(8) HEART

396 60 15
                                    


Kami kembali ke sekolah dan langsung menjalankan tugas masing-masing. Ai ke dalam kelas, sementara aku dan V menuju ruang kesehatan. Rencananya, aku dan V akan absen dari kelas karena tidak enak badan dan harus tinggal di ruang kesehatan. Tapi, kalau dipikir-pikir lagi, bukankah itu justru aneh kalau aku dan V harus sakit bersama-sama? Itu semua adalah ide Ai dan V sama sekali tidak berkomentar. Aku sendiri mau protes tapi tidak tahu harus protes yang seperti apa.

"Sudah pernah masuk ruang kesehatan?" V bertanya saat kami berjalan menuju ruangan itu.

Aku menggeleng. Aku sama sekali belum pernah masuk ke dalam ruang kesehatan selama bersekolah di sini. Aneh juga rasanya kalau aku juga baru menyadarinya sekarang.

"Kalau di sekolahmu yang dulu bagaimana?" tanyanya lagi.

Aku mengingat-ingat. Sial! Dulu aku sering sekali ke ruang kesehatan untuk mencuri obat merah dan perban. V sepertinya menyadari ekspresi yang tergambar di wajahku, dia menyeringai mencemooh.

"Apa?" gertakku.

"Pasti banyak yang masuk sana karenamu ya?" itu tidak terdengar seperti sebuah pertanyaan, tapi sebenarnya itu adalah hinaan.

"Kau mencari tahu latar belakangku?" keningku mengernyit.

"Aku kan tidak mudah percaya pada orang lain, saat aku bilang bahwa aku hanya percaya padamu seharusnya kau sudah tahu." katanya.

Aku memang sudah tahu, aku bisa merasakannya. Tapi kenapa aku?

"Karena itu?" tanyaku.

"Ehmmmmmm, tidak juga." ucapnya. "Mungkin karena sebenarnya kau itu manis." lanjutnya.

Hah? Dia bicara apa? 

"Mau kurobek mulutmu itu biar terasa lebih manis?" ejekku.

"Robek saja dan aku tidak akan pernah bisa bicara tentang semua hal yang ingin kau tahu." jawabnya santai.

Aku membuang nafas karena kesal. Apa tidak bisa masalah itu diselesaikan hanya di antara kami berdua saja dan tidak usah melibatkan kematian segala? 

Kami telah tiba di depan pintu ruang kesehatan. Aku membuang nafas lagi dan bersiap-siap untuk membereskan segalanya.

"Guru di ruang kesehatan adalah seorang dokter muda." katanya sebelum masuk.

"Aku harap dia adalah nuna yang cantik." balasku.

"Dia laki-laki." lanjutnya kemudian masuk ke dalam ruang kesehatan.

Apa? Laki-laki? Wah, yang benar saja. Aku baru tahu soal itu juga. Oke, jadi aku harap semuanya akan lebih mudah. Aku mengikutinya masuk.

Kami langsung berhadapan dengan seorang dokter muda yang tampilannya ceria dan menyegarkan. Dia memiliki wajah dan senyum yang ramah. Tingginya tidak lebih dari kami, tapi auranya begitu baik. Rasanya orang yang sakit akan segera sembuh bila bertemu dengan dia. 

Dia duduk di balik meja kerjanya dan langsung tersenyum ramah begitu melihat kami masuk. Aku melihat name tag yang ada di jubah dokternya, dr. Park Jimin. Oke, Mr. Jimin, kuharap kita bisa bekerja sama dengan mudah.

Aku duduk di kursi yang ada di depan meja kerjanya, sementara V duduk di ranjang pemeriksaan. Aku tidak tahu kenapa dia memilih duduk di sana, mungkin naluri otaknya yang tidak beres itu minta diperiksa.

"Ada yang bisa kubantu? Siapa yang sakit? Temanmu?" dr. Jimin bertanya.

"Ya tolong periksa otaknya." kataku sarkas.

"Haha."

dr. Jimin tertawa dan tawanya terasa renyah seperti crackers yang patah.

"Kalian pasti sangat dekat." lanjutnya.

AKRASIA [VKOOK] -- [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang