🏡🏡🏡
Rumah itu terlihat ramai hari ini.
Ada beberapa orang sedang asyik ngobrol di teras belakang.
Ada Mas Bagus, Pak Yuda dan Ramdhan sedang ngobrol disana, Pak Rudi enggak ada, sedang ada acara waktu itu.
Di dalam ada Eyang, Bik Sumi, Bu Rhea, Mbak Risty dan Ayu. Sedang sibuk membereskan meja makan dan dapur, mereka telah selesai makan. Lalu mungkin acara akan terus berlanjut di ruang tamu."Ngobrolnya dilanjutkan di depan aja, disini pemandangannya jemuran lho." ucap Eyang mempersilakan tamunya kembali ke ruang tamu.
Meskipun baru bertemu, Mas Bagus sudah begitu akrab dengan Ramdhan ataupun Om Yuda. Entah apa saja yang mereka bahas, semua mengalir begitu saja."Jadi kedatangan kami tadi selain untuk silaturahmi, napak tilas dan mengenang ibu mertua saya yang dulu sering main kesini, sama sekalian mau mengenalkan anak kami, Bang Ramdhan kepada semua anggota keluarga Bu Ratih, khususnya sama Mbak Ayu." ucap Pak Yuda diikuti senyum sumringah Bu Rhea dan Eyang.
"Ya walaupun Bang Ramdhan ini badannya besar tapi dia nggak berani kenalan sendiri, jadi ya kita anterin ya Bu..." kata Pak Yuda melanjutkan kalimatnya. Diiringi suara tawa dari Eyang, Mas Bagas, dan Bu Rhea, Ayu bersikap datar tanpa ekspresi.
"Iya, terima kasih untuk kedatangannya di rumah kami. Kita terima perkenalannya dengan tangan terbuka, semoga nanti kedepannya anak-anak ini terus menjalin silaturahmi, harapannya sih begitu," balas Eyang.
"Sama-sama Yang, kita sih enggak bermaksud menjodohkan mereka atau gimana, tapi kalau mereka cocok ya monggo dilanjutkan." Kali ini Bu Rhea yang bicara.
"Betul Rhe, Eyang sih seneng banget kalau Ayu berkenan menjalin hubungan sama Nak Ramdhan, Eyang sudah paham dengan bibit, bebet, bobot keluarganya." lanjut Eyang.
"Terima kasih Eyang untuk sambutannya hari ini, semoga membawa manfaat ya," ucap Bu Rhea.
"Udah pada nyimpen nomor masing-masing kan?" Mas Bagus menggoda sambil cekikikan.
"Ngobrolnya dilanjutkan di WhatsApp aja ya Bang." Kali ini Pak Yuda yang gantian menggoda.
Lalu keluarga itu pamit, Eyang sudah menyiapkan beberapa kantong berisi oleh-oleh untuk dibawa pulang.
"Ayu, Tante pulang dulu ya, kapan-kapan main kerumahnya Tante ya di Sidoarjo," ucap Bu Rhea sambil memeluk Ayu.
"Iya Tante, insyaallah." balas Ayu berusaha ramah.
Ayu mencium punggung tangan kedua orang tua Ramdhan, saat tiba giliran bersalaman dengannya, Ayu bersikap cuek, meskipun tetap membalas uluran tangan Ramdhan sebelum mereka benar-benar pulang. Setelah dirasa cukup untuk berpamitan, akhirnya keluarga Pak Yuda pulang."Assalamualaikum," pamit Bu Rhea sebelum mobil mereka keluar dari halaman rumah eyang.
"Wa'alaikumsalam." jawab mereka kompak.
"Ciyeee, udah enggak single lagi nih," goda Mas Bagus begitu para tamu pulang.
"Iiih apaan sih!" cibir Ayu.
"Lulusan Inggris lho Yu," lanjut Mbak Risty.
"Yeee, biarin." sungut Ayu cuek.
"Eyang, ngapain sih pake jodoh-jodohin segala." kata Ayu sewot.
"Eyang kan cuma ngenalin," balas Eyang santai.
"Kalau kalian jodoh ya Alhamdulillah." lanjut beliau.
"Jodoh tuh ditangan Allah, jadi banyak berdoa ama Allah semoga dia jodoh kamu." kata Eyang masih nerocos.
"Aamiin!" balas Mas Bagus dan Mbak Risty bersamaan, Ayu cemberut mendengar penuturan eyangnya.
"Eyang tuh kayak Ayu nih enggak laki aja deh. Malu kan Ayu jadinya. Ayu single tuh bukan Ayu enggak laku, emang Ayu aja yang belum siap punya pasangan. Ayu kan sibuk." tutur Ayu membela diri, namun percuma, eyang hanya tersenyum geli mendengarnya.
"Puitis amat bo'ongnya." ledek Mas Bagus.
"Ih Mas Bagus apaan sih," keluh Ayu pasrah.
Obrolan seru mereka berakhir dengan kedatangan Bik Sumi yang sedang membawa nampan berisi pisang goreng, satu-persatu isi nampan itu ludes hanya dalam waktu singkat.
"Nduk, minggu depan acara tingkeban kamu, lho. Nanti mama sama papa kamu bisa datang, kan?" tanya eyang kepada Mbak Risty.
"Nanti saya kabari mereka ya, Yang. Semoga aja mereka bisa datang. Eyang enggak usah repot-repot lho, kita kan bisa pakai EO, ya kan, Mas?" jawab Mbak Risty meminta persetujuan dari Mas Bagus.
"Iya pakai EO aja, nanti makanan pakai katering temennya Bagus, Yang." jelas Mas Bagus.
Namun sepertinya eyang kurang setuju dengan rencana mereka berdua.
"Pakai EO, pakai katering, emang kalian pikir murah? Punya bayi itu harus nyiapin uang yang banyak, simpan uang kalian buat lahiran nanti. Eyang masih kuat kalau cuma bikin acara tingkeban aja." balas eyang tak mau kalah.
"Kita enggak mau ngrepotin eyang." gumam Mas Bagus.
"Siapa yang repot sih? Lagian ada Bik Sumi sama teamnya nanti yang bantuin. Udah, pokoknya simpen aja uang kalian buat lahiran nanti." putus eyang.
Keputusan eyang sudah bulat, siapapun enggak ada yang berani ngelawan kemauan eyang. Bisa berbuntut panjang jika harus beradu pendapat dengan beliau. Memang benar sih perkataan eyang, bahwa biaya persalinan Risty nanti tidaklah sedikit. Namun ada keinginan bagi Bagus ataupun Risty untuk melakukan acara itu atas dasar usaha mereka sendiri. Mereka sudah terlalu banyak bergantung dengan eyang.
"Eyang masuk dulu, mau beresin meja makan." ucap eyang lalu beranjak ke dalam rumah.
Kini hanya ada Ayu, Bagus dan Risty. Mereka masih terdiam dengan pikiran masing-masing.
"Eyang tuh sebenernya sayang banget lho ama kita. Enggak pengen kita tuh susah. Tapi kadang kita kan pengen mandiri, pengen melakukan apa yang kita mau tanpa harus ada campur tangan beliau," kata Mas Bagus bermenit-menit kemudian.
"Kalau dipikir-pikir bener juga lho, punya anak tuh butuh banyak duit, entah buat beli susu atau sekadar beli vitamin buat maminya. Kalau elu Yu, emang pantesnya umur segini udah nikah, pantesan eyang tuh khawatir." lanjut Mas Bagus.
"Kita lagi bahas tingkeban lho, Mas. Napa bawa-bawa aku juga sih?!" protes Ayu enggak terima.
"Tapi coba deh lu pikirin baik-baik. Eyang enggak mungkin menjerumuskan kita, kan? Eyang enggak akan jodohin elu kalau elunya punya pacar." ucap Mas Bagus.
"Kamu tuh belain aku apa Eyang sih Mas? Ngeselin deh." cerca Ayu kesal. Mbak Risty hanya terkekeh mendengar obrolan dua orang bersaudara ini.
"Lihat dong Yu, umur 25 aja istriku udah hamil lho." Bagus mulai meledek Ayu.
"Au ah, lap!" Ayu kesal, lalu beranjak dari duduknya meninggalkan kedua kakaknya. Terdengar tawa dari keduanya.
"Rese' deh semuanya. Apa salahnya coba kalau aku masih single? Aku tuh sanggup hidup sendiri, tanpa punya pasangan. Repot amat sih nyariin cowok segala." gumam Ayu dalam hati. Tiba-tiba dia teringat dengan barang-barang yang masih berantakan di lantai kamarnya.
Moodnya kembali bagus saat membongkar semua isi koper dan beberapa kantong belanja. Ia kini terlihat tengah mencoba beberapa baju dan dress, mematut dirinya di depan cermin besar berlapis kayu yang berdiri kokoh di lantai kamarnya. Sejenak ia lupa akan ide perjodohan eyang, senyumnya terus mengembang seiring dengan berlembar-lembar baju yang ia pakai bergantian.
🐝🐝🐝

KAMU SEDANG MEMBACA
Stay with me, Dear
ChickLitPerjodohan yang awalnya hanya menimbulkan banyak konflik dan perang batin antara mereka. Namun seiring berjalannya waktu ternyata mereka sebenarnya saling membutuhkan satu sama lain. "We need to talk." ucap Ayu sendu. "Kita akan menikah secepatnya."...