"Jika permainan ini memainkan logika, bagaimana denganku yang melakukan sesuatu tanpa berpikir dahulu?"
***
Special 4k words! Enjoy!
Prang!
Seokjin mengerutkan keningnya, dia melangkah santai ke asal suara. Dia tak percaya dengan adanya makhluk gaib sehingga dia tidak perlu takut jika berada di rumah sendirian, toh dia sudah terbiasa.
Tungkai Seokjin berhenti tepat di depan sebuah gelas kaca yang sudah pecah berkeping-keping di lantai. Dia menoleh ke kanan dan ke kiri, berdecak ketika menyadari bahwa tak ada jendela yang bisa memungkinkan adanya kucing yang bisa saja masuk ke kediamannya.
"Dasar menyusahkan." Seokjin mengambil beberapa lembar tisu kemudian memungut kaca-kaca yang berserakan. Walaupun begitu, dia tidak ingin mengorbankan kakinya jika tanpa sengaja dia menginjak pecahan tajam ini.
Masa bodoh lah jika ada pencuri ataupun penguntit, kan mereka tidak menganggunya walaupun sedikit merusak perabotannya. Seokjin sudah lelah dan dia ingin tidur. Tidur di pagi hari? memang.
Suara gemercik air yang mengalir mulai berbunyi menyapa rungu. Seokjin berpikir sesaat, ini mulai tidak masuk akal. Tapi, intuisinya mengatakan bahwa ini bukanlah sosok yang biasanya ada di kepala seorang idealis.
Harusnya, jika memang ada pencuri di sini, dia pasti akan mengambil beberapa barang berharga milik Seokjin, bukannya malah menyalakan kran air.
Seokjin kembali melangkahkan tungkainya, bibirnya melengkung sempurna hendak menyapa tamu tak diundang yang menganggu ketenangan paginya. Dengan sambutan sarkasme pastinya.
Seokjin menghela napas jengah menatap air yang masih mengalir tanpa seorang pun selain dirinya di sana. Dasar pencuri iseng, pikirnya. Dia mematikan kran air itu dan seketika air tak lagi mengucur dari sana.
"Hei! siapapun kau! pencuri, perampok, penguntit, teroris, pembunuh bayaran, bajak laut ataupun banci yang suka berkeliaran di lampu merah, kuharap jika kau mau mengambil barang-barangku, kau tidak perlu membuatku berjalan-jalan di dalam rumahku sendiri! kalau mau, ambil saja! kau tidak perlu memecahkan gelas dan menyalakan air!"
Hening.
Seokjin menghentakkan kakinya kesal. Dia langsung melangkah dan menutup pintu kamar mandi dan menguncinya dari luar.
"Aku sudah mengunci pintu ini. Kubunuh kau jika kau menyusahkanku lagi!" Seokjin kembali menggerutu kemudian berlari kecil ke arah kamarnya, rasa kantuk perlahan sudah mulai menguasainya.
Seokjin nyaris terbentur gagang pintu andai saja dia tidak menopang tubuh dengan tangan kanannya.
"Apa? kenapa terkunci?" Seokjin bertanya-tanya, seingatnya kunci kamarnya ada di dalam dan dia tidak mengunci pintu ini ketika keluar.
"Jangan mencari masalah denganku! cepat buka pintu ini, eoh! aku benar-benar mengantuk!" Seokjin menendang pintu kamarnya dengan brutal, mengabaikan memar biru keunguan di kaki yang tercipta dari kecerobohannya. Seokjin kembali mencoba menendang pintu kamarnya, berusaha mendobrak, tentu saja dia masih menyayangi bahunya yang tegap itu, lebih baik menggunakan kakinya untuk mendobrak pintu karena dia tidak ingin bahunya memar-memar nanti.
KAMU SEDANG MEMBACA
Why, Leader?
Fanfiction[COMPLETED] Relung langit lagi-lagi berwarna kelabu, meluas sedemikian aksa. Dia bergemuruh, mengamuk dengan lekatan jelaga. Lalu, aku bertanya dengan bahasa malam. Kapan lara ini hilang? [Kim Junmyeon, as a main character.] ©jasminsya