[ROMANCE] Hari Pernikahan

215 5 0
                                    


"Kalau kau tidak cepat, nanti bisa terlambat loh!" ujarku sambil menatap ke cermin membenarkan letak dasi kupu-kupu pada jas formal berwarna hitam yang aku kenakan sekarang.

"Aku tidak bisa tenang, apa aku terlihat cantik?" tanya Yuan sekali lagi.

Aku menghela napasku sedikit kesal.

"Calon mempelai wanita mana yang tidak cantik? Semua mempelai selalu terlihat cantik," ujarku menenangkan Yuan.

Sejak kemarin dia terus saja gelisah menatap ke arah cermin dengan wajah tidak percaya diri. Kenapa dia jadi segugup itu? Sungguh aku berani jamin, dia terlihat sangat cantik saat memakai gaun pernikahan yang aku pilihkan untuknya itu.

Yuan tertegun sebentar, kemudian dia kembali meneliti setiap detail dari dirinya lewat cermin. Rona muncul di kedua pipinya, kemudian dia menutupi wajahnya dengan kedua telapak tangannya, sedikit menahan tawa dan sedikit menitikan air mata.

"Aku tidak percaya kalau akhirnya hari ini datang! Setelah pulang dari altar nanti... aku adalah seorang istri!" ujar Yuan ekspresif.

"Aku sendiri juga kaget, bagaimana bisa kau yang dulu hanya bisa melihat buku dan menatap layar komputer akan segera menikah!" ujarku ikut tersenyum.

Aku menyisir rambutku ke belakang menatanya serapi mungkin. Aku berdiri di samping Yuan, wanita yang sangat aku cintai ini dan menatap matanya lewat cermin.

"Apa kau sangat gugup?" tanyaku ketika menyadari badannya sedikit gemetar.

Yuan menoleh ke arahku kemudian menggandeng lenganku dengan manja. Dia menyenderkan kepalanya di bahuku persis seperti yang selalu dia lakukan. Yuan mengangguk perlahan dan tersenyum simpul.

"Aku tidak pernah segugup ini," jawabnya.

Aku menatap wajahnya dan tersenyum setulus mungkin padanya. Kugenggam erat tangannya dan kami berjalan menuju mobil, aku masuk setelah membantu Yuan dan gaun pengantinnya memasuki mobil.

Di dalam mobil yang bertujuan ke altar tersebut, Yuan tak berhenti gemetar. Bahkan, semakin dekat dengan tempat tujuan kami, wajah Yuan juga terlihat semakin pucat tak lupa ditemani dengan keringat yang juga bercucuran di pelipisnya.

Aku tersenyum pahit melihat tingkah Yuan yang begitu gugup. Kami sudah saling mengenal sangat lama, sekitar sepuluh tahun yang lalu. Saat hari ujian masuk SMA.

Waktu itu, hujan turun sangat deras. Angin bertiup kencang dan langit terlihat begitu gelap, seperti sebuah pertanda jika hal buruk akan terjadi. waktu itu, aku hampir tidak jadi berangkat untuk mengikuti ujian masuk ke dalam salah satu SMA swasta ternama.

Tapi, entah mengapa akhirnya aku memutuskan untuk berangkat. Waktu itu aku tidak belajar sama sekali. Aku tidak pernah berpikir untuk masuk ke sekolah itu sebelumnya, lagi pula tadinya aku pikir semua sekolah menerima murid menggunakan jumlah nilai UN.

Dengan sangat malas aku memakai mantel dan membawa payung, bukannya menggunakan sepatu hitam seperti yang diharuskan, aku malah memakai sepatu boots setengah betis. Lagi pula, itu adalah bentuk pertahanan diriku dari hujan.

Beberapa kali payungku nyaris terbang terbawa angin. Baguslah, karena nasibku tidak seburuk seseorang yang baru saja kehilangan payungnya yang tiba-tiba saja terbang melewatiku.

Aku berlari ke arah halte bus saat sebuah bus datang. Dari arah yang berlawanan, seorang gadis dengan tatanan yang acak-acakan dan baju basah kuyup berlari sekuat tenaga sambil menggapaikan lengannya ke depan seakan-akan meminta bus ini untuk menunggu.

Aku mengabaikan gadis itu setelah melepas atribut seperti jas hujan dan sepatu boots yang kupakai, kemudian aku melangkahkan kaki kananku masuk ke dalam bus. Sekali lagi aku menoleh ke arah gadis itu dan saat itulah aku melihat wajah dan ekspresinya yang terlihat sangat terpuruk.

FRASATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang