"Sangat sulit untuk tumbuh dalam keluarga yang sempurna saat kamu tidak sempurna."
***
Junmyeon membulatkan matanya, dia langsung tersenyum kaku dan dalam sekejap langsung mengambil langkah dan berlari sekuat-kuatnya menjauh dari sana, tidak ... dia masih belum mau mati.
"Kau mau kemana ... bocah?"
Junmyeon meneguk ludahnya kasar, suara itu seperti menggema di kepalanya. Tak bisa dipungkiri kalau dia menduga pria itu berada tepat di belakangnya, mungkin sangat dekat. Junmyeon terlalu tegang untuk sekedar melirik ke belakang, masa bodoh dengan perutnya yang masih kosong, dia tetap berlari sekencang yang dia bisa.
"Kau tidak bisa kabur dariku, bocah. Kau sepertinya sudah melihat semua yang kulakukan pada pak tua itu dengan keputusanmu yang menjauh dariku,"
"Pak tua siapa, eoh?! Aku cuma melihatmu menikam pemilik toko roti itu!" Junmyeon langsung menutup mulutnya dengan kedua tangannya, dia benar-benar sangat bodoh, kenapa dia harus mengatakannya?! Itu namanya bunuh diri.
"Iya, tidakkah kau melihat bahwa pemilik toko roti yang tamak itu sudah tua?" Junmyeon memberanikan diri melihat ke belakang dan pupilnya kembali melebar ketika melihat pria itu menyeringai dengan tajam di jarak yang sangat dekat dengannya, satu meter mungkin.
Junmyeon kembali mempercepat laju larinya dengan napas memburu,"kenapa kau terus mengejarku?!"
"Karena ... saksi tidak diperlukan dalam aksiku," Junmyeon kembali melirik ke belakang dan matanya membulat ketika pria itu mengacungkan pisau berlumuran darah yang dipakainya untuk menikam si toko roti kearahnya.
"EOMMA! AKU BELUM MAU MATI! EOMMA! TOLONG ANAKMU! ASTAGA! DEMI TUHAN, KENAPA AKU CEROBOH SEKALI?! EOMMAAA!"
"Astaga!" Pria itu menutup telinganya,"kau berisik sekali, bocah."
"Maafkan aku, ahjussi! Aku memang begini jika sedang panik!" Junmyeon menjerit ketika dia kembali melirik ke belakang, dia langsung menambah kecepatan larinya, mengabaikan tubuhnya yang sudah mulai lelah.
"Ya ... sudah kumaafkan, sekarang aku akan membunuhmu dengan cara yang baru saja kulakukan," Ujar pria itu lagi.
"Yang mana?! Yang saat kau menikam pemilik toko roti itu?! ANDWAE! Itu pasti sangat sakit, huweee! Eomma!!!"
"Yak! Jangan merengek! Aku hanya bercanda!"
"Hah?! Kau sungguh bercanda, ahjussi?" Junmyeon langsung memberhentikan langkahnya dan menatap pria itu dengan napas yang masih memburu.
"Akhirnya, kau berhenti juga. Tidakkah kau berpikir bahwa pria seumurku tidak lelah mengejar bocah sepertimu, hah?" Pria itu menarik napas kemudian membuangnya. "Tapi aku berbohong, aku akan segera membunuhmu, aku hanya beristirahat sebentar,"
Junmyeon membulatkan matanya, dia kembali mengambil langkah seribu untuk segera berlari kembali mengabaikan detak jantungnya yang sudah berpacu dua kali lipat.
"Yak! Kenapa kau kabur lagi, bocah?! Aish!"
***
"Sudah! Terima kasih, hyung! Aku akan menghubungimu untuk menjemput kami nanti," Ucap Minseok sembari melambaikan tangannya dengan bersemangat.
KAMU SEDANG MEMBACA
Why, Leader?
Fanfiction[COMPLETED] Relung langit lagi-lagi berwarna kelabu, meluas sedemikian aksa. Dia bergemuruh, mengamuk dengan lekatan jelaga. Lalu, aku bertanya dengan bahasa malam. Kapan lara ini hilang? [Kim Junmyeon, as a main character.] ©jasminsya