Delapan~

2.7K 169 4
                                    

"islam itu indah, namun tidak dengan ku. Jika suatu saat sikap dan perkataan ku buruk jangan salahkan hijab dan baju longgar nan panjang ini. Aku memakai ini karena perintah Allah SWT . Bukan untuk tampil cantik dan ingin di puji."
~Almahyra Qirani ~

***

Sang mentari sudah menunjukan eksetansi nya, ia muncul dengan sangat indah karena persetujuan sang pemilik alam semesta. Suara burung yang terdengar merdu bagi pendengar nya, yang selalu hadir dalam paginya.

Cahaya masuk melalui celah-celah bilik kamar Qirani, dia mengerjapkan mata nya yang di sertai aktivitas mengucek mata yang selalu dia lakukan. Dan ia bersyukur karena dia masih bisa bangun dengan keaadaan sehat, 'maka nikmat tuhan manakah yang engkau dustakan?' Qirani sangat bersyukur atas pemberian maha pemberi yang ia berikan.

Setelah subuh Qirani langsung tidur karena dia merasakan pening pada kepala nya. Akibat obat manjur sang ibu Qirani alhamdulillah dia bisa melakukan aktivitas seperti biasa.

Qirani bangun setelah mengumpulkan nyawa nya satu persatu. Dia bersiap-siap untuk melakukan kegiatan seperti biasa nya.

Sesudah nya dia menghampiri ibu nya yang ada di dapur “ibuu.. Kue nya udah siap belum?”tanya Qirani pada ibu nya yang sedang sibuk dengan alat perang nya *ehh maksud nya dengan alat masak nya.

“sekarang ibu nggak jualan kue dulu yah.”jawab ibu nya yang belum menatap mata indah Qirani. “kenapa bu??”tanya Qirani yang di sertai dengan wajah Kecewaan nya. Ibu Qirani masih diam membisu, dengan menundukan pandangan nya ke arah tungku untuk memasak.

Ada apa dengan ibu? Pikir Qirani. “ibu, kenapa?jawab Qirani bu!”tanya nya dengan paksa kepada ibu nya.

“modal buat bikin kue nya abis sama ayah mu nak, jadi kita harus mengikat perut lagi.”jawab sang ibu, tetapi sekarang ia memberanikan diri untuk menatap putri satu satu nya ini.

Qirani tau, mengikat perut dengan artian mereka tidak mendapatkan makanan, emosi nya memuncak begitu saja, kenapa tidak. Dia bisa menahan lapar dan menahan cacing-cacing di dalam perut nya ber demo. Tapi, kaka nya? Adik nya? Ibu nya? Arrgghh! Qirani tidak bisa melihat mereka dengan keadaan seperti ini.

Bila di pikir-pikir Qirani bisa saja berpuasa,karena sekarang juga hari senin,ide bagus. Tapi, puasa harus di niatkan di malam hari, sepengetahuan Qirani. Apa daya lagi, Qirani dan keluarga nya harus menahan lapar lagi. Dia kesal sangat kesal kepada ayah nya, padahal untuk apa uang itu, untuk Bersenang-senang? Hah! Kadang itu lucu.

“kamu bisa menahan lapar lagi kan nak?”tanya ibu Qirani yang menimbulkan lamunan Qirani terhenti begitu saja. “ee.. I iya bu Qirani bisa.”jawab Qirani gugup, senyum yang di paksakan meluncur begitu saja pada bibir munyil Qirani.

senyuman itu bukan mengartikan kekesalan karena dia tidak bisa makan pada hari ini. Akan tetapi dia meluncurkan senyum itu di akibatkan dengan adanya kekesalan kepada ayah nya itu. Dia tahu ibu nya yang tidak lagi muda tidak bisa menahan lapar, dan ide bagus terlintas di pikiran nya.

“ah, iya itu ide bagus. Aku akan mencari kerja di desa. Agar bisa menghasilkan uang dan bisa membelikan makan. Hemm, kurasa otak ini bekerja dengan baik.”gumam Qirani, yang tak di dengar oleh ibu nya.

“yaudah bu, Qirani mau keluar sebentar yah, assalamualaikum.” salam Qirani kepada ibu nya. Setelah mencium tangan ibu nya Qirani pergi untuk mencari pekerjaan.

Qirani (sudah Di Terbitkan) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang