(1) Prolog

1.3K 122 4
                                    



Aku pertama kali bertemu dengannya saat ujian masuk sekolah. Dia berasal dari sekolah yang tidak begitu terkenal sebelumnya (jika kulihat dari seragam yang dikenakannya). Saat itu aku belum terlalu memperhatikannya, dia terlihat sama saja dengan anak-anak lain. Yang membuatnya berbeda hanya satu, yaitu dia memakai syal merah, padahal saat itu masih musim panas. Aku memang tidak terlalu memperhatikannya saat itu, sampai pada saat setelah selesai ujian masuk sekolah, aku dihadang oleh tiga orang temanku yang berasal dari sekolah yang sama denganku.

Aku tahu, mereka pasti akan cari ribut dan aku berusaha untuk tidak memedulikannya. Tapi mereka menghalangiku dan bersikeras agar aku melunasi semua hutang-hutangku pada mereka sebelum kami semua melanjutkan sekolah ke sekolah yang berbeda. Yang kumaksud dengan hutang di sini bukanlah hutang materi seperti uang dan barang-barang berharga, tapi yang dimaksud dengan hutang di sini adalah 'sebuah perkelahian', karena sebelumnya aku telah menghajar mereka bertiga sampai babak belur. Aku bukannya tanpa alasan telah memukuli mereka. Itu adalah kesalahan mereka sendiri karena telah dengan seenaknya berusaha menjadikanku shuttle mereka. Mereka semua brengsek, jadi aku menghajar mereka. Itu adalah kesalahan mereka sendiri dan sekarang mereka memintaku agar aku melunasi hutang, cih dasar baxxxxxx!

Aku hanya ingin menjalani kehidupan yang damai di SMA, jadi aku berusaha untuk tidak menghiraukan mereka. Tapi mereka terus mendesak, seperti kucing yang mengeong pada tuannya, menyedihkan! Mereka menggiringku ke tempat yang sepi, sudah bisa ditebak apa yang akan terjadi jika aku hanya tinggal diam. Tapi, mereka bertiga berjanji tidak akan pernah menggangguku lagi begitu hutang ini sudah aku lunasi, jika tidak, mereka akan terus mengganggu dan mengejarku seperti ini. Sebenarnya mereka bertiga adalah teman sekelasku, aku jadi heran kenapa mereka menjadi begitu terobsesi untuk menonjokiku. Baiklah, demi kehidupan tenangku di SMA, lakukan sesuatu sesuka kalian sekarang juga sebelum aku berubah pikiran, brengsek!

Aku membuang tasku ke samping dan bersiap menerima pukulan. Satu per satu dari mereka bergantian memukuli aku, lalu mereka melakukannya secara bersamaan. Aku sama sekali tidak menutup mataku. Aku ingin melihat bagaimana rupa mereka saat berhasil memukuliku. Mereka tersenyum memperlihatkan giginya, dasar iblis! Tentu saja rasanya sakit, tapi rasa sakit itu tidak seberapa dibandingkan dengan perasaan saat kau mengijinkan orang lain menghajar dirimu sampai babak belur.

"Buat aku babak belur sampai aku tidak bisa membalas kalian, karena jika sampai aku bisa membalas kalian, kalian semua akan mati! hhhha." aku tertawa seperti bocah gila saat mengatakannya.

Mereka menjadi terprovokasi. Mereka menjadi lebih gesit dalam menghajarku. Aku hanya tersenyum sinis. Saat mereka semua sudah kelelahan mereka berhenti menghajarku, lalu terhuyung-huyung duduk di hadapanku. Salah satu dari mereka menawariku rokok, aku menolaknya. Aku tidak merokok sepertimu, brengsek!

Aku tersenyum sinis lagi, "Pergi!" kataku.

Mereka bertiga menatapku.

"Sebaiknya kalian segera pergi setelah menghajar seseorang. Asal kalian tahu, aku masih punya sisa tenaga jika hanya untuk mematahkan lengan kalian."

"Bocah sombong."

"Bocah sinting."

"Brengsek."

Itukah kata-kata yang keluar dari masing-masing mulut mereka. Aku tersenyum puas. Aku tidak merasa kalah, aku justru merasa kasihan pada mereka, mereka semua menyedihkan.

Saat aku sendirian, saat itulah dia muncul. Wajahnya tanpa ekspresi. Wajah indahnya sama sekali tidak berekspresi. Dia berdiri tepat di hadapanku yang sedang duduk bersandar pada dinding. Matanya memandang tepat ke arah mataku. Mata yang juga tidak berekspresi. Mata yang cantik.

"Bunuh diri hanya untuk para pecundang. Dibunuh atau membunuh." Katanya masih dengan menatapku.

Aku tidak bergeming, kemudian dia melemparkan syal merahnya padaku, tepat di wajahku, sehingga aku tidak bisa melihatnya berbalik dan melangkah menjauh dariku.

Suaranya hampir seperti bisikan, bisikan yang tegas. Tatapannya seperti jarum-jarum es. Langkah kakinya seperti ketukan palu thor di telingaku. Kehadirannya seperti aurora di tengah badai kutub. Wanginya seperti wine yang memabukkan. Dia seperti makhluk dari dunia lain. Dia bukan manusia.


AKRASIA [VKOOK] -- [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang