Bagian 4 - Afilasi yang pecah

58 11 6
                                    

Afiliasi yang pecah


Batinku remuk
Tak berbentuk
Tercerai berai
Seberinda usai

Kucoba merakit
Menjajal bait
Yang kau bobol, dulu
Tapi, kasih telah lalu

Tak ada suam
Cucuk kau tanam
Dalam lubuk terdalam
Sentosaku padam

Ingin kumengacar binar
Sampai tak bisa kutakar
Ditumpas badai
Tak bisa kulerai



-Dari hibat yang merintih





🐣🐣🐣





Satu hari, 24 jam. Dikalikan 14 hari. 336 jam. 20.160 menit.
1.209.600 detik. Dan selama itu, aku masih larut dalam masalah. Masih memikirkan semua tentang dia. Belum juga lepas dari masalah antara aku dan dia.

Masalah kami belum juga terselesaikan. Sampai sekarang. Bukannya aku tidak berusaha menemuinya, namun dia teramat pandai menghindar.

Jadi, bukan salahku kan jika masalah ini belum selesai?

Aku tidak ingin membela diri. Memang benar, akulah penyebab keretakan hubungan kami. Tidak ada pembelaan untuk itu. Tapi, dengan berbagai usaha pula aku berupaya memperbaiki segala kesalahanku. Namun, semua sia-sia. Apa yang kulakukan percuma.

Sudah kuhubungi kontak Ando berkali-kali, ratusan pesan sudak aku kirim. Tetapi, tidak ada tanggapan darinya. Pesanku saja tidak dibaca. Dia benar-benar menghindar. Aku bingung dengan apa yang terjadi pada dia.

Aku tahu dia tidak benar-benar sibuk, sampai tidak pulang ke rumah. Aku tahu kegiatan dia apa saja. Dia hanya lari dari aku. Dia bahkan menginap di rumah neneknya agar tidak bertemu denganku. Sekalipun kami bertemu, dia cuek. Sapaanku tidak digubris.

Lalu, apa yang harus aku lakukan?

Aku bingung. Tidak mengerti dengan keadaan. Apalagi diperparah dengan sikap Ando yang tidak mau memberi kesempatan untukku. Tidak mau menatap aku.

Beberapa hari yang lalu aku bertemu dengannya. Kukejar dia, kemudian kutarik tangannya.

"Ando, kita mo bicara deng ngana. Jangan lari-lari, kuak."

Ando menghentakkan tanganku kasar. "Sudah jo kuak. Lebih baik ngana menjauh dari kita," tuturnya, kemudian pergi meninggalkanku.

Aku tidak berharap bisa kembali seperti dulu lagi. Dia masih mau berteman denganku saja, aku sudah bahagia. Tidak perlu dia harus menerima cintaku. Aku mengerti. Cinta tidak bisa dipaksakan.

Semua hanya mimpi.

Mimpi dari tidur indahku. Sebuah angan yang tidak akan kudapat. Sebuah harapan yang hampah.

Sangat tidak mungkin.

Semua telah hilang tak tersisa.

Tapi, aku terima.

Tidak mempersoalkan itu. Lalu apa yang dia takutkan hingga menghindar dari aku?

Apa dia marah? kecewa padaku? Kami pernah melewati masalah-masalah lain sebelumnya. Namun masih bisa kami selesaikan. Tidak sampai tiga hari. Dan itu karena dia tidak menghindar. Tidak terus lari.

Apa dia tidak mau dekat-dekat denganku lagi? Tapi kenapa? Apa yang dibencinya dari aku. Apa yang tidak dia terhadap aku. Harusnya dia menyatakan semua di hadapanku. Agar semua jelas. Dan aku tidak bertanya lagi. Bisa berusaha melupakan dia. Sebenarnya ada apa dengan dia?

Secangkir KopiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang