(7) BEGIN

391 72 13
                                    


Obrolanku dan V berhenti setelah bel masuk berbunyi. Dia tidak mengatakan apa-apa lagi setelah itu dan aku pun juga tidak mau mengawali obrolan. Entah kenapa terasa canggung sekarang. Kami mengikuti pelajaran seperti biasanya, tapi kelasku terasa berbeda, tidak ada yang bercanda, tidak ada yang mengeluh, mendadak semuanya seperti V, hening. Sangat tidak seperti biasanya.

Saat pergantian jam pelajaran, dari jam pertama ke jam kedua, Ai mendekati meja kami.

"Kalian sudah dengar?" tanyanya.

Aku mengalihkan perhatianku dari buku yang sebenarnya tidak kubaca sama sekali padanya. Di sampingku, V hanya diam saja. Aku bahkan tidak tahu apakah dia mendengar pertanyaan Ai atau tidak.

"Sonia disimpulkan bunuh diri." ucapnya, dia menatap lekat mataku, seolah mencari sesuatu.

Aku tidak bersuara. V juga.

"Kalian tidak terkejut?" sepertinya justru Ai sendiri yang terkejut dengan respon kami berdua.

"Tim penyidik bilang Sonia bunuh diri, padahal aku sudah mengatakan semuanya. Aku sudah mengatakan bahwa dia tidak ingin wajahnya hancur, dia ingin menghadiri ulang tahun perkawinan orang tuanya. Dia tidak ingin dia kenapa-napa, bagaimana bisa..." suara Ai perlahan-lahan melemah sampai ia tidak bisa melanjutkan kata-katanya.

Aku membuang nafas, "Kau ini sebenarnya mau bilang apa?"

"Aku hanya tidak mengerti kenapa dia bisa bunuh diri." suaranya selalu melemah pada kata bunuh diri.

"Aku tidak percaya." lanjutnya.

"Lalu?" aku melipat kedua tanganku di dada.

"Apa menurut kalian dia juga bunuh diri?" tanyanya, matanya bergantian melihat padaku dan V.

Aku mengangkat bahuku, sementara V masih diam saja seperti biasanya.

Ai menatap kami dengan tatapan tidak percaya, dia seperti seseorang yang ingin muntah saat menatap kami secara bergantian.

"Kalau kau punya keluhan, sampaikan saja pada polisi, kenapa kau mengeluhkan pada kami? Memangnya kau pikir kami tahu apa?" rasanya aku ingin mengusir gadis ini dari pandanganku sekarang juga.

Ai mendengus kesal, "Ya benar, kenapa aku harus repot-repot mengatakan semua ini pada kalian berdua, aku sungguh tidak tahu diri, seharusnya aku sudah tahu kalau kalian bukanlah makhluk yang normal." katanya.

Dia masih menatap kami dengan tatapan muak sebelum akhirnya meninggalkan bangku kami.

Aku menendang kaki meja, rasanya hari ini aku benar-benar marah sekali. Aku ingin memukul orang.

"Aku tidak melihat gadis itu." Kata V tiba-tiba.

Aku menoleh padanya dan dia menatap sebuah kursi kosong di kelas kami. Kursi Fei.

"Kau tidak keberatan kan kalau kita membolos sesekali?" dia berdiri membawa tasnya, aku refleks mengikutinya.

"Kita butuh bantuan si cerewet itu." katanya sambil berjalan menuju bangku Ai.

Hal berikutnya yang terjadi adalah aku sudah berada di kedai ramen milik Jin bersama dua orang yang menyebalkan. Bersama V saja sudah menyebalkan setengah mati bagiku, kenapa harus ada Ai juga? Aku merasa seperti sedang berada dalam masa kutukan sekarang ini, dengan mereka berdua di sampingku.

"Kalian membolos sekolah hanya untuk makan ramenku, aku benar-benar terharu." Jin berkomentar.

Andaikan saja urusan bolos-membolos ini hanya sesederhana itu.

AKRASIA [VKOOK] -- [Complete]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang