7. Dia (bukan) Tipeku

18 3 0
                                    

🚗🚗🚗

Sepanjang perjalanan pulang dari rumah eyang Ratih, ibu tak henti-hentinya membicarakan Ayu dan keluarganya. Hal ini membuat Ramdhan merasa bosan.

"Dari tadi itu terus sih yang dibahas. Emang nggak ada topik lainnya apa Bu," protes Ramdhan sambil menyetir.

"Ibu itu seneng banget kalau kamu bisa berjodoh sama Ayu. Cantik kan orangnya? Natural, nggak neko-neko kayak anak jaman sekarang. Yang suntik implan lah, suntik botox, hidungnya dipermak, alis disulam, giginya dipager, ah ibu nggak suka," cerocos ibu. Ramdhan hanya menghela napasnya.

Ibunya memang lebih suka wanita yang natural, tidak dibuat-buat alias jadi-jadian. Tapi, si Ayu ini terlalu apa adanya. Lihat saja sikapnya tadi, nggak terlihat manis sama sekali.

Gimana mau dapat pacar coba? Judesnya aja minta ampun. Mana mau ngasih racun lagi, nggak mungkin kan, si Bibik salah kasih gula? Teh, rasa merica. Pantes aja jomblo, eh single.

"Tapi dia bukan tipenya Ramdhan Bu," kali ini Ramdhan sedikit menyela.

"Ibu tahu. Justru karena dia beda, Bang. Ayu memang kesannya tomboi, tapi dia itu sayang banget lho ama keluarganya, nurut lagi sama eyang. Menantu idaman banget lah Bang," ucap ibu.

"Menantu idaman? Ibu yakin, dia bisa masak?" tanya Ramdhan penasaran.

"Kamu mau bukti?" tantang ibu.
Ramdhan mengerutkan dahinya, tidak yakin dengan keputusannya. Dari penampilannya sih, Ayu nggak ada bakat buat masak, kayaknya dia pantang banget masuk ke dapur. Mana bisa masak?

"Oke, kalau nanti Ramdhan yang menang, tolong ibu nggak usah ngenalin Ramdhan ama cewek-cewek lagi. Tapi kalau ternyata Ayu bisa masak, Ramdhan nyerah deh." ucap Ramdhan, Ibu tersenyum gembira.

"Ayah jadi saksi nih," ucap ibu dengan wajah berbinar-binar, Ayah hanya mengangguk pasrah.

"Lagian, belum tentu juga kan si Ayu mau ama Ramdhan. Sikapnya aja udah kayak gitu banget tadi," lanjut Ramdhan.

"Itu ciri khusus Bang, biar kamu terkesan. Perempuan kan suka gitu," ucap Ayah sambil menggoda ibu.

"Jadi, ibu dulu juga kayak gitu ya Yah?" tanya Ramdhan penasaran.
Ayah tertawa, ibu malu-malu.

"Ibu itu dulu juga nggak suka dikenalin sama ayah. Waktu itu ibumu sudah punya calon sendiri, tapi Kakungmu nggak setuju. Mbah Kung lebih suka sama Ayah, padahal ayah masih kerja jadi pesuruh, gaji ayah kecil Bang. Ayah juga nggak ngerti kenapa Mbah Kung lebih milih ayah" ayah mulai bercerita.

"Ternyata waktu ayah sudah sah jadi menantu, Mbah Kung baru cerita. Katanya suara ayah bagus waktu jadi muadzin masjid, terus karena ayah juga rajin sholat dan pekerja keras. Kepincut lah ibumu ini," ucap ayah mengenang masa lalunya.

Ramdhan hanya senyum-senyum sendiri sambil sesekali melirik kedua orangtuanya.
Sudah hampir 40 tahun usia pernikahan mereka, namun hubungan keduanya tetap harmonis dan romantis. Siapapun juga pasti iri dengan kebersamaan mereka.

Ramdhan juga menginginkan pernikahan seperti itu, tapi mana bisa kalau Ayu sikapnya seperti itu. Hah? Kenapa harus membayangkan dia sih? Refleks, Ramdhan meraup wajahnya sendiri dengan gusar, terlihat oleh ibu.

"Kenapa Bang, lagi bayangin yang aneh-aneh, ya?" goda ibu.

"Makanya, buruan nikah. Ingat umur udah segitu, saudara-saudara kamu udah pada nikah lho Bang." lanjut ibu.

"Kenapa jadi bahas umur sih Bu. Laki-laki mah bebas, mau nikah umur berapa aja," bela Ramdhan.

"Tapi sesuatu yang baik itu, sebaiknya disegerakan lho Bang." Ibu masih ngotot.

Stay with me, DearTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang