07

1K 244 11
                                    

Jangan lupa untuk klik tombol bintang sebelum membaca yaaaa.

Hari ini, entah mengapa perasaan Guanlin sedikit tidak enak. sedari tadi Guanlin hanya gusar mengusak rambutnya tanpa memperhatikan pelajaran yang tengah diberikan oleh guru didepannya.

"Hey dude, ada apa denganmu?" Woojin menyeggol siku Guanlin. Woojin juga kebingungan melihat perilaku sahabatnya yang tidak biasa itu.

"Tidak, aku hanya-" 

"Woojin dan Guanlin silahkan meninggalkan kelas sekarang juga!" Ujar sang guru dari depan kelas.

"Saya paling tidak suka ada murid yang mengobrol saat saya sedang menjelaskan! Cepat keluar!" Bentak sang guru. Woojin dan Guanlin menggaruk tengkuk mereka kikuk. Ternyata ketahuan, batin Woojin. 

Guanlin dan Woojin sekarang sudah ada di kantin. tempat mana lagi yang bisa dikunjungi sat diusir dari kelas sat jam pelajaran, hm? Woojin yang sedari tadi penasaran dengan jawaban Guanlin kembali menyenggol Guanlin yang kini tengah meletakkan kepalanya menunduk di meja.

"Ada apa lagi, Woojin-ah?" Guanlin terlihat kesal, tapi Woojin tidak peduli.

"Harusnya aku yang bertanya padamu, bodoh. Ada apa denganmu? Tidak biasanya kau tak bersemangat seperti ini?" Guanlin mengangkat kepalanya dan menghadap ke arah Woojin di depannya dan menghembuskan napas kasar.

"Entahlah, aku juga tidak mengerti mengapa aku seperti ini. Kemarin aku hanya mengungkapkan perasanku pada Jihoon hyung, tapi-"  Woojin menganga sekarang. Guanlin baru saja mengatakan bahwa dirinya mengutarakan perasannya kepada Jihoon? Kekasih dari salah satu senior yang paling dekat dengannya, Bae Jinyoung?

"Aku benar benar tidak mengerti jalan pikiranmu, Guanlin-ah. Kau tau sendiri bahwa kau sudah mempunyai Seonho dan juga Jihoon hyung juga sudah menjadi kekasih untu orang lain, tapi kenapa kau jadi tega seperti ini mengungkapkan perasaan tidak jelas itu?" Woojin yang sedikit emosi memotong penjelasan dari Guanlin dan memukul kepala sahabatnya itu, berharap agar kewarasan Guanlin sedikit membaik untuk saat ini.

"Aish! Dengarkan aku dulu!" ujar Guanlin yang sedikit kesal dengan Woojin.

"Aku memang bilang pada Jihoon hyung bahwa aku mencintainya, tapi dia menolakku dan ia pergi dan berkata bahwa ia akan menjauhkan Seonho dari pemuda brengsek sepertiku." ujar Guanlin frustasi.

"Aku setuju dengan ucapan Jihoon hyung. Kau memang pantas dijauhkan dari Seonho." ujar Woojin, Guanlin menatap Woojin kesal. Bagaimana bisa sahabatnya sendiri berkata seperti itu?

"Aku tau dirimu Guanlin-ah. Aku mengenalmu bahkan dari sebelum kita berkenalan 17 tahun lalu. Aku tau kau mencintai Seonho, tapi aku juga tau bahwa sisi perfectionistmu itu memang sulit untuk dihilangkan," Woojin mengambl napas sebentar.

"Kau hanya memikirkan kesempurnaan Seonho melalui bagaimana keaadaan fisiknya, bukan? Pernahkah kau berpikir bahwa Seonho adalah makhluk sempurna untuk seorang yang memiliki banyak kekurangan sepertimu? Pernahkah kekasihmu terdahulu menuruti semua kemauanmu? Pernahkah Seonho mengabaikan sesuatu tentang dirimu walau hanya sekecil debu?" Guanlin diam mencerna kata kata sahabatnya itu.

Woojin benar. Seonho bahkan hampir tidak pernah menolak apapun yang Guanlin inginkan. Sampai saat Seonho yang menggunakan contactlenss  demi Guanlin saat Guanlin bilang bahwa Seonho akan terlihat lebih sempurna dengan lens itu daripada dengan kacamatanya. Guanlin benar benar menginginkan kesempurnaan yang hanya dapat dilihat dengan mata, sampai sampai ia tidak menyadari bahwa kesempurnaan yang ia dapatkan secara tak kasat mata dari Seonho. Seketika Guanlin kembali merasa bersalah kepada Seonho karena telah mempermainkan perasaan Seonho dan telah mengkhianati kepercayaan yang Seonho berikan padanya.

"Guanlin-ah, cobalah pikirkan baik baik. Seonho tidak buta untuk selamanya, suatu sat ia pasti akan sembuh dan bisa melihat kembali. Apa kau sanggup melihat Seonho suatu saat nanti sudah bisa melihat, tapi tatapannya tidak tertuju padamu melainkan untuk orang lain?" Guanlin menggeleng cepat. Sungguh Guanlin tidak mau Seonho melakukan itu padanya.

"Kembalilah pada Seonho dan mantabkan perasaanmu padanya dan kau harus melakukannya, sebelum terlambat." Guanlin memengernyit bingung.

Sebelum terlambat? Apa maksudnya? — batin Guanlin.

Teeet.. Teeet... Teeeeett

Bel istirahat berbunyi, menandakan berakhirnya masa hukuman bagi Guanlin dan Woojin. Keduanya menghembuskan napasnya lega. Saat Guanlin akan bangkit dari kursinya dan menuju ke toilet, tiba tiba Jihoon dan Jinyoung menghampirinya.

"Duduklah, kami ingin bicara padamu." Jinyoung  mengatakan itu lalu Guanlin kembali duduk di kursinya, Woojin hanya harap harap cemas. Takut mereka berkelahi dan Guanlin terkena masalah lagi.

Akhirnya mereka berempat duduk dalam keheningan, belum ada yang berani membuka suara, terlebih aura deep dari seorang Bae Jinyoung sangat terasa disini.

"Seonho akan pergi ke Singapura untuk menjalani operasi mata." Jihoon akhirnya membuka percakapan. Guanlin dan Woojin terkejut, tentu saja. Seonho tidak pernah bercerita pada Guanlin tentang operasi matanya, entah Seonho yang tidak ingin bercerita atau Guanlin yang kehilangan waktu untuk mendengarkan cerita Seonho.

"Dia akan berangkat besok pagi bersama dengan sepupunya, Hwang Minhyun yang merupakan dokter di rumah sakit tempat Seonho akan di operasi." Jihoon melanjutkan ucapannya dan berhenti sebentar melihat reaksi Guanlin.

"Tapi, mengapa saat semalam aku berkunjung ke rumahnya, Seonho sama sekali tidak membicarakan hal itu, hyung?" tanya Guanlin sedikit tidak percaya dengan apa yang ia dengar.

"Paman dan Bibi Yoo semalam menelepon Jihoon, tepat sesaat setelah kau meneleponya," Jinyoung mengatakan hal itu sambil melirik Guanlin tajam.

"Ah~ sebenarnya semalam aku menelepon untuk meminta maaf pada Jihoon hyung soal kejadian siang tadi, tapi sepertinya ada Jinyoung hyung disana, jadi kupikir aku akan mengganggu apabila aku tetap menelepon Jihoon hyung." jelas Guanlin yang tidak ingin ada salah paham disini.

"Kau bahkan sudah mengganggu kami saat kau terus mendekai kekasihku tanpa memandang adanya aku lagi, Guanlin-ah."

"Tenang, Bae. Tenang." Jihoon menggenggam lembut tangan kekasihnya guna meredakan amarah Jinyoung yang mulai terpancing.

"Guanlin-ah, aku tidak tau apa yang ada di pikiran Seonho, tapi paman dan bibi sebenarnya menyuruhku untuk merahasiakan ini darimu. Aku memberitahumu agar kau bisa berpikir untuk saat ini dan memperbaiki hubunganmu dengan Seonho. Karena..." ucapan Jihoon menggantung, Guanlin dan Woojin di hadapannya sedang menunggu kelanjutan ucapan Jihoon.

Jihoon mengambil napas dan—

"Sebenarnya aku telah memberitahu kepada Seonho soal kejadian siang itu di cafe." Guanlin mengeraskan rahangnya. Pikirannya kacau. Seonho sudah tahu, tapi pemuda itu diam saja dan tidak marah kepada Guanlin?

"Aku memberitahu kepada Seonho agar ia juga bisa memilih apa tindakan yang harus ia lakukan kepadamu. Aku menceritakan semuanya dan Seonho tidak bilang apa apa padaku. Seonho hanya tersenyum dan mengatakan padaku bahwa ia tau apa yang harus ia lakukan. Jadi Guanlin-ah, ini adalah kesempatan terakhirmu untuk menjaga Seonho." Semua yang ada di meja itu diam. Tidak tau harus seperti apa menanggapi pernyataan Jihoon barusan.

Guanlin mendadak bingung. Harus apa dirinya saat bertemu dengan Seonho? Sedangkan Woojin hanya diam melihat sahabatnya itu kebingungan. Dalam hati ia mendukung apa yang dilakukan Jihoon, tapi ia juga khawatir bahwa Guanlin malah akan semakin terpuruk dan tidak menemukan cara untuk memoerbaiki hubungannya dengan Seonho.

"Kalau begitu, kami pergi dulu. Jangan lupa pikirkan langkah yang tepat, Lai Guanlin." Jihoon dan Jinyoung pergi. Bertepatan dengan bel masuk yang dibunyikan. Guanlin semakin tidak bisa konsentrasi pada pelajaran, sepertinya.

"Kau akan baik baik saja jika kau berpikir dengan akal sehat dan menggunakan hatimu, dude. Aku akan selalu mendukungmu." ucap Woojin seraya memberikan tepukan semangat di pundak Guanlin.

Blind // guanhoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang