2. Jomlo vs Single

48 3 0
                                    

✈️✈️✈️

Meskipun lelah, Ramdhan tetap saja menuruti permintaan ibunya. Minggu pagi Ibu ingin mengenalkan seseorang padanya, salah satu cucu Eyang Ratih. Beliau adalah sahabat dari Almh. Eyang Malika, neneknya.
Kedua orang tuanya stay di Sidoarjo, salah satu kota di Jawa Timur, berbatasan dengan kota Surabaya. Sedangkan Ramdhan sendiri sudah mandiri, dia berwirausaha sebagai pengusaha di salah satu industri kreatif di bidang desain dan multimedia. Lulusan University of Arts London, Inggris. Jadi Ramdhan memiliki ilmu yang mumpuni di bidangnya.

Sengaja memilih Bandung untuk survive, kota yang memberi banyak kenangan dan harapan akan masa depan.
Ramdhan bukan anak kemarin sore, dia sudah 34 tahun. Matang dalam usia, karir dan asmara (seharusnya). Namun nyatanya dia memilih untuk lajang, bukan karena apa-apa. Belum ingin menikah saja. Kenangan tentang rencana pernikahan yang kandas itu masih menjadi alasan bagi Ramdhan untuk tidak berorientasi pada pernikahan.

Sempat gagal dalam hal asmara, dan itu sedikit banyak memberikan trauma baginya. Menyakitkan.
Hanya tinggal beberapa hari sebelum hari H itu, bakal calon istrinya menghilang begitu saja.

Sempat terpuruk, sempat depresi karena kekasihnya pergi dan perlahan dia mulai bangkit.
Itu sudah 4 tahun lalu, dan sejak itu Ibu dan Ayahnya sudah berkali-kali pula berusaha mengenalkan banyak gadis padanya. Dengan alasan ingin segera menimang cucu. Padahal kakak dan adiknya sudah menikah, sudah memberi cucu pula.
Namun Ibu tetap kekeh mengenalkan dengan gadis-gadis belia itu.

Ada yang sebagai dokter, guru, masih berstatus mahasiswi, karyawan bank swasta dan yang terakhir itu calon pramugari. Dari tampilan fisik, mereka nggak ada yang jelek, semua terlihat cantik dan menarik, namun itu tidak cukup menantang bagi Ramdhan.
Dan perkenalan itu hanya berlanjut sekali atau dua kali pertemuan saja, selebihnya Ramdhan mengacuhkan mereka begitu saja.
Sebenarnya dia lelah dengan segala upaya Ibu selama ini, hanya semata-mata karena menghormati Ibu dia mau melakukan semua ini.

Dan pagi ini, Ramdhan sudah siap menjadi 'sopir' pribadi Ibu dan Ayah, untuk mengantar mereka menuju rumah Eyang Ratih, di Surabaya.
Dulu dia pernah mengantar mereka saat acara pernikahan cucu Eyang Ratih, sekitar 2 tahun yang lalu.

"Namanya Ayu, cantik seperti namanya. Dia kerja di asuransi apa gitu ibu lupa. Itu yang ibunya meninggal itu lho Bang," ucap Ibu sewaktu dalam perjalanan ke rumah Eyang.

"Yang mana sih Bu?" Ramdhan berusaha menggali memorinya, namun nihil. Dia tidak dapat mengingat gadis itu sedikitpun.

"Kan anak mantunya Eyang ada yang meninggal waktu abis melahirkan, sebulan setelah Ayu lahir itu. Jadi mulai bayi Ayu itu diasuh sama Eyang Ratih." jelas ibu.

"Ooh... " gumam Ramdhan.

Perjalanan ke rumah Eyang memakan waktu sekitar satu jam, meskipun ini hari Minggu tapi tetap saja Surabaya tak pernah benar-benar lengang.

Ada yang berubah dari rumah tersebut, terdapat petshop dan salon atau butik disampingnya.
Begitu memasuki halaman rumah itu, Ramdhan dan keluarganya sudah disambut dengan hangat oleh Eyang.

Jangan bayangkan Eyang Ratih memakai kebaya dan kain. No! Eyang Ratih modis orangnya dan sangat santun. Memakai gamis berwarna ungu muda dan kerudung warna senada beliau lalu mempersilakan para tamu untuk masuk kerumahnya.

"Bik, tolong panggil Ayu ya. Bilang tamunya sudah datang." ucap beliau.

"Inggih Bu." jawab si Bibik kalem. Lalu Bibik berlalu.

Stay with me, DearTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang