Six Little Things

1.9K 129 57
                                    

Siang itu matahari seakan sedang marah pada dunia dan mengerahkan seluruh partikelnya untuk membakar setiap inci bumi. Paling tidak, itu yang ada di pikiran Yoga Pratama yang sedang berdiri di pinggir lapangan dengan gelisah, tangannya mengusap keringat dari keningnya entah untuk yang keberapa kalinya.

Panas yang tidak kira-kira ini cukup membuatnya mengeluh dalam hati mengapa anggaran OSIS tidak cukup untuk menyewa tenda, padahal seumur-umur dia menjabat menjadi Kabid IX tidak pernah Yoga mengeluhkan anggaran dana. Bukan karena cukup, tapi karena tidak ada gunanya.

Yoga memerhatikan anak-anak band yang sedang check sound, sambil sesekali melirik ke kertas berisi rangkaian acara yang tadi pagi diberikan kepadanya, mengecek berapa penampilan lagi sampai acara ini selesai

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Yoga memerhatikan anak-anak band yang sedang check sound, sambil sesekali melirik ke kertas berisi rangkaian acara yang tadi pagi diberikan kepadanya, mengecek berapa penampilan lagi sampai acara ini selesai. Acara ini diadakan untuk anak-anak kelas sepuluh yang baru masuk ekskul dua bulan lalu, untuk menampilkan satu penampilan dari ekskul mereka.

Penampilan ini sebagai akhir dari masa orientasi mereka di ekskul masing-masing, dan juga sebagai semacam "pelantikan" menjadi anggota baru. Yoga menghela napas, ingin acara ini cepat-cepat selesai. Kemarin di ekskul bahasa sudah serah terima jabatan, dimana akhirnya ia melepas jabatannya sebagai wakil ketua. Tinggal OSIS. Dua hari lagi sidang LPJ, yang berarti setelah itu Yoga bebas. Yay.

Bukannya ia tidak suka, tapi kelas 12 ternyata benar-benar menyita waktunya. Apalagi jurusan dan universitas yang dia incar tingkat keketatannya bikin orang kepingin bunuh diri. Karena itu Yoga ingin segera melepas kegiatan-kegiatannya dan hanya fokus pada "paket" kelas 12-nya. Betulan ingin fokus, bukan alasan buat mutusin pacar. Pacar aja nggak punya. Lagipula sudah dua tahun ini kan, ia sudah puas.

"Tegang banget sih pak, kek pengen ijab kabul." Suara cempreng yang familiar muncul dari belakang, mengagetkan Yoga yang sedari tadi bengong sendiri. Berteman dengan Kemal Jovian sejak kelas sepuluh tentu saja membuat Yoga bisa mengenali suaranya.

Yoga meninju lengan Kemal pelan

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Yoga meninju lengan Kemal pelan. "Ngagetin aja lo."

Kemal menatapnya tidak percaya. "Kayak gitu lo bilang kaget? Lo ngedip aja kagak woy? Eh barusan ye, gue ngagetin si Dominic Toretto—"

"Dominic Toretto?"

"Doni, Doni. Anak IPS 4. Yang gede banget itu. Kayak Dominic Toretto."

"......oke."

The Art of CoincidenceTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang