Bagian 6 - Mencoba tuk pergi

40 11 14
                                    

Mencoba tuk pergi

Pernah aku menaruh rasa
Kukecap, asam, manis, pahit terasa
Begitu sedap, hingga sedap kulahap
Tak terasa, jariku pun kusantap

Darah mengalir deras, perih, kulitku sobek!
Lalu kau garami, pedih, tapi kau cuek bebek
Tutup mata dengan apa yang terjadi
Kau jahat! Tak berhati! Lukaku makin menjadi!

Pantaskah kau kuperjuangkan?
Kau tikam hatiku tanpa alasan
Ingin aku menjauh, aku sakit, lagi
Dan sekarang aku pergi

Sampai jumpa...

-Dari aku yang tak lagi di sisi
Hibatku telah tiada


🐾🐾🐾

Sebelum semua benar-benar berakhir, ada baiknya segala hal diselesaikan terlebih dahulu. Agar tidak ada yang menjadi beban pikiran lagi dan yang pasti, tidak ada yang mengganjal lagi. Selagi masih ada waktu, kenapa tidak segera ditumpas. Ya, kan?

Toh, aku akan pergi dalam jangka waktu yang tidak pasti, dan aku rasa, aku akan menetap cukup lama di sana. Tidak mungkin hanya beberapa bulan. Karena itu, sebelum aku menghilang dari peredaran mereka, aku ingin bicara langsung mengenai berbagai perkara yang kupikirkan. Meminta restu dari semua yang ada di sini. Mengucap sampai jumpa terhadap kota Tomohon yang telah membesarkan aku.

Seperti sekarang ini, aku sedang berhadapan dengan orang yang telah berhasil mencuri hatiku, sekaligus menjatuhkan pada waktu bersamaan.

"Apa lagi yang ngana mo bilang?" tanyanya dengan raut wajah tidak suka.

Aku memang memaksanya supaya mau bicara denganku. Memaksa dalam arti benar-benar menyeret dia ikut denganku. "Yang pertama kita mo bilang, kita minta maaf kalo memang ngana nyak suka dengam apa yang kita da bekeng."

Dia belum merespon apa-apa. Masih diam memandangku. Mungkin dia masih mau mendengar semua apa yang ingin aku ungkapkan. Iya, mungkin begitu.

"Minta maaf so bekeng torang pe pertemanan hancur karena kita pe rasa pa ngana. Betul-betul ndak ada maksud apa-apa. Sampe-sampe torang pe pertemanan jadi begini. Ndak sama deng dulu."

Aku masih menanti jawabannya, entah apa yang ia pikirkan. Beberapa menit berlalu. Namun ia masih saja diam. Ada apa dengannya?

Tidak baik jika aku memaksakan kehendak agar dia mau memberi maaf padaku. Sangat tidak baik.

Jadi, apa yang harus aku lakukan.

Tetap menunggu kah? Ya, mungkin sebaiknya begitu.

"Sejak kapan?" tanya Ando tanpa menatapku. Mungkin dia sedang mempertimbangkan sesuatu.

Sejak kapan? Aku tidak tahu pasti. Tapi aku rasa telah lama. Awal perkenalan kami mungkin. Atau? Entahlah.

Rasa itu begitu cepat menyelusup di hati. Tanpa minta izin terlebih dahulu. Datang tiba-tiba, namun enggan pergi. Walau sudah aku usir. Telah kucoba membunuh semua. Tapi dia seakan abadi. Sulit mengaturnya. Atau mungkin tak bisa?

Sejak dulu memang aku terlalu larut dengan rasa. Sampai lupa, apa sebenarnya hubunganku dengan dia. Pikiranku hanya berpusat padanya. Hingga berdampak buruk padaku. Seperti yang terjadi saat ini.

"Sejak torang dua baku kenal, terus dekat. Pas itu kita ndak percaya ini rasa betul. Tapi lama kelamaan kita sadar. Semua so terlanjur ada. (Sejak kita berkenalan, terus dekat. Waktu itu aku tidak percaya rasa ini benar adanya. Tapi lama kelamaan aku sadar. Semua sudah erlanjur ada.)"

Aku tidak ragu lagi mengungkapkan. Inilah yang terbaik. Ya, benar. Aku tidak boleh takut. Harus berani.

"Jadi begitu," katanya. "Mar, lebih baik ngana menjauh. Torang ndak usah baku dekat ulang."

Apa? Jadi itu yang dia inginkan. Sudah aku duga.

Aku tersenyum kecut. Kisah cinta pertamaku ternyata berakhir dengan begitu menyedihkan. Mungkin ini sudah jalanku.

"Oke. Kita mo pigi, sampai jumpa Ando. Semoga ngana baik selalu. Sukses terus ya."

Semuanya telah aku selesaikan. Dan sekarang saatnya aku pergi. Dan meraih apa yang harus aku raih.

Kita bisa saja mencintai orang lain. Entah memperjuangkan atau tidak, semua sama. Kita pasti akan merasakan patah hati. Jadi, lebih baik dicoba kemudian patah, daripada tidak sama sekali. Namun, menanggung sakit. Benar kan?

Patah hati itu resiko dari mencintai. Bukan berarti membuat kita jatuh dan tidak bisa bangkit lagi. Justru hal tersebut seharusnya membuat kita kuat. Karena akan ada berbagai rintangan yang berkali-kali lebih berat. Jadi, kalau hal begini saja tak bisa kita hadapi, bagaimana dengan berbagai hal di kedepannya nanti?

🐾🐾🐾

"Baik-baik di sana, Nak. Jangan lupa beribadah pada Tuhan. Berdoa padanya. Jangan nakal. Hubungi Mamak kalo so sampe. Jangan khawatir dengan keadaan di sini. Kase lepas beban pas ngana di sini. Ingat terus ya pesan Mamak."

Aku makin erat memeluk Mama. Aku pasti akan rindu pada sosok ini. Mama yang selalu mendukungku. Rasanya aku tidak ingin lepas dari pelukan Mama, tapi aku harus pergi. Demi meraih impian, membanggakan mereka.

"Mamak juga baik-baik di sini ne. Kalo ada apa-apa kase tau. Jangan pendam sendiri. Jaga diri ya, Mamak. Anggi sayang Mamak."

Inilah saatnya aku berjuang. Berusaha keras sendiri. Aku harus mandiri. Belajar melakukan hal-hal yang baru. Aku pasti bisa meraih keinginanku. Ya, aku harap. Semoga Tuhan menghendaki.

Memang, segala sesuatu pasti ada akhirnya. Apapun itu. Termasuk kisahku dan dia. Semua usai di sini. Begitu menyedihkan. Tapi semua adalah yang terbaik. Pembelajaran yang sangat berharga untukku. Juga awal dari cerita baru.

"Dadah, Mamak."

Aku pun lekas pergi, sembari melambaikan tangan pada Mamak. Aku pasti akan melakukan yang terbaik di sana.

Sampai jumpa Tomohon.

Dan...

Sampai nanti cintaku.



🐾🐾🐾


Mohon masukannya...

Penunjuk jalan Choco_latte2 rebel_hurt MeAtWonderland

MosaicRile blueincarnation Hldrsd

Pembimbingku spoudyoo WindaZizty TiaraWales spoudyoo

Secangkir KopiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang