Sebelas~

2.3K 138 8
                                    

6 tahun kemudian~~

Tanah merah, bunga melati, batu nisan, terpampang jelas di area lingkungan yang sedang ia kunjungi ini. Hanya suara angin yang berhembus kesana kemari yang sedang menemani nya.

Seorang gadis berusia 15 tahun menangis sambil menenggelamkan kepala nya di batu nisan yang tertera nama 'Almh.Siti Naifa'. Dia menangis tersedu-sedu di saat dia sedang mengingat semua kenangan bersama seorang yang sangat berarti di dalam kehidupan nya.

“Qirani..” panggil seorang lelaki yang memecahkan kesunyian di lingkungan itu. Qirani langsung menghapus air mata nya dengan kasar “hemm.. Iya kak?”ucap Qirani sambil menatap bola mata nya, yang di sertai dengan senyuman yang dipaksakan.

Arka--kaka Qirani mengelus ubun-ubun adik nya dengan lembut “kamu jangan nangis yah dek, bukan kamu aja yang ngerasain di tinggalin sama ibu, kaka sama Faqih juga sedih, tapi mau gimana lagi”Arka menghembuskan nafas nya dan berkata“ini takdir kita, mungkin ini yang terbaik buat kita, sebelum kita lahir Allah udah membuat takdir kita dek, semua sesuatu itu sudah di atur, kita hanya bisa menjalani nya dengan tawadhu dan sabar."

Qirani langsung memeluk kaka satu-satu nya ini, yang ia anggap sebagai kedua orang tua nya, yang selalu menjaga dan memperhatikan dalam kehidupan nya.

Tidak terasa waktu berjalan dengan cepat, tahun ke tahun sudah ia lewati, dan Qirani jalani dengan senyuman, dan dia tak menyadari sudah 6 tahun ibu nya sudah meninggalkan ia dan kaka serta adik nya. Setelah kepergian ibu nya Qirani, ayah nya tidak pernah mengunjungi nya, atupun makam ibu nya. Dia pergi tanpa jejak, tak tau kemana.

Walaupun begitu, Qirani bahagia bersama kaka dan adik nya. Setiap hari Arka, yang sekarang sudah berusia 20 tahun bekerja di rumah pa hj. Asep sebagai tangan kanan nya. Dan Faqih yang sekarang sudah berusia 14 tahun sedang menimba ilmu nya di pondok pesantren yang pak hj. Asep punya.

Ya, beliau sangat membantu keluarga Qirani, dan mereka sudah di anggap seperti keluarga sendiri oleh nya. Pasti nya Qirani sangat bersyukur atas semua yang Allah berikan melalui pak Hj. Asep.

Namun, Qirani tidak pernah memiliki sahabat nya. Priti si sahabat yang selalu menemani nya pindah ke Jakarta. Gus Hafidz, si pemilik mata indah itu tidak pernah muncul lagi setelah Qirani ditinggalkan ibunya.

Flasback on

“ibu.. ”lirih Qirani sambil menatap wajah cantik seorang yang telah melahirkan dia, walaupun wajah itu lebih sedikit pucat.

“kak.. Ibu kenapa kak? Ibu..ibu.. ” tangis Faqih pecah, dia tak percaya dia sudah tidak punya ibu lagi, seorang yang selalu menjaga nya memperhatikan nya.

“Qirani, Arka, Faqih? ” ucap seorang yang sangat terdengar tegas, seorang yang menggunakan sorban di leher nya, walaupun keriput di wajah nya sudah terlihat. Namun, ketegasan masih terlihat jelas di wajah nya.

Yap! Dia pa hj. Asep, sontak Qirani, Arka, dan Faqih menengok dengan air mata yang masih menghiasi wajah mereka. “kalian harus ikhlas, tenang saja, kalian akan saya urus.”ucap Pa haji dengan tulus yang di sertai senyuman nya.

Qirani sontak melihat sendu ibu nya yang terbujur kaku di tempat tidur, merasa mengerti atas keadaan pa haji berkata “tenang saja Qirani, saya juga akan urus pemakaman ibu mu.”

Qirani (sudah Di Terbitkan) Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang