Aku mengikuti V tanpa suara hari itu dan dia pun juga sama. Dia tidak bersuara dan tidak juga menoleh padaku. Kami berpisah di halte bus. Aku membiarkannya naik bus duluan dan menyaksikannya menjauh dariku.
Aku harap malam ini dia bisa tidur nyenyak, tapi sepertinya aku sendiri tidak. Dia telah melakukan hal yang besar. Otaknya yang tadinya kupikir sakit dan aneh itu ternyata berguna juga. Sulit untuk percaya bahwa dia bisa lebih cepat daripada polisi, tapi begitulah kenyataannya. Bocah itu tidak pernah sekalipun membuatku tidak terkejut.
Kasus Sonia telah selesai, aku tidak bisa menggambarkan bagaimana perasaanku saat ini. Ada rasa lega karena akhirnya kebenaran telah terungkapkan, tapi ada juga rasa sesak yang menggelitik hatiku. Kasus ini melibatkan teman-teman sekelasku, bahkan guruku. Kasus ini melibatkan emosi yang lebih dari apa yang bisa kubayangkan.
Aku ingin meninggalkan kasus ini seperti iklan yang lewat, tapi sepertinya aku terlalu berempati pada mereka yang terlibat. Sepertinya aku dan V memiliki pikiran yang sama, kami ingin kasus ini diselesaikan oleh mereka sendiri. Benar kata V, kasus itu sudah selesai dan kami tidak memiliki tempat lagi di sana. Sekarang tinggal bagaimana aku harus mengurusi kasusku sendiri. Kasusku dengan V.
Dia telah berjanji padaku dan aku percaya bahwa dia akan menepati janjinya seperti dia percaya padaku. Dia berjanji bahwa dia akan mengungkapkan semua yang ingin kutahu setelah kasus Sonia selesai. Sebenarnya, hatiku tidak berhenti berdebar dari kemarin. Bahkan, setelah kasus itu selesai hatiku justru semakin berdebar. Sensasi menegangkan dalam tubuhku tidak pernah berhenti memudar. Aku ingin mendengar V mengungkap semuanya, kebenaran tentang dirinya, sesuatu yang membuatku sangat ingin tahu selama ini. Sesuatu yang lebih membuatku tertarik daripada mengungkap pembunuhan Sonia.
Aku memejamkan mataku malam itu dengan debaran yang lebih mistis daripada pekatnya malam. Dan dia muncul dalam mimpiku, dengan syal merah yang berkibar di tengah badai salju. Bukan, itu bukan badai salju, itu badai rinduku. Lalu, semuanya kabur, aku tidak melihatnya di manapun.
***
Aku datang ke sekolah pagi itu, pita kuning polisi telah berpindah dari gedung yang satu ke gedung yang lain, gedung tempatku dan V minum kola, gedung tempat Ai mengikat Sonia. Aku ke dalam kelas dan tidak melihat Ai. Aku keliling sekolah dan dia sama sekali tidak terlihat di manapun. Aku ke kedai Jin, melewati pintu rahasia mereka sendirian.
Aku bertemu dengan pintu dan tanda tutup di luar kedai Jin, dan juga V yang berdiri mematung menatapnya.
"Aku merindukannya." kata V, "ramen Jin." lanjutnya.
Aku membuang nafas, menatap punggungnya, lalu berdiri sejajar dengannya dan menatapnya dari samping. Hidungnya mancung, rahangnya sempurna, bulu matanya lebat, sebagai sesama pria, kuakui aku iri terhadapnya. Bukan karena aku tidak tampan, tapi menurutku dia terlalu sempurna.
"Kenapa kau memandangiku seperti itu?" tanyanya.
"Aku ingin menemukan sesuatu untuk membencimu." jawabku.
"Jangan lari lagi, JK." balasnya.
Aku menelan ludahku dengan kaku lalu mengikutinya menjauh dari kedai Jin. Kami tidak pergi ke sekolah. Duh, aku membolos lagi karena dia.
Kami duduk di halte bus. Aku heran, kenapa halte bus lagi. Kami duduk bersebelahan sejauh satu meter, mungkin. Aku memandang langit dan hari ini cerah, sepertinya awan mendung telah bersarang semua di kepalaku.
"Aku percaya kau akan menepati janjimu." suaraku kering seperti daun yang jatuh di musim gugur.
V tersenyum sedikit, "Karena aku percaya padamu?"

KAMU SEDANG MEMBACA
AKRASIA [VKOOK] -- [Complete]
Mistero / Thriller"Dibunuh atau membunuh. Manusia itu saling membunuh." -V "Sekalinya kau percaya padaku, maka kau harus percaya padaku selamanya." -JK Suaranya hampir seperti bisikan, bisikan yang tegas. Tatapannya seperti jarum-jarum es. Langkah kakinya seperti ket...