🛁🛁🛁
Niat hati sih, mau merilekskan diri dengan berendam di bathtub. Namun itu hanya sesaat, tak lama kemudian pintu kamarnya sudah berbunyi berkali-kali, diketuk tanpa henti oleh seseorang. Ayu mematikan musiknya, demi mendengar siapa yang telah mengusik ketenangannya yang hanya sesaat itu.
"Non, masih lama ya?" Itu sih suara bik Sumi.
"Kenapa sih, Bik? Ganggu deh," balas Ayu dari dalam kamar mandi. Kamar mandinya berada di balik pintu kamarnya, jadi dia bisa melakukan percakapan dari balik pintu itu.
"Anu, bu Rhea udah datang, Non," kata si bibik, setengah berbisik, takut terdengar sampai bawah.
"Ya udah, kan ada eyang. Lagian mau lihat Cici, kan?" Ayu berusaha cuek dengan ketukan bibik lagi.
"Sama pak Yuda juga Non," lanjut bibik.
"Ada ayah kan, Bik," Ayu mulai kesal, tapi dia belum juga beranjak keluar dari bathtub. Masih asyik bermain busa-busa sabun.
"Sama mas Ramdhan juga Non," akhirnya bibik mengatakan hal itu, sesuatu yang sebenarnya sangat Ayu khawatirkan.
"Terus, ada siapa lagi?" Kali ini Ayu mulai bangkit lalu berjalan menuju pintu kamarnya, ketika di buka, si bibik masih berdiri di sana.
"Udah non," jawab bibik sambil meringis.
"Ya udah," balas Ayu datar tanpa ekspresi. Dia hendak menutup pintu kamarnya namun bik Sumi menahannya.
"Non Ayu disuruh turun sama eyang," bisik bik Sumi. Ayu memutar bola matanya, jengah.
"Harus banget ya, Bik?" Ayu ogah-ogahan menuruti permintaan eyang.
"Iya Non, segera," jawab Bik Sumi sumringah.
"Deuh, iya Bik, saya belum pakai baju nih, masak mau turun kayak gini," protes Ayu. Bibik nyengir, lalu permisi turun.
"Bik ...," Ayu menahan kepergian bibik.
"Rempah-rempah soto tadi masih ada kan?" Ayu mulai bikin ulah jahil.
"Ada Non," jawab bibik jujur.
"Tolong dihancurin ya, terus kasih dikit ke minumnya dia," Tuh kan, Ayu jahat banget, kan?
"Kasian, kali Non," Bibik enggan melakukan dosa besar lagi.
"Dikit doang kok," Ayu memohon. Bibik hanya bisa pasrah.
Tak butuh waktu lama, Ayu sudah siap untuk turun menemui tamunya. Sebenarnya dia enggak wajib buat nemuin sih, tapi urusannya bakal panjang kalau Ayu sampai berani-beraninya enggak "setor muka" ke mereka. Eyang kan, sadis banget kalau lagi marah.
Kali ini dia mengenakan celana kulot maroon dipadu blus tanpa lengan warna navy dengan aksesoris kalung etnik terbuat dari kayu di cat warna-warni, oleh-oleh waktu ke Jogja liburan kemarin, juga jepit pita untuk merapikan poni rambutnya yang mulai panjang dan belum sempat dia rapikan di salon. Tanpa make up menor, seperti biasa. Ayu selalu terlihat flawless, natural, nggak berlebihan, kemana pun dia pergi.
Dia mampu mendengar obrolan dan suara-suara tawa di bawah sana dari ujung tangga yang menghubungkan lantai atas dengan lantai dasar ini.
"Katanya mau lihat Cici, malah ketawa-ketawa nggak jelas, ganggu bayi banget," Ayu menggumam sendiri.
Sampai di anak tangga terakhir, dia mendapati sosok yang tidak ingin dia jumpai, muncul dari dalam kamar mandi. Tak ada percakapan antara mereka, hanya saling menatap sekilas tanpa ingin mengucapkan sepatah kata pun.Ramdhan terlihat lebih santai dengan kaos Polo warna abu-abu dengan celana denim warna hitam, dengan rambut lebih pendek dari terakhir ketemu beberapa waktu lalu. Ramdhan berlalu begitu saja dari hadapan Ayu, tercium aroma parfum nuansa mint dan kayu, maskulin banget. Wangi itu sedikit banyak mengganggu indera penciuman Ayu, lalu tersimpan disana begitu saja. Eh, kenapa Ayu sedetail itu? Bahaya!
KAMU SEDANG MEMBACA
Stay with me, Dear
ChickLitPerjodohan yang awalnya hanya menimbulkan banyak konflik dan perang batin antara mereka. Namun seiring berjalannya waktu ternyata mereka sebenarnya saling membutuhkan satu sama lain. "We need to talk." ucap Ayu sendu. "Kita akan menikah secepatnya."...