"Kak Won, ini Kiara. Dia temen baru aku di sekolah. Dan ini lisa, temennya."Seketika Kiara lupa caranya bernafas.
Namun, ia ingat betul bagaimana Jaewon merespon.
"Yun, cepet balik, ayah dah nangis minta pulang."
Itu..
Terlalu..
Menggemaskan!
"Lisa, kak One itu gemesiiin banget!!!"
"Udah, Ki. Lo udah bilang itu lebih dari 20 kali," tambah Lisa sambil bertopang dagu.
Kiara melompat-lompat kegirangan. Tubuhnya berputar-putar kesana kemari dan akhirnya duduk di sofa milik pelanggan. Ia terlentang diatasnya, kemudian menatap langit-langit. Ia belum pernah merasa sebahagia ini. Mungkin pernah dulu, tapi ia sudah lupa bagaimana rasanya. Dan, ia menyukai bagaimana rasanya ketika kupu-kupu berterbangan di perutnya.
"Kak One," gumamnya. "Sebenernya kakak ngelihat aku atau gak?"
———
One #4
———
"Itu tadi penguntit gue di sekolah!"
Dalam waktu sepersekian detik setelah duduk di jok depan mobil, tepatnya disamping ibunya yang berada di jok stir, Jaewon segera berkoar seperti barusan melihat fenomena alam.
Yuna menaikkan sebelah alisnya, "Siapa?"
Jaewon mengarahkan jari telunjuknya ke dalam cafetaria. Ia bisa melihat dengan jelas tatapan gadis fanatik yang melihatnya seperti monster yang kelaparan. Itu adalah hal paling menakutkan dalam hidupnya.
"Siapa? Lisa?"
"Kiara."
"AHAHAHA, ya ampun, lo idiot, ya?"
Jaewon menautkan alisnya. "Gue serius. Dia selalu ngikutin gue di sekolah, bisa bayangin?"
Jaewon tersulut amarah.
Memang salah dirinya baru saja menceritakan soal gadis menakutkan yang menjadi penguntitnya selama kurang lebih 3 bulan. Dan adik bodohnya itu malah menertawakannya sebagai ganti.
"Ma, ngakak gak 'sih ma? Masa orang kaya Kak Won punya penguntit?" tawa Yuna meledak lagi.
Sang ibunda malah menggelengkan kepalanya, "Memangnya siapa cewek itu?"
"Ya ada, Ma. Adik kelas."
"Dia naksir kamu kali," goda wanita umur 40-an itu. Disambung dengan mulut menganga sang adik.
"Naksir?" Yuna mengeluarkan gaya muntah dibuat-buat andalannya ketika mengejek kakaknya. "Ngibul."
"Stress itu cewek, Ma."
"Ngawur," sulut Yuna sambil menoyor kepala kakaknya dari jok belakang tempatnya duduk.
"Udah tau kalo naksir."
Wanita itu tertawa pelan, "Nah, terus masalahnya dimana?"
Sekarang Jaewon menyipitkan matanya sambil memandang keluar jendela. Perasaannya tidak enak dengan topik mematikan yang ia buat sendiri ini. Ia lebih baik diam saja.
Salah ia bicara tentang ini di depan sang ibu, ujungnya ia kalah sembur.
"Kalau memang dia suka kamu lalu letak kesalahan dia dimana? Mama tanya, apa dia gak boleh naksir sama kamu?"
Jaewon makin merinding.
"Jaewon?"
"Ya, boleh sih, Ma. Cuma dia itu aneh. Masa anak orang diintilin mulu."
"Kamu gak suka?"
Jaewon bergidik ngeri. Anggap saja ia menjawab tidak.
"Munafik lo, kak!" sulut Yuna menggoda dengan lebih parahnya.
Sang ibunda hanya bisa tertawa kecil. Ternyata putranya sudah mulai dewasa.
—
Dua bulan yang lalu, Lisa pernah berfikir untuk membuat Kiara berhenti menyukai Jaewon. Karena ia tidak suka apabila Kiara mendapat hujatan dari orang-orang.
Namun, itu dulu.
Lisa melipat tangan diatas meja. Ia menghela nafas, tidak tahu harus merespon bagaimana.
Pasalnya saat ini, Kak Jaewon masih sama tidak pedulinya seperti biasanya. Begitu juga saat Kiara menyapanya, senior itu tak membalas sapaannya. Apa Kiara sejenis angin muson?
Bisa Lisa akui, bahwa rasa suka sahabatnya pada kakak kelasnya sendiri yang bernama Jaewon itu sudah seperti obsesi. Namun sahabat mana yang tega membuat sahabatnya bersedih dan membuatnya menimpa semua hujatan dari murid-murid di sekolahnya?
"Gue tahu, Ki, gue sahabat lo. Gue tau banget perasaan lo ke Kak Jaewon kaya gimana," ucap Lisa sambil menatap ke arah Kiara yang sudah memasang wajah paling bimbangnya. "Tapi, gue rasa Kak Jaewon juga gak pernah menganggap lo. Lo gak bisa gini terus dan diomongin semua orang sebagai penguntit. Lo kan gak ngelakuin hal yang kelewat batas."
Namun ada satu kalimat yang membuat Lisa tidak bisa menyuruhnya lagi. Meminta tolong Kiara untuk tidak menyukai Jaewon.
"Gue cuma jatuh cinta."
Begitu katanya.
Lisa menatap ke atas langit-langit kelas. Ia lama-lama juga jadi bingung dengan kondisi yang sedang Kiara alami. Dan juga nilai tambahnya, Lisa bukan tipe penasehat yang baik. Ia hanya bisa mengingatkan, namun ia tidak tahu itu yang terbaik atau bukan untuk Kiara kelak. Jadi ia selalu meminta gadis itu untuk melakukan sesuatu yang ia suka selagi itu masih baik.
"Lo mau coba move on?" bujuk Lisa.
Namun, pertanyaan itu malah membuat tatapan sinis diterima oleh Lisa si gadis berambut lurus dengan poni itu. Kiara tidak akan pernah melakukan itu.
"Gak akan."
"Oke," tambah Lisa sebagai penutup topik itu.
"Lis."
"Hm?" gumam Lisa.
"Lo pernah gak sih, suka atau naksir sama seseorang?"
Gadis berponi lurus itu menimang-nimang. "Hm, pernah. Tapi udah lama banget pas gue masih SMP."
"Apa lo gak punya rasa ingin ngelihat dia terus? Lo gak punya rasa ingin berada di dekat dia?"
Kiara memberi suasana hening. Sebelum akhirnya ia mulai membuka mulutnya dan berkata, "Gue lagi ngerasain hal itu, Lis. Gue cuma ingin hal-hal semacam itu."
Benar.
Semua orang pasti akan merasakan hal itu apabila sedang jatuh cinta.
Kalau begitu, ia akan mendukung sahabatnya itu saja, daripada mengurusi hal-hal lainnya. Selagi hal itu masih baik.
KAMU SEDANG MEMBACA
The One | [Jung Jaewon]
Fiksi PenggemarJaewon, dia adalah cowok pertama yang Kiara idam-idamkan. Namun, apakah Kiara harus merubah perasaannya kalau One bilang tidak menyukai sikapnya itu?