TIGA BELAS

2.6K 248 2
                                    

Baru saja membuang sisa makan siangnya di keranjang sampah Bryanne mendengar seseorang berjalan ke arah ruang kerjanya, dia mendengar langkah itu berhenti di depan pintu ruanganya. Bryanne menatap pintu itu yang mulai terbuka. Otot tubuhnya membeku.

Apa yang dilakukan William disini? Apakah dia datang untuk mengucapkan selamat tinggal? Dia tak perlu melakukanya. Bryanne sudah mengucapkan selamat tinggal padanya, sudah mengenyahkannya dari hatinya.

Kau berbohong pada dirimu lagi, kata suara hatinya.

Oh Tuhan, dia pasti kelihatan mengerikan. Tanpa rias wajah. Rambutnya hanya di gelung sederhana dan tubuhnya terbungkus setelan kerja membosankan, seharusnya dia tak peduli apa pendapat William tentang penampilanya, tapi sialan, dia peduli.

Bryanne menjilat bibirnya. William memasuki pintu ruanganya. Dia bahkan tidak sempat menyisir rambutnya, pikir Bryanne saat Pria itu berjalan ke arah di mana dirinya berada. Bersikaplah tak acuh, suara itu menasehatinya. Seolah kau tidak peduli dia kembali, seolah kau sama sekali tidak tertarik pada apa yang akan di katakanya.

William melangkah mendekati Bryanne dengan ragu-ragu.

"Halo, sayang," katanya dengan suara bariton yang sangat seksi.

Walaupun bermaksud tak acuh, Bryanne memandangnya dengan agak cemberut, "Halo, William."

"Dimana Elle? Tampaknya kau menangani semuanya sendiri hari ini."

"Dia ijin libur."

"Ooh, begitu ya." William ragu-ragu melangkah lebih dekat dengan memutari meja kerja Bryanne, lalu tiba-tiba berhenti ketika Bryanne berdiri dari kursinya berjalan ke sudut terjauh dan membelakanginya. "Kau sibuk ya?"

"Sangat." Pergilah, William. Bryanne ingin berteriak. Pergi dan tinggalkan aku sendiri. Aku tidak mau bertemu kau lagi.

"Aku tahu seharusnya aku menelponmu minggu lalu." Kata William saat berdiri dekat di belakang wanita itu. "Tapi aku menunggu sampai sudah membuat keputusan pasti sebelum berbicara denganmu lagi."

"Tak ada alasan bagimu untuk menelpon," kata Bryanne. "Kau tidak berjanji apa-apa. Kita tak punya komitmen."

"Kau marah ya? Aku tahu kau akan marah. Maaf, sayang. Hanya saja...."

Sambil berkacak pinggang, Bryanne menghadap William dengan mata berapi-api penuh kemarahan.
" Dengar, Will, katakan saja apa yang harus kau katakan lalu pergi, Oke? Kau tidak perlu berpidato atau mencoba menyejukkan hatiku. Kau tak perduli dengan semua itu Dua belas tahun lalu, dan sekarang pun tak ada alasan bagimu untuk perduli."

"Kau ingin meninju rahangku? Apa itu akan membuatmu merasa lebih baik?" William menyodorkan pipi dan mengangkat dagunya.

"Aku tidak ingin memukulmu! Aku hanya ingin kau pergi. Pergilah dan jangan menggangguku lagi."

William tersenyum sambil menarik wanita itu kedalam pelukanya. Senyumnya membentuk lekukan di sisi kiri mulutnya. "Aku khawatir tak bisa menurutimu. Aku tidak berniat pergi. Dan aku punya rencana mengganggumu selama setahun mendatang."

"Apa?" Apakah pendengaran Bryanne benar? Bagaimana William bisa mengganggunya selama setahun mendatang kalau dia beratus-ratus kilo meter jauhnya di California selatan?

"Secara jujur, aku belum tahu apakah kita punya masa depan bersama, tapi aku akan tinggal di sini dan mencari tahu." William meraih wajah Bryanne kedalam genggaman tanganya, dan hanya menyisakan sedikit jarak di antara mereka.

"Kau... kau akan tinggal disini? Di New york?"

"Ya."

"Tapi bagaimana dengan pekerjaanmu di california?"

Jangan biarkan harapanmu melambung. Jangan mulai bermimpi lagi.

"Pekerjaan disana akan tetap teratasi, sayang." Kata William

"Kau akan tinggal di New york selama Dua tahun?"

Walaupun ya, tidak berarti dia melakukanya karena kau.

"Setidaknya selama tahun depan." William semakin memeluk Bryanne erat.

Bryanne mengendurkan pelukan William pada tubuhnya. "Setahun?"

"Ya, aku baru saja membeli sebuah gedung di pusat kota." Kata William. "Aku ingin membuka anak cabang A.W foundation disini."

"Kantor cabang?" Bryanne menggumam. "Kapan kau putuska ini semua?"

"Semalam, sebenarnya." William menjulurkan tangan untuk mendekap Bryanne kembali, tapi Bryanne menghindar, mundur bersandar ke dinding. William tersenyum, mengurungnya di sana, tubuh besarnya menghalangi jalan keluar Bryanne. "Tidak ada janji, tidak ada komitmen. Belum. Tapi aku tahu satu hal yang pasti. Aku tidak ingin kehilanganmu, Anne. Aku butuh kau. Dan aku belum pernah membutuhkan wanita lain. Tidak pernah."

Tolong, jangan lakukan ini padaku, Bryanne ingin memohon padanya. Jangan katakan ini. Jangan beri aku harapan. Bahwa ada kesempatan untuk kita, untuk kau, aku dan Evan.

Dia tak dapat berfikir. Tak dapat bernafas. William terlalu dekat. Bryanne memejamkan mata untuk menghindari tatapanya dan bersandar di dinding dan menggertakkan gigi.

Pipi mereka bersentuhan. Napas William yang hangat terasa di kulit Bryanne.

"Bisakah kau mengunci ruangan ini sekarang Anne?" Bisik William merayu. "Aku sangat rindu padamu, sayang." Tubuhnya yang besar dan kokoh menekan tubuh Bryanne, menunjukkan kerinduanya, gairahnya.

Bryanne membuka mata dan menatap William. "Kau tinggal di New york karena aku?"

"Apa kau tidak mendengarkan?" William mengusap hidung Bryanne. "Kaulah satu-satunya alasan aku tinggal. Aku tidak siap melepas apa yang kualami denganmu. Aku akan tetap disini dan melihat apa yang akan terjadi."

"Me..menurutmu apa yang akan terjadi?" Bryanne ingin menyentuhnya, memeluknya dan menyambut kepulanganya. Tapi nalurinya mengingatkanya untuk bertindak perlahan, untuk berhati-hati.

"Aku tidak tahu. Apapun mungkin."

"Atau takkan ada apapun."

"Sesuatu telah terjadi." William meraih wajah Bryanne dengan tanganya yang besar. "Aku akhirnya menemukan seorang wanita yang kubutuhkan dan ku inginkan."

"Will, aku tidak bisa bermain-main. Aku punya kehidupan disini. Pekerjaan. Dan yang paling penting, aku punya anak yang tergantung padaku sepenuhnya."

"Aku tak memintamu melepaskan apapun." William menunduk dan membelai bibir Bryanne dengan bibirnya. "Aku hanya ingin menjadi bagian hidupmu. Aku ingin kita menjadi teman dan kekasih."

"Bagaimana dengan Evan?" Tanya Bryanne tak bisa bernafas.

"Bagaimana dengan Evan? Yah, kurasa Evan dan aku bisa berteman. Aku akan membuat dia mengerti bahwa kau dan aku belum tahu pasti bagaimana kelanjutan hubungan kita, dan bahwa ada kemungkinan aku akhirnya pindah ke california."

"Ayah pengganti selama Setahun." Apakah itu adil untuk Evan? Dia harus bertahan hidup kalau William pergi lagi, tapi apakah dia berani mengambil resiko membiarkan William menyakiti hati anaknya juga?

      ____________________________________


HOPE YOU LIKE IT !!!

Jangan lupa VOTE-nya ya 😉😉😘

unforgettable kiss Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang