06

1K 257 33
                                    

Jangan lupa untuk klik tombol bintang sebelum membaca ya.

A.n: disini udah aku balikin ke normal ya, jadi udh ga flashback lagi. Oiya aku jg mau ucapin makasih buat yg suka misuh misuh soal guanlin yg jahat, soal seonho yg kelewat baik, soal jihoon yang akhirnya ga berperan sbg pho dan lainnya wkwkwkwk aku seneng bgt deh. Makasih ya pokoknya. I laf u all.

"Aku tidak mengerti dengan jalan pikiran Guanlin, Bae. Selama ini aku bahkan meminta izin padamu saat ingin pergi dengannya. Bagaimana bisa dia menganggap aku mencintainya?" Jihoon melemparkan dirinya ke sofa panjang milik Jinyoung.

"Lalu, apa yang bocah itu katakan?" Jinyoung dengan suara dinginnya.

"Aku bilang padanya bahwa aku mencintaimu dan dia dengan jahatnya berkata bahwa dia bosan dengan keadaan Seonho yang buta. Demi Tuhan, Bae, Seonho bahkan selalu mengerti setiap kemauan Guanlin. Bagaimana bisa Guanlin dengan bodohnya berbicara seperti itu?" Jihoon memijat pelipisnya. Rasanya kepala ini akan pecah sebentar lagi saat Jihoon ingat akan kata kata Guanlin di cafe.

"Hoon-ah, aku yakin Guanlin tidak benar benar memikirkan perasaannya sekarang." Jihoon menaikan alisnya bingung.

"Kau tau kan, Guanlin adalah seorang yang perfectionist? Guanlin hanya menganggap kebutaan Seonho akan mencacati kesempurnaan kisah mereka, padahal Guanlin sendiri juga sebenarnya sangat mencintai Seonho, tapi bagaimana ya cara menjelaskannya," Jinyoung mengacak rambutnya frustasi.

"Ya, aku mengerti. Guanlin bilang ia bosan pada Seonho bukan dari hatinya sendiri? Tapi dari logikanya yang menuntunnya menjadi seorang yang menitikberatkan kesempurnaan secara lahiriah?" Jinyoung mengangguk mantab.

"Kekasihku yang terbaik," lalu Jinyoung ikut duduk di samping Jihoon dan merengkuh pemuda manis di sampingnya itu.

"Jadi apa yang harus kita lakukan, Bae? Aku tidak mau Seonho disakiti oleh kelabilan seorang Guanlin," tanya Jihoon dan Jinyoung hanya meliriknya sebentar.

"Kita akan bilang pada Seonho yang sebenarnya dan membiarkan Seonho memutuskan langkah selanjutnya," ujar Jinyoung.

.
.

"Sial!" Guanlin mengacak rambutnya frustasi. Bukan ini yang Guanlin inginkan. Bukan penolakan dari seorang Park Jihoon dan juga kata kata diakhir pertemuannya dengan Jihoon yang mengatakan bahwa Jihoon akan menjauhkan Guanlin Dari Seonho.

"Bagaimana bisa aku sebodoh ini?!" tanya Guanlin pada dirinya sendiri yang kini telah ada di depan cermin.

Rasanya Guanlin ingin marah saat ini. Entah marah karena penolakan Jihoon atau karena kata kata Jihoon soal Seonho tadi. Guanlin sendiri tidak habis pikir, bagaimana mulutnya bisa dengan lancang berkata demikian? Berkata bahwa ia lelah dengan kelemahan Seonho dan berkata bahwa Seonho tidak melakukan apa yang Guanlin inginkan. Guanlin merasa bersalah pada Seonho saat ini. Tapi dilain sisi, Guanlin sebenarnya hanya ingin merasakan kesempurnaan kembali di cerita cintanya bersama Seonho. Saat Seonho selalu ada untuknya, menonton pertandingan basket Guanlin, merecoki Guanlin saat sedang tidur di rooftop sekolah dan masih banyak lagi hal hal yang ingin Guanlin lakukan bersama Seonho, tapi sedangkan saat ini Seonho tengah buta. Bagaimana bisa dia melakukan semua itu bersama Guanlin?

Guanlin mendudukkan dirinya di kasur dengan kedua tangan menopang kepalanya. Sudah seminggu lebih bahkan Guanlin tidak menengok Seonho di rumahnya. Selama ini Guanlin selalu sibuk mengejar Jihoon hingga benar benar rasanya ia mengabaikan Seonho. Tiba tiba Guanlin merasa rindu. Benar benar rindu pada Seonho. Guanlin mengeluarkan handphone dari saku celananya, membuka lockscreennya dan tersenyum mendapati gambar yang ada disana.

"Bagaimana bisa aku mengejar orang lain, saat hatiku nyatanya sudah terjerat padamu? Maafkam aku Yoo Seonho."

Guanlin langsung mengambil kunci motornya dan pergi ke tempat yang seharusnya ia datangi setiap hari, rumah Seonho.

.
.

Sampainya di rumah Seonho, Guanlin disambut oleh Ny. Yoo dan langsung menyuruh Guanlin menunggu di bawah dan memanggil Seonho di kamarnya. Tapi karena Guanlin yang hari ini kadar kerinduannya memuncak, langsung mengikuti Ny. Yoo menuju kamar Seonho.

"Seonho, kenapa hanya diam di kamar? Guanlin sudah menunggumu di bawah," Guanlin melihat dari luar bahwa Seonho memangku handphonenya, menunggu telepon dari Guanlin sepertinya.

"Ibu bercanda. Guanlin saja tidak menghubungiku, bagaimana mungkin ia datang kemari?" Guanlin sedikit tertohok mendengar pertanyaan itu, namun ia juga melihat senyum tipis dari bibir kekasihnya itu.

"Apa aku harus menelepon juga untuk datang kemari? Rasanya seperti lapor kepada satpam saat akan masuk ke rumah sendiri. Haha" Guanlin langsung masuk ke dalam dan memeluk Seonho singkat.

Guanlin dan Seonho saling melepas rindu berdua, Ny. Yoo setelah itu pergi ke dapur untuk menyiapkan makan malam keluarga.
Suasana yang tadinya sudah cair malah menjadi beku kembali saat Guanlin salah bicara mengenai poni Seonho yang menutupi matanya. Seonho langsung diam dan menyuruh Guanlin dengan alasan ingin tidur, tapi nyatanya Guanlin tidak keluar dan Seonho benar benar tertidur.

Guanlin mengusak lembut surai kekasihnya yang kini telah mengeluarkan dengkuran halus.

"Aku tadi belum selesai bicara, Seonho-ya. Ponimu yang panjang itu menutupi pengelihatanku. Aku hanya ingin melihat matamu yang walaupun sedang terluka, namun ia tetap dapat memancarkan cahayanya. Maafkan aku Seonho-ya. Maafkan aku karena aku sempat berpikir bahwa kau adalah kekuranganku," Guanlin masih setia mengelus surai lembut Seonho sambil mengatakan seluruh isi hatinya, walaupun Guanlin tau Seonho tidur dan ia tidak mendengar Guanlin.

"Aku seharusnya menjadi orang yang bisa menyempurnakan kekuranganku sendiri. Harusnya aku bisa menyempurnakan hubungan kita sendiri Seonho-ya, bukannya malah pergi mengejar orang lain dan melupakanmu. Nyatanya memang tidak ada yang bisa menggantikan posisimu. Lagipula, aku juga sadar bahwa aku jugalah yang menjadi penyebab kebutaanmu ini kan?" Guanlin menangis saat ini. Guanlin ingat bagaimana dirinya meminta Seonho untuk memakai contactlenss daripada menggunakan kacamata, karena kacamata akan merusak kesempurnaan Seonho, katanya. Namun kini nyatanya malah contactlenss lah yang menjadi penyebab kebutaan Seonho.

Guanlin benar benar menyesal sampai menangis dan tertidur di samping Seonho. Sejak Guanlin menangis tadi, Seonho terbangun karena suara tangisan Guanlin dan juga bajunya yang basah karena air mata Guanlin. Seonho menangis dalam diam, ternyata semua itu benar. Siang tadi sebelum Guanlin datang, Jihoon dan Jinyoung menemuinya dan menceritakan semua tentang apa yang Guanlin lakukan selama inin kepada Jihoon. Seonho memang merasa sakit tadinya, tapi saat tadi Guanlin menangis sambil memeluknya, Seonho yakin bahwa Guanlin telah kembali menjadi Guanlinnya.

.
.

Malamnya, setelah Guanlin dan Seonho makan malam bersama keluarga Seonho, Guanlin langsung berpamitan untuk pulang.

"Jaga dirimu baik baik, jangan sampai terluka dan aku mencintaimu." ujar Guanlin sembari mengecup singkat bibir Seonho.

"Ya, hyung juga hati hati. Langsung istirahat jika sudah sampai di rumah dan aku juga mencintaimu." Guanlin tersenyum. Seonhonya memang yang terbaik. Lalu setelahnya Guanlin pulang.

Setelah Guanlin pergi, Seonhi duduk di ruang keluarga bersama ayah dan ibunya.

"Ayah, ibu, aku ingin pergi bersama Minhyun Hyung ke Singapore untuk operasi mata," ayah dan ibu Seonho tentu saja senang mendengar keputusan anaknya ini.

"Tidak apa apa meninggalkan Guanlin Hyung sebentar untuk operasi disana, daripada aku harus menunggu lama untuk operasi disini," ujarnya lagi.

"Baiklah, ayah akan aturkan jadwal penerbanganmu dan ibu yang akan menghubungi Minhyun hyung disana," ujar ayah Seonho. Seonho hanya mengangguk dan kembali berjalan menuju kamarnya dengan meraba raba sisinya, karena tadi Guanlin membuang tongkatnya di kamar Seonho saat hendak turun makan.

"Tapi, jangan beritahu Guanlin hyung jika aku pergi." Seonho berbalik saat mengucapkannya. Dan ayah serta ibu Seonho menyetujuinya.

Blind // guanhoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang