Play to instrument 🔝
SETELAH lulus SMA Seungmin akan kuliah di Universitas Seoul. Ayahnya ingin ia kuliah di sana, Ucapan Ayah adalah hukum. Namun kenyataannya, bahkan setelah ia menyetujuinya, Ia tidak ingin melakukannya. Seungmin tidak ingin menyia-nyiakan waktunya dengan menghadiri pertemuan-pertemuan dengan para guru setelah jam sekolah. Setelah jam sekolah setiap minggu selama seluruh sisa tahun itu, memikirkan tema-tema untuk acara dansa sekolah atau mencoba memutuskan warna-warna yang akan dipakai dalam kegiatan osis.
Singkat cerita, pesta dansa osis hampir tiba, dan Seungmin belum punya teman kencan gara-gara situasinya dengan mantan pacarnya Han Jisung. Semua yang punya jabatan dalam organisasi sekolah harus hadir dan itu suatu keharusan. Ia harus membantu menghias ruang olahraga dan membersihkannya pada hari berikutnya. Lagi pula, biasanya acara seperti itu amat menyenangkan dan menelepon beberapa orang yang ia kenal, tapi mereka sudah punya teman dansa, jadi ia menelepon beberapa orang lagi. Menjelang minggu terakhir pilihan menjadi semakin sedikit. Sisanya tinggal orang-orang yang berkaca mata tebal atau yang bicaranya gagap. Ini semua karena ia mengajak di waktu terlambat karena menyiapkan acara dansa. Dan di hari menuju acara tersebut semua orang sudah mendapatkan teman dansa dari jauh hari.
Gimpo memang tidak besar, tapi Seungmin harus pergi dengan seseorang. Lelaki Kim itu tidak ingin pergi ke pesta itu tanpa teman dansa, jadi apa kata orang nanti? Ia akan jadi satu-satunya anggota organisasi siswa yang pernah hadir dalam pesta dansa osis sendirian. Akhirnya ia merasa menjadi orang yang akan menuangkan minuman atau membersihkan muntahan di kamar mandi sepanjang malam. Itu yang biasanya dilakukan oleh mereka yang tidak punya teman dansa.
Lelaki bemarga Kim itu semakin panik, dan mengeluarkan buku tahunan sekolah tahun sebelumnya lalu mulai membalik halaman-halamannya satu per satu, mencari entah siapa yang mungkin masih belum punya teman dansa. Mula-mula ia memeriksa halaman yang memuat nama-nama siswa kelas 3.
"Sial nasib buruk selalu saja menimpaku"umpatnya dengan nada kesal bukan main.
Meskipun kebanyakan sudah masuk perguruan tinggi, sebagian masih tinggal di kota. Meskipun Kim Seungmin merasa peluangnya tidak terlalu besar, ia tetap menelepon orang-orang. Benar saja, apa yang ia khawatirkan menjadi kenyataan. Ia tidak dapat menemukan seorang pun, setidaknya seseorang yang mau pergi dengannya. Ia mulai jadi ahli dalam mengatasi penolakan, meskipun itu bukan sesuatu yang membanggakan untuk diceritakan kepada cucu-cucunya kelak.
"Demi Tuhan dosa apa yang sudah aku pikul sehingga tidak ada seorangpun yang masih kosong pergi ke pesata dansa"
****
Ibu Seungmin tahu apa yang sedang dialami anaknya, dan akhirnya wanita itu datang ke kamar dan duduk di sampingnya di atas tempat tidur."Kalau kau tidak punya pasangan di pesta dansa, aku bersedia menemanimu," usul Ibu tiba-tiba.
"Terima kasih, Bu," ujarnya sedih.
Ketika Ibunya meninggalkan kamar, Seungmin merasa lebih tidak keruan daripada sebelumnya. Bahkan Ibunya merasa ia tidak bisa mengajak seorang pun.
"Jika aku datang ke pesta dansa osis dengan orang tua? Wah, lebih baik aku bunuh diri saja" lelaki Kim itu mengusap wajahnya dengan kasar.
Sebenarnya masih ada orang lain yang juga senasib dengannya. Daeho telah terpilih menjadi bendahara, dan juga masih belum punya kencan. Daeho termasuk laki-laki yang membuat tak seorang pun ingin menghabiskan waktu dengannya, dan satu-satunya alasan Daeho sampai terpilih masuk organisasi karena tidak punya saingan. Tanpa saingan pun Daeho terpilih dengan suara pas-pasan. Lelaki itu bermain tuba dalam marching band. Dalam ia memainkan tuba dan lelaki itu tidak pernah berhenti memberondong orang dengan pertanyaan-pertanyaannya. Seungmin jadi teringat akan sesuatu hal.
"Kau pergi ke mana akhir pekan kemarin? Menyenangkan, ya? Kau sempat berkenalan dengan seseorang tidak?" Ingat Seungmin ketika tanpa sengaja mengobrol dengan Daeho dulu di rapat osis.
Daeho bahkan tidak akan memberikan kesempatan pada Seungmin untuk menjawab, sementara lelaki itu akan terus bergerak sehingga ia terpaksa mengikuti. Seungmin berani sumpah bahwa Daeho mungkin orang paling menyebalkan yang pernah ia kenal.
"Kalau aku tidak punya teman dansa, lelaki menjengkelkan itu akan berdiri di dekatku sepanjang malam, memberondongku dengan berbagai pertanyaan seperti jaksa penuntut menanyai terdakwa" Seungmin membayangkan itu sambil mengedikkan bahunya merinding
Jadi lelaki berambut hitam itu putuskan terus membalik-balik halaman yang membuat foto siswa kelas 1, sampai ia melihat foto Lee Minho. Ia berhenti sebentar, kemudian membalik halaman itu, sambil mengutuk dirinya sendiri karena berani mempertimbangkan lelaki bermarga Lee itu.
Ia melewatkan satu jam berikutnya dengan mencari seseorang yang bertampang lumayan, namun perlahan-lahan ia menyadari bahwa tidak ada siapa-siapa lagi di situ.
Akhirnya ia membalik halaman itu dan kembali mengamati foto Minho sekali lagi. "Lelaki itu tidak jelek" katanya dalam hati, bahkan termasuk manis. Mungkin akan mengatakan ya, pikirnya....
Lelaki berambut hitam itu menutup buku tahunan
"Lee Minho? Putra Lee tua? Tidak bisa. Tidak mungkin. Teman-teman akan memanggangku hidup-hidup dan mengolokku. Tapi dibandingkan dengan membawa Ibu sendiri ke pesta atau membersihkan muntahan atau bahkan, amit-amit...Daeho?" ia tidak bisa membayangkan hal buruk itu terjadi.Kim Seungmin menghabiskan sisa malam itu dengan memperdebatkan pro dan kontra dilema yang ia hadapi. Percayalah, Ia sudah mempertimbangkan bolak-balik, dan pada akhirnya pilihannya jelas.
"Aku harus mengajak Minho ke pesta dansa itu" lelaki Kim itu mulai mondar-mandir di kamar, memikirkan cara terbaik untuk mengajak lelaki bermarga Lee itu.
Pada saat itulah terlintas sesuatu yang amat mencemaskan, sesuatu yang betul-betul menakutkan. Tiba-tiba Seungmin sadar, Daeho mungkin sedang melakukan apa yang sedang ia lakukan sekarang. Mungkin lelaki menyebalkan itu juga sedang melihat-lihat isi buku tahunan!
"Daeho memang aneh, tapi ia juga bukan orang yang suka membersihkan muntahan. melihat Ibunya, aku akan mengerti bahwa pilihannya bahkan lebih mengenaskan daripada pilihanku. Bagaimana kalau ia mengajak Minho duluan? Minho tidak akan menolaknya, dan secara realistis laki-laki itu merupakan satu-satunya peluang yang masih lelaki tuba menjengkelkan itu miliki" pikir Seungmin gelisah
"Tak seorang pun selain Minho yang rela terperangkap bersama Daeho. lelaki Lee itu selalu mau membantu semua manusia, ia memang semacam dewa yang mmperlakukan semua orang sederajat. ia mungkin mau mendengarkan suara melengking Daeho, melihat kebaikan yang terpancar dari dalam hati lelaki Lee itu dan menerima semua kekurangan Daeho"racaunya tak kalah heboh
Jadi lelaki bemarga Kim itu duduk di dalam kamarnya, cemas membayangkan kemungkinan bahwa Minho bisa saja tidak bisa pergi bersamanya ke pesta dansa itu.
"Aku hampir tidak tidur semalaman, yang harus aku rasakan merupakan hal teraneh yang pernah kualami. Kurasa tak seorang pun pernah merasa begitu cemas karena ingin mengajak Minho pergi sebelumnya"
"Aku harus coba demi reputasiku di acara besok"
Seungmin memutuskan untuk mengajak Minho pada kesempatan pertama yang ia miliki pagi itu, mumpung masih punya keberanian, namun lelaki berambut cokelat itu ternyata tidak ada di sekolah. Ia rasa laki-laki itu sedang bersama para anak yatim piatu sebagaimana yang biasa dilakukannya tiap bulan.Beberapa di antara orang di sekolah pernah mencoba membolos dengan menggunakan alasan itu, namun Minho satu-satunya yang mendapat izin untuk itu. Kepala Sekolah tahu bahwa Minho akan membacakan cerita untuk anak-anak itu, melakukan pekerjaan tangan, atau sekadar bermain dengan mereka. Ia tidak akan menyelinap ke pantai atau nongkrong di cafe atau entah apalah. Membayangkannya saja sudah tidak masuk di akal melihat betapa tertutup dan religiusnya laki-laki itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
𝑷𝒊𝒔𝒕𝒂𝒄𝒉𝒊𝒐 𝑴𝒐𝒐𝒏
Novela JuvenilCast: Kim Seungmin, Lee Minho and others Aku mau pergi denganmu ke pesta osis," kata Lee Minho akhirnya, "tapi dengan satu syarat." Seungmin menguatkan diri, sambil berharap syaratnya tidak terlalu berat. "Ya?" "Kau harus berjanji bahwa kau tidak...