Menjelang malam, seorang lelaki berusia sekitar 18 tahunan yang sudah menunaikan shalat isya dan di lanjutkan dengan muroja'ah agar lebih mantap lagi hafalan nya. Selesainya hafalan, dia yang tak lain dan tak bukan adalah Muhammad al-Hafidz langsung merebahkan badan nya di tempat tidur, pertama kali yang muncul di pikiran nya adalah seorang gadis kecil yang dulu pernah menolong nya ketika ia tersesat di hutan dekat sumur.
“bagaimana dia sekarang? Senyum manis, krudung syar'i, bibir munyil, dan kalimat yang menampakan ketaatan yang selalu terlontar di mulut kecil itu. Almahyra Qirani?" gumam Hafidz sambil menatap langit-langit kamar nya.
“astagfirullah.. Kenapa aku memikirkan seorang yang belum mahramnya, aduh jangan sampai hafalan ku hilang karena memikirkan orang yang belum halal bagiku.” Hafidz mengusap wajah nya dengan kasar.
“Maafkan aku Qirani yang tak bisa menemani mu ketika kamu dilanda kesedihan, tetapi aku malah meninggalkan mu. Maaf..” lirih Hafidz.
Tok tok tok
“Assalamualikum.. Hafidz..” salam seseorang di balik pintu. “Waalaikumsalam..” jawab Hafidz dan bergegas bangun dari tempat tidur nya.
“ehh.. Ummi, ada apa mi?” ucap Hafidz ketika melihat seorang wanita paruh baya yang sudah ada di balik pintu.
“ummi nya nggk di suruh masuk dulu nih?” ummi Hafidz hanya bisa mengkerucutkan bibirnya.
“e-ehh iya mi, ayo masuk mi.” ucap Hafidz sambil menggaruk tekuk nya yang tak gatal.
Hafidz dan ummi nya sudah duduk manis di sofa yang ada di pojok kamar Hafidz.
“gini fidz, tujuan ummi datang ke Jakarta ini bukan cuma mau ngeliat pondok mu, tapi ummi mau kamu pulang ke desa, ummi kesepian disana, kamu kan anak satu-satu nya yang ummi punya. Mau yah fidz?” tawar ummi Umayyah.
“hemm, kalo hafidz mah gimana ummi aja mi, Hafidz juga nggak tega kalo harus ninggalin ummi sama abi di rumah, ini juga kan Hafidz ngelaksanain amanah dari abi mi.” ucap Hafidz sambil memegang tangan ummi nya lembut.
“yaudah, sekarang kamu beresin pakaian kamu, besok kita pulang.” ucap ummi Hafidz sambil mengeratkan pegangan tangan nya, dan tersenyum bahagia, “yaudah ummi mau ke kamar dulu yah, kamu jangan kawatir sama pondok pesantren ini, nanti suruh Pa Ihsan ngegantiin kamu dulu.”
“e-ehh, iya mi..” ucap Hafidz. ‘besok? Berarti aku akan bertemu dengan Qirani? Ahh.. Sungguh tidak sabar menunggu hal itu, bagaimana dia sekarang? Semua akan terjawab besok' batin Hafidz kegirangan.
'ehh, tapi.. Apa dia bisa memaafkan nya, karena aku sudah menghilang begitu saja? Ya sudahlah, itu masa lalu, dan dia juga masih kecil waktu itu. Mungkin pertemanan kita akan di mulai dari nol lagi, Qirani!' lagi-lagi batin Hafidz berkata.
Setelah Hafidz beragumen dengan pikiran-pikiran nya, Hafidz mulai terlelap dan terbawa ke alam mimpi.
🌛🌛🌛
“dek, besok kaka kaya nya berangkat ke rumah pa Hj. Asep nya pagi-pagi. Soal nya ada tamu.” ucap Arka sambil meneguk teh hangat nya.
“emang nya tamu apa kak? Kayak nya penting banget.”
“iyalah, kata nya sih Gus Hafidz mau dateng.”
“apa!?”
“kok kamu kaget gituh sih?”
“e-ehh ng-ggak kok, yaudah kak, Qirani mau ke kamar dulu.”
KAMU SEDANG MEMBACA
Qirani (sudah Di Terbitkan)
SpiritualPart sudah tidak lengkap untuk kepentingan penerbitan:) ------------------- Seorang ibu yang ia cintai meninggalkan diri nya, seorang ayah yang ia benci malah selalu dekat dengan nya, yang selalu mencoba menghancurkan masa depan nya, yang tak mau ca...