LIMA BELAS

5.3K 360 24
                                    

Setelah menidurkan Evan, Bryanne berjalan ke arah ruang tamu tempat dimana William berada, tapi dia berhenti saat melihat bayanganya sendiri di jendela. Sinar lampu jalanan menembus kaca ruangan samping rumah tua itu. Ya Tuhan, dia tampak berantakan. Rambutnya acak-acakan. Wajahnya bersimbah peluh. Ia menatap setelan baju kantor yang masih dikenakanya.

Apa bedanya bagaimana penampilanya? William takkan memperhatikan. Apa yang dibutuhkan pria itu adalah perhatian dan kasih sayangnya, dan Bryanne dapat memberikan hal itu tanpa penampilan sempurna.

Bryanne melihat William duduk di sofanya. Dengan kepala bertumpu di meja. Dipeganya bahu pria itu. William berbalik dan membenamkan wajah di dadanya. Bryanne memeluknya dan membisikkan kata-kata hiburan.

"Semuanya baik-baik saja, Will. Aku ada di sini."

William mengangkat lengan kirinya, memeluk pinggang Bryanne dan mendekapnya. Bryanne mengelus rambut hitamnya yang lembut dan menyisirnya dengan jari. Dia lama berdiri disana menghibur William dengan sentuhanya. Lonceng gereja menunjukkan waktu. Pukul delapan. Bunyi peluit kereta api terdengar di kejauhan. Dan cicit burung terdengar dari arah pepohonan.

"Kau ingin membicarakanya?" Tanya Bryanne.

"Oh Tuhan, tidak!" Saat perlahan berdiri, William merangkul bahu Bryanne. "Aku bahkan tak ingin memikirkanya, tapi aku tidak bisa menghilangkan ingatan itu dari pikiranku."

"Kecelakaan dan Rumah sakit itu mengingatkanmu, kan?"
Bryanne memperhatikan wajah Pria itu lekat-lekat, mengamati ekspresinya. Pandangan terluka yang membuat mata Bryanne menyipit menunjukkan perasaanya yang sebenarnya.

William menggenggam tangan Bryanne dan mendudukanya di pangkuanya. "Semuanya salahku. Hari itu Kim tidak mau pergi dengan Danny dan Charlotte, tapi aku bersikeras. Jika saja aku mendengarkanya, dia tentu saja masih hidup dan aku... dan dia bisa melalui masa kelulusan sekolah bersama kita."

"Kau tak tahu bagaimana hari itu akan berakhir. Kau tak bisa menyalahkan dirimu."

"Aku bisa dan aku menyalahkan diriku." Kata William. "Aku tahu Danny terlalu banyak minum. Aku bahkan minta diperbolehkan mengemudikan perahu, tapi dia tidak mau mendengar. Kalau saja aku memaksa. Aku seharusnya merebut kemudi darinya. Sekarang Empat orang akan masih hidup jika aku melakukan hal yang benar. Bukan hal yang mudah."

"William, jangan..."

Dia memegang wajah Bryanne kedalam rangkuman tanganya, menjepit dagu wanita itu diantara jempol dan telunjuknya. "Tapi aku terkenal karena itu, kan? Melakukan yang mudah. Itulah caraku menghadapi masalah hidup. Lakukan saja yang termudah, yang paling tidak menyulitkanku."

"Jangan lakukan ini pada dirimu." Bryanne menggenggam tanganya. "Kecelakaan perahu itu bukan kesalahnmu. Kau tidak bertanggung jawab atas kematian keempat orang itu."

"Oh, aku bertanggung jawab." William mengelus bibir bawak Bryanne dengan jempolnya."seperti aku bertanggung jawab telah membuatmu patah hati Dua belas tahun lalu. Aku tahu dulu kau mencintaiku. Aku mengambil cinta dan keluguanmu lalu pergi meninggalkanmu. Aku mengambil jalan mudah. Aku kuliah dan tak pernah kembali. Dan aku tidak pernah menyempatkan diri menelpon dan... paling tidak aku bisa menelponmu."

"Lupakan saja, Will." Kata Bryanne. "Lupakan semua. Rasa sakit, rasa bersalah, penyesalan dan ketakutan. Kau takkan pernah bisa mengubah masa lalu, jadi lupakan. Yang kau punya adalah sekarang. Hari ini. Menit ini."

"Aku mencintai Kim." Kata William. "Sebesar yang bisa diberikan seorang William Whittington kepada seseorang. Tapi kami tahu itu takkan bertahan lama. Tidak ada hubunganku yang bertahan lama. Aku terlalu egois. Terlalu egois. Dan gilanya aku selalu memilih wanita yang sama egoisnya dengan diriku."

Bryanne tidak ingin mendengarnya. Tentang seberapa besar dia mencintai Kimberly. Tapi jika itu membantu William membicarakan mimpi buruknya, dia akan mendengarkan.

"Bagaimana mungkin wanita sepertimu benar-benar menyayangi lelaki sepertiku?" William mengelus bibir Bryanne dengan jempolnya. "Kau terlalu baik untukku, sayang. Sejak dulu."

Bryanne mencium tanganya, lalu mengangkatnya dan mencium bibir William. Dia berbisik. "Aku mencintaimu. Aku selalu mencintaimu."

"Aku tak berhak atas cintamu." Kata pria itu.  "Tapi, ya Tuhan. Tolong aku, aku menginginkanya. Dan aku membutuhlanya."

William menatap mata Bryanne dan melihat kedalaman perasaanya, kekuatan cintanya, dan pada saat yang menyentuh itu dia berdoa agar berhak mendapatkan cinta wanita ini. Bryanne lebih dari yang berhak didapatkanya, seperti hadiah dari langit.

Sementara Bryanne menatap matanya penuh cinta, William memberikan ciuman penuh gairah yang menyatakan betapa tubuhnya merindukan tubuh Bryanne. Wanita itu membalas penuh gairah, menerima semua yang diberikan William dan membalasnya dengan cara yang sama. Semua sakit hati dan kemarahan minggu lalu mencair seperti salju oleh matahari musim semi. Dia tak berdaya menolak kebutuhanya yang begitu membara. Tak berdaya menyangkal perasaan cintanya. Dia merasa bodoh kalau berfikir punya pilihan lain selain memyerahkan diri pada William. Bryanne adalah milik William, selalu menjadi miliknya. Danakan selalu menjadi miliknya.


_________________________________________

Dikit aja dulu ya 😆😆
Janji fast update😁

Ttp tolong typonya soalnya g smpet koreksi.

Enjoy your reading
Hope you like it 😗

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: May 09, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

unforgettable kiss Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang