One #5

2.2K 370 26
                                    


Hujan turun dengan derasnya.

Jaewon masih berada di bawah atap gedung sekolahnya sekarang. Kalau saja ia turun 20 menit lebih cepat, maka ia sudah berada di zona nyaman sekarang.

Ini karena Daniel yang terus-terusan menyuruhnya untuk membantu mengerjakan ujian susulan Matematika. Padahal jemputannya alias June sudah menunggu di depan gerbang sekolah.

"Jun, masuk aja ke dalem. Gue gak bisa keluar. Ujan deres banget!" ujar Jaewon pada orang di seberang telepon yang tak lain adalah June teman lamanya dari SMP yang masih sering keluar bersamanya.

"Gak bisa, Won. Mobil dilarang masuk sama satpamnya. Lo tunggu hujan reda aja. Lima belas menit lagi gue cabut pulang."

"Jangan lah! Gak apa lo masuk aja," suruh Jaewon. "Satpamnya udah bestfriend-an."

"Tetep aja gak bisa. Gue tunggu di depan kalo lima belas menit belum reda gue tinggal, lo naik uber aja."

"Jun! Halo?" Matanya membulat sempurna. Ternyata sambungan teleponnya sudah dimatikan terlebih dahulu. "Si kampret!"

"Jomblo ya, kak?"

"Eh, kaget!"

Cowok itu mundur sedikit ketika tahu yang bicara padanya barusan adalah cewek itu. Iya, tentu saja cewek yang selalu menguntitnya kemana-mana itu. Kiara namanya.

Ia berniat pergi menjauh, namun sebelum itu, sebuah benda agak berat menabrak dadanya. Kiara menyodorkan sebuah payung berwarna kuning sempurna padanya.

"Ini kakak pake aja, kasihan kalo disini terus bisa mati kedinginan," ujarnya.

Namun, si kakak kelas bersikukuh tidak ingin menerima tawaran itu. Yang lebih baiknya adalah tidak mau berurusan dengan si penguntit dari kelas sepuluh.

"Gak perlu."

"Temennya kakak udah nunggu di depan, kasihan juga. Dari pada payungnya gak ada yang make, kenapa gak di pake aja?"

Jaewon memutar arah pandangnya ke arah lain. Tidak mau peduli. Tiba-tiba ia merindukan Daniel, Dongho, dan Jaebum. Kemana kawan-kawannya itu pergi sampai ia merasa ketakutan begini?

"Nih, payungnya pegang—"

"Gak perlu gue bilang."

Kiara menaruh payungnya di lantai. "Dipake ya, Kak!"

Mata cowok berambut hitam itu melebar saat mengetahui cewek sinting itu sudah berlari menjauh darinya dengan lari secepat kuda. Dan, lihat apa yang dia tinggalkan?

Masa bodoh.

Lebih baik payungnya dia pinjam dulu kalau dipaksa.

———

One #5

———

Pintu mobil sudah tertutup dan Jaewon meletakkan payungnya di jok belakang.

"Payung siapa lo bawa?"

"Ada."

"Ada apaan?"

"Ada orang gila yang maksa suruh pake," sulut Jaewon menyambungkan earphone ke sebelah telinganya.

Lelaki yang duduk di tempat kemudi itu tersenyum mengejek dan mulai melajukan mobilnya pulang ke rumah. Ia rasa itu adalah gadis penguntit yang pernah Jaewon ceritakan padanya saat terakhir kali mereka bertemu.

Instingnya tidak salah 'kan?

"Lisa! Payung gue tadi gue pinjemin ke kak One! Percaya gak lo?"

Lisa menatap sahabatnya itu dengan tatapan penuh tanya.

"Iya, Lis! Gue serius! Gue tadi minjemin dia payung."

"Hah?" Gadis berponi itu ikutan kaget. Seakan hal yang benar-benar mustahil baru saja terjadi.

"Tapi gak tahu barang gue dia pake atau enggak. Tadi gue langsung lari habis payungnya gue taruh di lantai."

"Omg, congratulations!!"

Kedua manusia itu berpelukan dengan erat. Berputar-putar dan meloncat-loncat senang. Hari ini terasa bagaikan hari paling indah yang ada.

Memang lebay.

Tapi bukankah hal ini sudah biasa terjadi saat sedang jatuh cinta?

Hari ini Jaewon makan bersama keluarganya di rumah. Biasanya tidak pernah seromantis ini. Namun ia tahu, makan malam hari ini punya maksud tersendiri dan dia sudah bisa menebaknya.

"Jaewon, papa mau kamu ikut acara makan malem sama rekan kerja papa besok."

Cowok itu melirik sedikit tanpa menghentikan kunyahan makanannya. Tentu saja, Jaewon malas. Makan malam dengan rekan kerja ayahnya adalah hal paling membosankan yang pernah ada. Bahkan lelucon yang dikeluarkan oleh semua orang di tempat itu selalu terdengar seperti lelucon tahun '70-an.

"Jaewon?"

"Gak bisa, Pa. Udah ada janji sama Daniel," balasnya dengan alasan ngawur. Padahal besok dia mau main play station di rumah sampai larut malam.

"Kalo gitu batalin dulu janjinya sama Daniel!" perintah ayahnya.

"Gak bisa, pa."

"Pokoknya besok kamu harus ikut. Kalau alasannya karena Daniel, papa akan bicara sama dia."

Jaewon meletakkan sendok dan garpunya secara kasar ke piring. Makanannya belum habis, bahkan masih tersisa banyak, tapi dia sudah tidak nafsu melanjutkannya.

"Papa gak bisa dateng sama yang lain? Yuna juga bisa 'kan?"

"Dia itu perempuan! Kamu yang seharusnya yang lebih bertanggung jawab atas nama baik keluarga papa!"

Jaewon beranjak dari kursinya dan melenggang masuk ke dalam kamar. Lebih baik besok dia langsung pergi sehabis pulang sekolah.

Dan, alasan kedua ia tak mau ikut adalah putri rekan kerja ayahnya, Jennie.

Jennie memang bukan perempuan yang patut tidak ia sukai. Terlebih ayah Jennie adalah rekan kerja ayahnya sendiri.

Bahkan teman-temannya juga masih menyebut nama itu, Jennie, di sekitarnya.

Maksudnya, semua orang tidak mau terus terngiang nama orang yang ada di masa lalunya 'kan?



halooooo! btw maaf kemaren banyak yang bingung ga kok ada nama "sera" disitu?

maaf banget, sebenernya dulu tokoh utamanya sera bukan kiara, tapi aku ubah, jadi maaf kalo ada yang kelompatan koreksi dan ketidak jelian mata author.

thank you so much for supporting me til now ❤️

The One | [Jung Jaewon]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang