Derakan keras dari jagang sepeda yang terhentak mengagetkan beberapa warga yang sedang belanja sayur di depan rumah Kiara. Gadis itu bergegas menuntun sepedanya keluar pagar, diikuti oleh si adik yang langsung mengayuh sepedanya meninggalkan rumah."Ngagetin aja kamu, Kia!" ucap Mamih Rumi, ketua geng ibu-ibu arisan di kampungnya. "Mau berangkat sekolah aja ngamuk!"
"Maaf, Mih Rumi." Gadis itu cengengesan sambil menutup pagar. "Kiara buru-buru soalnya udah mau telat."
"Mana emakmu? Gak ikutan belanja?"
Gadis itu menaiki sepedanya kemudian mengendikkan dagu ke arah rumah sederhananya. "Mungkin bentar lagi gabung, Mih. Kiara berangkat dulu. Assalamu'alaikum!"
Sepeda terkayuh dengan kecepatan lambat yang makin lama makin kencang. Ikatan rambutnya dua jatuh ke bawah adalah tampilan baru buatnya. Karena ibunya bilang ia bisa masuk sekolah lagi hari ini.
Omong-omong bagaimana soal mimpinya semalam? Semakin ia mengayuh, semakin cemas saja perasaan yang berkecambuk di hatinya. Hampir saja ia menabrak beberapa pejalan kaki saat sedang melewati bangunan pasar dan juga belokan-belokan gang untuk bisa sampai ke sekolah dengan cepat.
"Pak! Jangan ditutup dulu, Pak!" teriaknya saat gerbang utama sekolah sudah hampir ditutup oleh Pak Supratman, satpam setia sekolahnya. Kakinya berlarian ke arah pagar sambil menuntun sepedanya yang hampir jatuh karena jalan terlalu cepat. "Pak! Pak! Pak!"
"Ayo, buruan!"
"Iya, Pak! Sabar!" kesalnya saat berhasil melewati pagar yang hampir saja tertutup beberapa detik kemudian. Ia berjalan ke parkiran sekolah dengan masih menuntun sepedanya.
Wajahnya sedikit lebih ceria, meskipun masih dibanjiri bulir-bulir keringat pada pelipis dan juga dahinya. Beberapa murid berbisik ketika melihatnya kembali hadir di sekolah. Memberikan pujian kadang perasaan bersalah karena pernah menganggapnya bersalah.
"Kia!" teriak Yuna yang sedang berjalan lewat lapangan dan berpapasan dengannya yang mengantar sepeda. "Lo udah masuk sekolah? Selamat, Ki! Gue tahu lo cewek tegar."
"Makasih banyak," jawabnya dengan senyuman. "Gue kangen banget sama sekolah, apa lagi Bu Nini!"
"Sama gue enggak, nih?"
"Sama lo juga, dong!" candanya sambil tersenyum lebar.
"Ya udah buruan masuk kelas, tar telat lagi," usul Yuna sambil menepuk pundaknya kemudian saling meninggalkan satu sama lain.
Tapi, baru selangkah, ia berhenti lagi. Lama. Membeku di tempatnya. Dalam jarak yang cukup jauh untuk dibilang dekat, ada Jaewon sedang berjalan bersama Daniel, Jaebum, dan Dongho. Bukan itu masalahnya.
Lelaki itu sedang tertawa.
Lebih tepatnya tertawa bersama Jennie melewati koridor yang dipenuhi oleh manusia yang memandangi pasangan tersebut. Terlihat iri, begitu juga dengannya.
———
One #18
———
"Lis, mereka kok jadi deket gitu, ya?"
Gadis berponi itu berhenti meminum es tehnya hanya untuk melihat apa yang sedang Kiara bahas kala itu. Ya, Jaewon dan Jennie yang hari ini sedang berhasil menduduki julukan couple of the day. Maksudnya, lihat! Mereka berdua sudah seperti parasit yang menempel pada tanaman mangga saja.
Sejak awal ketiga murid itu memasuki kantin, Wonni—haruskah pasangan itu dipanggil begitu?—sudah duduk di bangku yang sama. Tidak seperti biasanya. Itu membuat perhatian Kiara jadi tertuju pada keduanya, bukan hanya Jaewon saja.
KAMU SEDANG MEMBACA
The One | [Jung Jaewon]
Fiksi PenggemarJaewon, dia adalah cowok pertama yang Kiara idam-idamkan. Namun, apakah Kiara harus merubah perasaannya kalau One bilang tidak menyukai sikapnya itu?