12. Get Well Soon, Eyang

6 3 0
                                    

🏥🏥🏥

Ini adalah 6 jam yang menyiksa. Mungkin itu yang dirasakan oleh Ayu saat eyang belum juga sadar tadi malam. Alhamdulillah, kini eyang sudah dipindah ke ruangan lain, sudah tidak di ICU lagi, Pak Rudi memilih kamar di paviliun agar eyang bisa lebih tenang dalam proses pemulihan nanti. Ayu tak pernah berhenti bersyukur saat eyang sudah mampu merespon genggaman tangannya dalam pelukan Ayu.

“Eyang....” ucap Ayu pelan sambil terus menatap eyang yang belum juga membuka matanya. Perlahan eyang menggerakkan kelopak matanya, mencoba merespon apapun yang beliau rasakan. Eyang mulai mencoba membuka kedua matanya, lalu tersenyum begitu melihat Ayu berada di sana. Respon eyang itu kembali membuat Ayu banjir air mata. Dia tidak pernah secengeng ini sebelumnya, ia selalu tegar namun ternyata kondisi eyang yang seperti ini benar-benar membuatnya rapuh dan sering menangis selama semalaman.

“Ayu minta maaf ya, Yang,” bisik Ayu, eyang masih diam tanpa kata, beliau hanya mampu menatap cucu kesayangannya ini.

Ayu memeluk eyang sekali lagi, kali ini lebih lama dan lebih erat. Ia seolah ingin meyakinkan eyang bahwa ia tak akan pergi lagi meninggalkan eyang. Ia ingin menebus semua kesalahannya telah pergi dari rumah tanpa pamit sama siapapun.

“Ayu enggak akan pergi lagi,” lanjut Ayu sambil terisak.

“Yu, eyang biar istirahat dulu ya. Kamu juga butuh istirahat lho,” ucap Pak Rudi kemudian.

“Ayu enggak apa-apa kok Yah, Ayu enggak capek. Ayah aja yang istirahat, dari kemarin kan udah jagain eyang,” tolak Ayu kepada ayahnya. Dia hanya ingin menemani dan merawat eyang.

“Iya, tapi kamu juga perlu mandi, biar badannya juga seger. Abis ini Bik Sumi datang bawa keperluan kamu sama eyang.” ucap Pak Rudi lagi. Beliau benar, Ayu perlu mandi, badannya sangat layu terlihat tidak segar, ditambah dengan mata yang begitu sembab. Kacau.

🌨️🌨️🌨️

Sambil meluruskan kakinya, Ayu mengecek beberapa email yang masuk ke ponselnya. Ada banyak pesan masuk yang belum sempat ia balas satu persatu. Dari kantor, dari grup wa, dari teman-teman yang bersimpati dengan kondisi eyang. Ayu sudah tidak sempat untuk menghubungi pihak kantor, Meza sudah menghubungi atasannya untuk meminta izin.

Lalu terbersit satu nama dalam otak Ayu. Dia tekan satu nama di kontak ponselnya, kemudian mengetik beberapa kalimat, dihapus, ia ketik lagi, diam, berpikir menghembuskan napas panjang lalu mengirimkan pesan itu sambil memejamkan mata. Berharap semoga apa yang ia lakukan adalah hal yang tepat, namun juga berharap pesan itu akan gagal atau nyasar entah kemana asal bukan kepada nama itu. Sesaat Ayu merasa menyesal telah mengirim pesan itu, namun ya sudahlah, semoga ini bisa menjawab kegalauannya saat ini.

[To : Ramdhan Mahendra

Oke, gue terima perjodohan ini. And we’ll get married as soon as possible.]

Terlihat tanda centang satu, pesan masih belum terkirim. Ayu menatap ponselnya, menimbang kembali, lalu dengan jengah ia letakkan ponselnya kembali. Dia memilih menemani eyang, tidak lagi memikirkan hatinya yang masih kacau.

“Non Ayu mandi ya, Eyang biar Bibik yang jagain.” ucap Bik Sumi, Ayu menurut, ia memang perlu menyegarkan badan dan otaknya.

“Cepet sembuh ya, Yang. Ayu bakal nurutin semua kemauan eyang, Ayu sayang banget sama eyang.” ucap Ayu sambil mengecup pipi eyangnya sebelum ia masuk kamar mandi.

🌦️🌦️🌦️



Stay with me, DearTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang