Bagian 14 - Kekeliruan yang tak terkendali

25 6 4
                                    


Kekeliruan yang tak terkendali

Jika mencintaimu adalah kesalahan. Apa Tuhan salah menakdirkan garis hidup kita?

🐺🐺🐺


Pekerjaanku telah usai semua. Aku membaringkan tubuhku pada ranjang kecilku yang begitu nyaman. Tempat yang sangat ingin aku kunjungi sejak tadi. Dari siang sampai malam tadi, kafe begitu ramai, karena ada perayaan yang dibuat di kafe tempat di mana aku kerja. Hal itu tentu saja berdampak padaku dan juga pekerja lainnya. Kami harus bekerja lebih keras lagi.

Namun, pekerjaan kami tak sia-sia begitu saja.

Karena jam kerja pekerja seperti kami ditambah, maka upahnya juga mendapat plus.

Usaha tak pernah mengecewakan hasil.

Kerja yang menyenangkan. Dan sekarang saatnya mengistirahatkan tubuhku. Badanku terasa pegal-pegal semua. Uhh, jadi ini rasanya kerja. Begitu sulit. Dulunya aku berpikir kerja itu mudah, hanya melakukan tugas sampai habis jam kerja, kemudian selesai. Sudah, begitu saja.

Tapi, nyatanya tidak seperti itu. Kerja itu sulit. Entah kerja di bidang apapun, semua membutuhkan usaha dan pastinya kita akan merasakan lelah.

Aku mengerti sekarang, bagaimana sulitnya mencari uang.

Pantas saja ada sebagian orang yang rela melakukan apapun demi uang. Sampai menghalalkan segala cara. Namun, aku tidak bisa sembarangan membuat kesimpulan pada mereka. Aku tidak tahu kenapa mereka melakukan hal tersebut. Mungkin ada alasan-alasan tertentu yang membuat seseorang rela melakukan hal-hal yang dilarang, dan aku tidak tahu apa penyebabnya.

Dunia ini memang sudah sangat tua.

Sudah begitu banyak hal-hal baik yang hancur.

Tidak hanya mengenai perkara itu. Adapun perkara lainnya yang tak kalah miris. Yakni saat melihat bumi makin rusak. Kekayaan alam yang harusnya dijaga diparut habis. Dan orang-orang yang tak bertanggung jawab tidak memperbaiki kerusakan yang mereka lakukan.

Bumi makin rusak.

Sungguh miris.

Tetapi, dibalik itu ada orang-orang yang peduli akan bumi. Walau tidak banyak. Mereka orang-orang yang...

Ping

Ping

Handphone-ku berbunyi, tanda pesan masuk. Siapa yang mengirim pesan malam-malam begini? Apa ada yang penting?

From: Pak Angga
Hai, bagaimana kabarmu? Maaf baru menghubungi. Aku kerja ke luar kota selama beberapa hari ini. Tiba-tiba saja aku di perintahkan pergi, jadi tak sempat menghubungimu.

Dari... Angga?

Akhirnya juga dia menghubungiku. Bagaimana keadaanya sekarang?

Lalu, kenapa aku sangat bersyukur karena melihat pesan dari dia.

Apa yang salah dari diriku?

Dan saat itu aku sadar.

Aku telah jatuh untuk yang ke dua kalinya.



🐺🐺🐺


Akhirnya aku lega. Angga sudah kembali bisa dihubungi. Semalam selepas dia mengirim kabar padaku, kami berbincang-bincang banyak hal. Baru beberapa hari tidak bertemu, namun rasanya seperti bertahun-tahun.

Aku senang dia tidak kenapa-kenapa.

Dan hubungan kami masih cukup baik sampai sekarang. Aku harap sampai nanti pun terus begitu.

"Gik, jadi gimana?" tanya Masya tiba-tiba mengejutkanku dari lamuan.

"Hah?" bagaimana apanya? Hoaa, aku tidak mendengarkan dia baik-baik saat sedang curhat.

Dia mulai murung. "Jadi, kamu gak dengerin aku dari tadi. Padahal udah banyak banget yang aku omongin. Masa gak ada yang ditangkep sih. Ah, Anggi mah gitu," rajuk Masya sedih.

Uh, bagaimana ini? Aku jadi merasa bersalah.

"Aku denger kok. Soal brondong yang deketin kamu, bukan?" tanyaku mencoba menghiburnya.

"Oh, syukur deh kamu dengerin," katanya. "Nih, ya, masa udah tahu masih bocah, coba-coba pdkt sama yang seharusnya jadi kakaknya padahal kita beda 5 tahun loh, jauh banget kan?"

"Wih, dia 5 tahun lebih muda darimu. Kenapa mau ngejer-ngejer kamu, ya. Kan banyak dedek-dedek gemes yang cantik dan manis-manis. Kenapa harus kamu gitu. Kayak gak ada yang lain aja."

Masya mendesis. "Jadi, maksud kamu aku gak cantik gitu? Gak manis?" katanya sambil menyipitkan mata, mengintrogasiku.

Sepertinya dia salah mengartikan. Aku jari salah lagi. "Bukan begitu. Maksudku kan banyak cewek-cewek yang cantik seumuran sama dia. Kenapa harus ngejer yang lebih tua," ucapku sok tahu.

"Hmm. Iya, bener. Kenapa maunya yang lebih tua."

"Mungkin dia pecinta tante-tante," gumamku.

Masya mengangguk-nganggukkan kepala. "Iya, mungkin begitu," tuturnya. "Eh, apa kamu bilang, jsdi aku udah kayak tante-tante gitu?!" Dia baru sadar ternyata apa yang barusan aku bilang.

"Udahlah, 5 tahun lebih tua, itu artinya tante-tante, Masya," kataku.

"Gak juga. Bukan tante-tante. Tapi, kakak," ngototnya. "Kakak ya bukan tante, toh aku gak suka sama dia, jadi terserah deh apa yang mau dia lakuin," lanjutnya.

Sama seperti pria itu yang berusaha meraih cintanya, namun tak pernah mencapainya. Begitu pun aku yang selalu dekat dengan pujaan hatiku tapi tak bisa mengambil hatinya. Sungguh menyesakkan.

Harusnya kita menghargai cinta yang diberikan orang lain. Meskipun tidak bisa membalasnya. Karena ditolak itu sakit. Mungkin karena itu Tuhan memberi pelajaran dengan membuat kita jatuh. Jatuh pada hati yang salah.

Sangat tidak terduga.

Namun, apa si dia selamanya akan terus menolakku?


🐺🐺🐺


Mohon masukannya.

Secangkir KopiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang