6. Weekend

29 3 0
                                    

🥣🥣🥣

Euforia perkenalan itu berangsur-angsur berkurang. Eyang sudah tidak membahas tentang Ramdhan lagi. Tidak menanyakan apa sudah pernah dihubungi Ramdhan, sudah menjalin komunikasi apa belum, sudah pernah telepon sama Ramdhan atau belum, blablabla. Dan dari semua pertanyaan eyang, jawabannya hanya satu, belum. Karena Ayu memang nggak 'kemana-mana', dia sama sekali nggak peduli dengan siapa itu Ramdhan, si bocah luar negeri itu. Perlahan namun pasti, eyang sudah tidak pernah menanyakan kabar 'lulusan Inggris' itu lagi.

Wajarlah, sudah tiga bulan berlalu, bahkan Ayu juga mulai lupa dengan agenda eyang kala itu.

Dirinya kini fokus pada acara ulangtahun kantor dan kabar bahagia, dia mendapat promosi kenaikan jabatan dari kantor wilayah. Namun wajib mengikuti beberapa kegiatan pendidikan selama beberapa waktu di kantor pusat Bandung. Sedikit banyak waktunya dia habiskan di kantor. Berangkat pagi, pulang sore, bahkan tak jarang harus pulang malam, jarang ngobrol sama eyang. Tapi eyang selalu jadi alarmnya saat waktu sholat tiba, dimana pun dan kapan pun.

Seperti sore ini, eyang menyempatkan diri untuk menelepon Ayu ketika sudah masuk waktu sholat Ashar. Saat sedang ngantuk-ngantuknya dia berkutat dengan data-data di komputer, ponselnya bergetar.

"Iya Yang ..." jawab Ayu dengan malas.

"Wa'alaikumsalam, gitu dong Yu," protes eyang.

"Wa'alaikumsalam Eyang." Ayu meralat salamnya.

"Nah, gitu dong. Udah sholat?" tanya eyang.

"Belum Yang, bentar lagi." jawab Ayu.

"Sholat Yu, udah adzan kan." Eyang mengingatkan Ayu untuk sholat.

"Iya, abis ini. Kan lagi ditelepon sama eyang. Eyang udah?" tanya Ayu.

"Udah dong. Begitu denger adzan tuh eyang langsung sholat. Oh iya, Sabtu kamu libur kan?" tanya eyang mulai penasaran.

"Libur lah Yang, capek ah kerja terus. Mau bobok seharian," jawab Ayu santai.

"Alhamdulillah, eyang kangen sama masakan kamu," kata eyang mulai mengutarakan maksudnya.

"Eh, maksudnya apa nih Yang? Ayu kan mau istirahat, malah suruh masak," tolak Ayu malas.

"Masaknya kan pagi, nanti siangnya kamu bisa istirahat." sanggah eyang, beliau tidak mau kalah dengan penolakan Ayu.

"Emang eyang mau dimasakin apa?" tanya Ayu akhirnya pasrah.

"Soto banjar sama bubur menado," jawab eyang santai.

"Eyang ngidam ya? Perasaan yang hamil tuh mbak Risty, udah lahiran pula, kenapa malah eyang yang ngidam sih?" protes Ayu, dia merasa permintaan eyang berlebihan.

"Bisa aja kamu Yu, eyang kangen masakan kamu," kata eyang berusaha sabar.

"Dihh eyang nih, yang ada tuh cucunya kali yang minta dimasakin, ini mah kebalik," gumam Ayu.

"Kan, udah tiap hari dimasakin ama eyang," celetuk eyang riang.

"Iya dehhhh." Ayu terpaksa menyetujui kemauan eyangnya.

"Makasih ya, Yu. Cucu eyang yang paling cantik." puji eyang bahagia.

"Eyang muji kalau ada maunya doang, enggak asyik ah." desah Ayu.

"Ih, eyang sering kok muji kamu. Kamunya aja yang enggak peka." curhat eyang yang membuat Ayu terkekeh mendengarnya.

"Ya sudah, buruan sholat. Sholat itu tiang agama, jangan menunda waktu sholat." Eyang berpesan sebelum mengakhiri percakapan.

Stay with me, DearTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang