Bagian Empat : (Sebuah Janji)

518 89 7
                                    

Play to instrument 🔝

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Play to instrument 🔝

"Kau sudah punya teman dansa?" tanya Hyunjin pada Seungmin sewaktu pergantian mata pelajaran.

"Belum," sahutnya, "tapi aku sedang berusaha."

"Wah seorang Kim Seungmin yang tampan bahkan susah mendapatkan seorang teman untuk ke pesta dansa osis" ucap Hyunjin sambil tertawa.

Lelaki Kim itu hanya menghela napas ia terlalu lelah berdebat karena pikirannya masih berpusat tentang nasibnya.
"Aku ingin ke UKS dulu" Ia melangkahkan kakinya untuk pergi, di ujung lorong, ia melihat Daeho sedang mengambil sesuatu dari dalam loker. Dan ia berani bersumpah lelaki menyebalkan itu melirik tajam ke arahnya di saat mengira ia tidak melihat.

Seungmin mulai membesarkan hatinya, dan
begitu bel berbunyi, ia segera berlari secepat-cepatnya meninggalkan sekolah. Ia mulai lelah setelah berlari sekitar seratus meter, dan rasanya ada bagian tubuhnya yang kejang. Tak lama kemudian ia hanya bisa berjalan, namun kejang itu semakin terasa, sehingga ia terpaksa membungkuk dan memegangi pinggangnya sambil terus berjalan.

"Aku tampak seperti si bongkok yang menyusuri jalan di Gimpo dengan terengah-engah"gerutu lelaki Kim itu sambil berjalan cepat

Ia bahkan merasa mendengar lengkingan tinggi suara tawa Daeho di belakangnya. Ia menoleh sambil mencengkeram ulu hatinya untuk menahan sakit, namun ia tidak dapat melihat lelaki menyebalkan itu.

"Mungkin Daeho memotong jalan lewat kebun belakang seseorang! Lelaki menyebalkan itu kan memang seorang yang licik" pikir Seungmin, waajahnya tampak keras menahan emosi.

Dengan terhuyung-huyung lelaki Kim itu mempercepat langkahnya, dan tak lama kemudian ia tiba di jalan tempat tinggal Minho. Pada saat itu ia sudah bermandi keringat dan kemejanya sudah basah kuyup serta masih terengah-engah kehabisan napas.

Seungmin sampai di depan pintu rumah Lee Minho, berhenti sebentar untuk mengatur napas, dan akhirnya mengetuk pintu. Meskipun ia sudah bergegas ke rumah lelaki berambut cokelat itu, sisi pesimis dari dirinya membuatnya berasumsi bahwa Daeho sudah sampai duluan dan lelaki menyebalkan itu yang akan membukakan pintu itu.

Ia mulai membayangkan Daeho tersenyum padanya dengan wajah penuh kemenangan, yang seakan berkata, "Sori, Bung, kau terlambat." Tapi ternyata bukan Daeho yang membuka pintu, melainkan Lee Minho, dan untuk pertama kalinya dalam hidup Seungmin. Ia melihat Lelaki itu tampak seperti orang biasa.

Lelaki Lee itu mengenakan celana jins dan blus berwarna merah. Meskipun rambutnya masih potongan sederhana dengan gaya kuno, tampangnya lebih santai daripada biasanya. Seungmin sadar bahwa sebetulnya Minho bisa tampak lebih manis kalau lelaki itu mau.

"Eh Seungmin," sapa Minho sambil membiarkan pintu dalam keadaan terbuka, "ini kejutan!" lelaki berambut cokelat itu memang selalu senang melihat siapa pun, termasuk dirinya, meskipun Ia merasa bahwa kehadirannya membuat lelaki berambut cokelat itu tercengang.

𝑷𝒊𝒔𝒕𝒂𝒄𝒉𝒊𝒐 𝑴𝒐𝒐𝒏Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang