"Aaahh!!! Apaan tuh?"
Pekikan Sarah untuk yang kesekian kalinya sukses membuat semua kepala dalam ruangan yang seadanya itu menoleh ke pinggir ruangan di mana Kinan sedang mendandani Sarah—berusaha mendandani, lebih tepatnya. Karena yang disebut belakangan dari setengah jam lalu sama sekali tidak membuat pekerjaan Kinan menjadi mudah.
Kinan menghela napas. "Ini eyeliner, Sar. Cuma eyeliner. Gak bakal bikin lo mati, oke? Sekarang diem dulu atau nggak gue colok mata lo pake eyeliner ini." Ancamnya kesal.
Sarah melirik benda tipis panjang dan berwarna hitam itu takut-takut. "Emang harus pake apa, Kak?"
"Iya, harus. Kalo nggak pake ini nanti kita didiskualifikasi." Kinan menjawab asal.
"Hah? Aturan darimana coba?"
"Aturan dari gue. Sekarang diem, mau gue yang makein atau Niken?"
Buru-buru Sarah duduk tegak sebelum Kinan benar-benar memanggil Niken yang sekarang sedang berdiri di depan pintu, berbicara dengan LO mereka. Niken terlihat anggun dan cantik sekali setelah selesai menggunakan kostum mereka dan make-up-nya, sampai Sarah ternganga sendiri ketika melihat ketua mereka itu.
Sarah yang adalah cewek yang masih suka sama cowok aja bisa terperangah sendiri melihat Niken, gimana cowok yang beneran naksir cewek? Rasanya nggak mungkin ada orang di dunia ini yang nggak jatuh hati sama Niken, biar sedetik doang juga.
"Kepala lo miringin dikit, Sar." Kinan menelengkan kepala Sarah, yang sekarang sudah pasrah-pasrah saja entah mau diapakan wajahnya oleh Kinan. Dia tidak pernah familiar dengan make-up, tidak suka malah. Wajahnya jadi kaku dan mendadak dia jadi lupa bagaimana cara tersenyum yang normal.
Dari pengalamannya setiap dia difoto menggunakan make-up, badut saja masih lebih enak dipandang. Jadi lebih baik dia jauh-jauh dari benda-benda tersebut sebisa mungkin. Sarah tahu diri dia bukan cewek seperti Niken, misalnya, walaupun tentu saja dia kepingin, tapi kan nggak mungkin.
Dan seperti semua hal, permusuhan antara Sarah dan make-up juga punya beberapa pengecualian. Seperti pesta pernikahan saudaranya, misalnya. Dan sekarang tambah satu lagi: lomba paduan suara.
Mata Sarah masih terpejam, merasakan Kinan membubuhkan entah apa di pelupuk matanya. Tangannya yang berada di pangkuannya menggenggam ponsel yang pesan terakhir yang dia baca begitu ia sampai di lokasi lomba masih membuat Sarah tersenyum tanpa sadar.
Kak Yoga
Gue di jalan ya sama Kemal, bareng pasukan juga
Belum sempat Sarah membalas untuk bertanya siapa "pasukan" yang dimaksud, Kinan sudah menariknya ke sudut untuk didandani. Itu saja Sarah masih sempat protes sedikit-sedikit.
Yah, walaupun tidak akan sebanding dengan Kak Niken, dalam hati Sarah berharap semoga saja ketika Yoga datang nanti dia terlihat cantik. Sedikit juga tidak apa-apa.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Art of Coincidence
Фанфик"The world is so unpredictable. We are ruled by the forces chance and coincidence." - Paul Auster. Call it luck. Call it chance. Call it karma, call it fortunate. Here we are, coinciding coincidences.