🌩️🌩️🌩️
Ibu kembali mengajak Ramdhan ke rumah eyang Ratih, kali ini dengan alasan hendak menengok iparnya Ayu yang baru saja melahirkan.
Perkenalan yang sudah sekitar tiga bulan lalu itu sebenarnya sudah cukup lama. Ini sudah kepulangannya yang kesekian kalinya sejak acara itu, Ramdhan berharap ibunya sudah melupakan taruhan di mobil waktu itu.
Namun nyatanya?
Sehari berselang acara perkenalan itu, ibu mengirim kontak telepon Ayu, berharap akan ada kelanjutan lebih lanjut setelah acara tersebut.
"Ini nomer telepon Ayu, buruan di simpan ya, Bang. Biar enggak hilang, awas jangan sampai nggak disimpan." Begitu kira-kira ucapan ibu waktu itu.
Ramdhan sudah di Bandung, ibu menghubungi lewat telepon, jadi ibu nggak perlu tahu bagaimana ekspresi datarnya Ramdhan kala itu.
"Iya Bu, disimpen kok," jawab Ramdhan super malas.
"Iiih, jangan disimpen aja, ditelepon juga dong. Tanyain kabar, tanya kerjaan, atau apa gitu," cerocos ibu.
"Masak gini aja harus ibu juga yang ngajarin sih, Bang?" lanjut ibu masih tak puas dengan jawaban datar anaknya.
Ramdhan mendengar ocehan ibunya dengan kesal, tapi dia enggak pernah berani menjawab, takut akan tambah panjang lagi ocehannya.
Dia memang menyimpan kontak telepon milik Ayu, hanya menyimpan saja. Tanpa pernah sekalipun menelepon atau sekedar punya niat menghubunginya. Hanya stalker beberapa waktu lalu, namun tetap belum menghubungi perempuan itu sama sekali.
Sampai pada hari ini. Mengantar ibu ke rumah eyang Ratih (lagi). Dengan gaya kasual dan super santai, Ramdhan hanya berpakaian seadanya, kaos berkerah, celana denim dan sneaker kesayangan.
"Bang, gitu banget sih bajunya? Sopan dikit, dong," protes ibu. Ramdhan ingin protes balik tapi dia urungkan niatnya.
"Kan Ramdhan cuma sopir Bu," jawab Ramdhan sekenanya.
"Iya, tapi kan, kamu juga tetep masuk. Masak iya mau nungguin di luar?" Ibu masih berusaha memaksa Ramdhan untuk berganti baju.
"Udah begini aja lah, Bu. Ayo, ntar kesiangan lho." Ramdhan ingin segera mengakhiri harinya ini. Dia sudah lelah harus selalu beradu pendapat dengan ibu hanya karena masalah perempuan.
Mereka disambut oleh laki-laki paruh baya dengan perawakan yang tegap dan berwajah menyenangkan, meskipun sudah tak muda lagi namun masih ada terlihat sisa ketampanan dari laki-laki itu, beliau adalah Pak Rudi. Lalu ada Eyang Ratih yang selalu terlihat muda dan ceria, kemudian Bagus yang kala itu terlihat sedikit pucat, mungkin karena harus begadang menemani istrinya menjaga anaknya di malam hari. Tidak terlihat wajah Ayu di sana, mungkin dia sedang tidak berada di rumah.
Ramdhan dipersilakan duduk di ruang tamu sedangkan bu Rhea terlihat mengikuti langkah eyang Ratih menuju kamar bayi Bagus. Tak lama, bu Rhea sudah kembali ke ruang itu sambil mendekap seorang bayi perempuan imut dan lucu.
"Lucu, ya Bang," komentar ibu. Ditanya begitu Ramdhan cuma nyengir. Dia paham apa maksud ibunya, tapi Ramdhan terlihat cuek dan datar.
Selama ngobrol bersama keluarga tersebut, sangat terlihat keakraban diantara mereka, seolah sudah seperti keluarga. Dan selama itu pula, Ayu tak terlihat sama sekali.
"Lagi liburan lagi kali sama temennya, atau kemana, atau masih tidur kali, ya? Males banget sih, jam segini masih tidur." Ramdhan bermonolog sendiri.
"Yang, permisi mau ke belakang ya," Ramdhan bermaksud izin ke mushola, tadi pagi dia belum sempat melaksanakan sholat Dhuha di rumah karena ibunya sudah riweh ingin segera berangkat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Stay with me, Dear
Chick-LitPerjodohan yang awalnya hanya menimbulkan banyak konflik dan perang batin antara mereka. Namun seiring berjalannya waktu ternyata mereka sebenarnya saling membutuhkan satu sama lain. "We need to talk." ucap Ayu sendu. "Kita akan menikah secepatnya."...