One #13

1.6K 325 31
                                    


"Yah! Yah! Jangan dulu!"

Kiara memaki hujan yang sudah turun saat ia baru saja keluar dari toko buku. Bagus sudah, apa yang harus ia lakukan sekarang? Jawabannya adalah menunggu sampai hujan reda atau semua bukunya akan basah kuyup.

"Padahal gue udah ngebut tadi," ucapnya mengingat sebetapa kencang ia mengayuh sepedanya menuju toko buku.

Matanya berkeliling, tak menangkap satupun tempat duduk yang bisa ia duduki. Jadilah ia berdiri disana sambil memeluk kedua lengannya.

Setelah 10 menit menunggu, yang ada hujan malah semakin deras dan ia mulai kedinginan. Akhirnya tubuhnya ini memutuskan untuk kembali masuk ke dalam toko untuk mencari tempat yang memiliki suhu lebih baik daripada di luar sana.

Kaki-kakinya terhenti di salah satu deretan buku novel. Ia meneliti satu persatu buku dengan berbagai macam warna pada sampulnya. Jari-jarinya menari diantara buku-buku hingga telunjuknya tertarik pada salah satu buku dengan cover merah jambu, judulnya 'Ketika Jatuh Cinta'. Dalam satu detik ia sudah jatuh cinta dengan buku tersebut. Namun niatnya urung ketika melihat angka yang tertera pada label harga. Menurutnya, sangat mahal.

"Mahal banget, sih. Buku doang. Kalo semua buku mahal gini, kapan negara kita gemar membaca?" omelnya pada diri sendiri. Merutuki nasib tidak bisa membelinya. "Sebenernya gue mau. Tapi kalo nunggu nabung, keburu laku."

Secara pasrah ia letakkan buku itu kembali ke tempatnya dan berpindah ke sisi rak yang lain. Tak sadar bahwa buku yang baru saja ditaksirnya sedang diambil oleh orang lain.

———

One #13

———

"Lisa pulang, Bu."

Itu kalimat pertama yang gadis berponi itu ucapkan saat melihat ibunya sedang duduk di sofa sambil melihat televisi. Sepertinya sedang menonton berita lagi.

"Ganti baju dulu sana," ucap sang ibu ketika putri tunggalnya menyalim dirinya.

Setelah mengangguk, Lisa mengganti pakaiannya dengan baju santai. Tak lama kemudian, sosoknya keluar dari dalam kamar dan kembali menemani ibunya menonton televisi di ruang keluarga.

"Ibu nonton apa? Kok asik banget?"

"Ini, berita," jawabnya singkat. Kemudian tangannya bergerak mengelus kepala putrinya. Ada yang ingin ia bicarakan saat ini, Lisa juga sudah mengetahui keinginan itu dari tatapan mata lembutnya. "Lis, ibu mau kamu berhenti kerja part-time," ucapnya lepas.

Gadis berponi itu memberanikan mata bulatnya untuk menatap kedua mata wanita yang lebih tua darinya itu. Wanita yang terlihat letih, terlihat dari kantung matanya yang membesar dan ekspresi wajah yang tidak ceria. Tidak, bagaimana bisa ia diam saja?

"Gak, Bu. Lisa gak akan lepas kerja part-time."

Wanita itu menggeleng cepat. "Bukan tugas kamu untuk mencari uang. Itu adalah tugas ibu. Yang penting kamu sekolah yang pintar dan belajar yang rajin."

Lisa hanya bisa menatap ibunya dengan sayu. Rupanya wanita itu menaruh keseriusan dan harapan yang lebih banyak dari permintaan sebelumnya. Putri kecilnya ini bisa merasakan, tapi tidak ingin membicarakannya.

"Ibu ingin kamu fokus sekolah."

"Tapi, Bu, Lisa gak akan bisa biarin ibu cari uang sendirian dengan kondisi kesehatan ibu yang kaya gini. Seenggaknya kasih Lisa kesempatan untuk part-time. Lisa juga masih berangkat ke sekolah, 'kan?"

"Jangan, Lis." Wanita itu menggeleng lemas. Kedua tangannya menggenggam erat tangan putrinya yang paling ia sayang. "Biarkan ibu yang berjuang untuk keluarga. Kalau kamu membantu ibu, rasanya ibu sakit hati. Rasanya ibu lemah sekali sampai anak ibu yang seharusnya bermain sama teman-temannya harus bekerja part-time. Ibu mohon sama kamu. Mau, ya?"

Bicara begitu membuat Lisa merasakan dadanya dihujam pukulan oleh gada besar berkali-kali. Ia membenci bagaimana dirinya jadi lemah dan ingin menangis. Gadis itu membenci dirinya disaat seperti itu. Ia harus kuat dan tegar untuk menjadi manusia yang baik.

"Mau, ya, Lis?"

"Jadi ibu mau Lisa main-main aja? Ibu suka kalo Lisa jadi anak yang gak bantu orang tuanya?"

"Bukan gitu, nak."

Perlahan, gadis yang duduk di sekolah menengah itu menganggukkan kepalanya. Sang ibu mengerutkan alisnya cemas. Hal kecil itu membuat air matanya jatuh melalui pipinya.

"Baik, Lisa akan berubah."

Kiara melihat ke arah jam tangan, sudah hampir pukul 5 sore. Kurang lebih 3 jam dia di toko buku menunggu hujan reda. Sekarang dirinya sedang mengeratkan tali tasnya dan berniat mengayuh sepedanya menuju rumah dengan kecepatan super. Sebelumnya ia berdoa semoga sampai rumah ia tidak kena marah ibunya karena baju seragam yang basah kuyup.

"Siap," niatnya dengan mantap. "Satu.. Dua.. Ti—"

Lari dua langkahnya terhenti ketika seseorang menarik tas punggungnya dan membuatnya mundur beberapa langkah menjauhi hujan. Alhasil tak ada air yang berhasil menyentuh permukaan tubuhnya sama sekali.

Dirinya memekik kaget saat menyadari si pemilik julukan 'Kak One' ini sedang berdiri tegak dengan sebelah tangan memegang tali kecil di ujung tasnya.

"Mau kemana lo hujan-hujan gini?" tanyanya dengan nada tidak santai. Seperti sedang memergoki anak kecil yang mencuri buah di pohonnya.

"Loh? Kak One ngapain disini?"

Jaewon mendesis, "Kalo orang nanya dijawab, gak usah tanya balik."

Sama seperti biasa, sikap itu masih belum berubah. Jaewon masih sama tidak mau dapat banyak pertanyaan darinya.

"Hehe, mau pulang, Kak. Udah mau malem, nanti dimarahin kalo kemaleman," jawabnya dengan senyuman sepenuh hati.

Gadis itu merasa Jaewon tak ingin bicara lagi, jadi ia pamit untuk pulang sekarang. Tapi langkahnya kembali terhenti otomatis dan jantungnya seakan berhenti untuk pertama kali seumur hidupnya.

"Bareng gue aja, sepeda lo biar gue yang urus."

Tunggu.

Telinganya tidak rusak dan pikirannya sedang tidak mengkhayal, 'kan? Sudah jelas ini bukan mimpi.

"Ya?" tanyanya merasa salah dengar.

"Gue kebetulan bawa mobil. Gue juga udah tahu daerah rumah lo," jawab Jaewon tanpa merasa ada yang salah.

Memang tidak ada yang salah. Bagi Kiara ini sebuah kesalahan. Mustahil Jaewon menawarkan untuk mengantarkannya pulang. Rasanya seperti tidak ada duanya di dunia.

Gadis itu nampak kebingungan setengah mati. "Maksudnya kakak mau anter aku pulang?"

Hanya dengan anggukan, bisa membuat Kiara menangis dalam hati.

Nona hati, mohon jangan berdegub secepat ini.

The One | [Jung Jaewon]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang