Sejujurnya, Sarah tidak menyangka kalau dia bakalan terperangkap dalam urusan super ribet yang berwujud sebagai festival seni sekolah di mana ia tiba-tiba saja diamanatkan menjadi sekretaris II, direkomendasikan sendiri oleh Kinan, sang sekretaris I.
Awalnya tentu saja Sarah menolak. Mana mungkin dia menyetujui tanpa perlawanan? Kalau disuruh bantu-bantu sebagai staf biasa sih dia tidak bakal protes. Tapi kalau jadi badan pengurus harian yang notabene diisi anak kelas 11 yang menyebalkan dan bossy itu jelas beda cerita. Apalagi anak-anak cheerleaders dan saman. Aduh, Sarah paling nggak bisa deh, berada di sekitar mereka.
Lagipula, kan dia ikut paduan suara karena dia suka menyanyi, tapi tidak berani nyanyi sendirian. Jadi selama ini semua hal-hal yang tidak enak yang ditemukan selama ikut padus masih bisa ia tolerir. Karena selain pelatihnya asik, senior-senior padus tergolong menyenangkan kalau dibanding senior-senior saman dan cheerleaders.
Dan juga, masih ada Lya dan Manda—yang dulu sering mangkir karena keasikan karate—dan kehadiran mereka membuat kegiatan padusnya selama ini oke-oke saja.
Tapi akhirnya pertahanan Sarah luntur juga lantaran Kinan yang terus-terusan memepetnya dengan berbagai alasan.
"Kita kekurangan SDM, Sar, kalo nggak mah gak bakal juga gue minta tolong elo."
"Mau ya? Ya? Ya? Ya? Kerjaan lo nggak berat-berat banget kok, kan ada gue."
"Nggak ada orang lain yang bisa gue percaya, Sar. Ada sih, tapi kan mereka udah punya jabatan sendiri-sendiri,"
"Plis banget dong, lo nggak akan tega kan ngebiarin gue kerja sendirian ngurusin acara segede gini?"
Akhirnya karena tidak enak juga dengan Kinan yang memintanya berkali-kali, Sarah mengiyakan tawaran tersebut. Soalnya, benar juga yang dibilang Kinan kalau acara ini termasuk program kerja terbesar OSIS dengan ekskul bidang seni.
Festival seni adalah proker kerjasama antara OSIS dengan ekskul bidang seni yang terdiri dari saman, paduan suara, teater, cheerleaders dan band. Awalnya masing-masing ekskul punya acara sendiri-sendiri dan sekolah mereka tidak ada festival seni.
Event terbesar paling hanya ulang tahun sekolah. Tapi kemudian beberapa tahun lalu bidang seni memutuskan untuk berkolaborasi membuat festival seni seperti di sekolah-sekolah lain.
Dan karena waktu itu festival seni sukses besar walaupun baru pertama kali diadakan, angkatan-angkatan sesudahnya merasa dituntut untuk membuat festival seni selanjutnya lebih sukses lagi—atau mereka bakal kena kritik pedas alumni.
Ini, nih, bagian yang paling membuat Sarah malas.
Bagian lainnya adalah chat dari Kinan pagi ini:
Kinan: Sar tolongin ke Lison dong, ambil proposal eksternal. Jadi hari ini katanya, jam 1 udah bisa diambil. Gue nggak bisa nih ada ulangan, takutnya kalo ngambil pas istirahat gak keburu balik. Tolongin ya, udah diperluin ntar malem buat bekal kita galang dana pas street performance.
Street performance. Kalau kata Manda, istilah ngamen yang dikeren-kerenin.
Gimana ya, mau kesal juga kan ini udah bagian dari kerjaan Sarah juga. Tapi Lison, tempat percetakan yang disebut Kinan, lumayan jauh dari sekolah. Dipilih karena memang harganya lebih murah dibanding tempat percetakan lain.
Sarah menghitung-hitung. Istirahat kedua pas jam 1, sih. Sehabis itu Sarah ada mata pelajaran Bimbingan Konseling dan Geografi. Dia bisa keluar sekolah kira-kira setengah dua, setelah solat zuhur dan mengurus surat izin keluar ke guru piket.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Art of Coincidence
Fiksi Penggemar"The world is so unpredictable. We are ruled by the forces chance and coincidence." - Paul Auster. Call it luck. Call it chance. Call it karma, call it fortunate. Here we are, coinciding coincidences.