiknya dia jangan membiarkan anak itu terlalu dekat denganya. Tapi karna bosan, dia naik mobil meninggalkan kantornya, setelah sebelumnya memaksa Bryanne membiarkan dirinya menjemput Evan. Tanpa disadarinya dia telah sampai disekolah. Dulu dia juga bersekolah disana. Sebagian dari saat-saat indah hidupnya dilaluinya di sekolah tingkat dasar.

Sambil menggosok-gosok lengan kanannya saat bersandar di kap mobil, ia mencari kelompok anak laki-laki itu. Tidak sulit menemukan anak Bryanne. Bukan hanya karna dia lebih tinggi daripada teman-temanya tapi ikal rambut hitam legam anak itu tersembul dari topinya, berkilauan terkena sinar matahari sore.

Evan sedang bermain bisboll bersama tim regu sekolahnya, jadi William akan menunggunya hingga latihan itu selesai. William melihat Carter, teman sekelasnya semasa sekolah ditingkat atas melatih anak-anak yang bermain bosboll termasuk Evan.

William melihat Carter melepas topinya, menggaruk-garuk kepala dan meludah ke tanah. Memandang ke arah tempat parkir, seolah sedang mencari sesuatu untuk seseorang. Ketika melihat William, Dia tersenyum dan mengangkat tanganya. William mengangguk.

Sambil berjalan ke arahnya, carter terus memberikan komentar kepada anak-anak itu, memberikan pengarahan dan pujian. Dia menuju kesamping William dan mengulurkan tanganya. Ke Dua lelaki itu berjabat tangan dengan ramah, lalu Carter melihat ke lapangan di mana anak-anaknya sedang bermain dengan sungguh-sungguh, seolah sedang bertanding memperebutkan kejuaraan.

"Senang sekali bisa melihatmu lagi, Will. Aku terkejut saat tadi Bryanne mengabarkan bahwa kau yang akan menjemput Evan disekolah. Sudah sangat lama aku tak mendengar kabar kepulanganmu ke New york."

"Yah, sudah lama sekali kukira Carter. Dan yah, aku sedang ada proyek disini, di New york. Mungkin beberapa minggu atau beberapa bulan aku akan tinggal di sini."

"Bagaimana kabarmu, Will? Aku belum mendengar kabar pernikahanmu sejauh ini."

"Baik dan belum." Kata William menjawab singkat karna dia enggan berkomentar masalah pribadinya dan kelihatanya Carter mengerti isyarat William.

"Evan seorang pemain yang bagus, dia berbakat alami, dan aku memberinya kesempatan sebesar-besarnya untuk memperlihatkan kemampuanya. Dia benar-benar anak yang cerdas." Kata Carter, saat dia mengikuti arah pandang William yang hanya terpaku pada Evan yang sedang bermain di lapangan halaman sekolah.

"Kau meyukainya, ya?"

"Ya, aku menyukainya dan menyukai Bryanne. Bisa dikatakan aku memanfaatkan anaknya untuk mendapatkan ibunya." Carter menyeringai malu-malu.

"Apakah kau dan Bryanne..."

"Tidak, tidak tapi aku menginginkanya." Carter mengakui. "Kami berkencan beberapa kali. Tapi dia tak merasakan apa yang kurasakan. Aku tak pernah menduga dia akan berkabung atas kematian suaminya selama ini, tapi aku tidak tahu alasan lain yang membuatnya masih sendiri. Bryanne akan menjadi istri yang baik."

unforgettable kiss Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang