Farah tidak mengerti lagi apa isi kepala Adrian. Tampaknya cowok itu sangat amat benci dengannya.
Farah akui memang kalau dirinya yang ada di posisi Adrian, dia akan sangat kesal dengan orang yang dengan cara tidak sportif, tiba-tiba—Adrian mungkin akan menyebutnya seperti ini—menjatuhkannya.
Tapi keadaan itu seharusnya tidak membuat Adrian jadi menutup mata dan telinga sepenuhnya tentang hal-hal di luar itu, hal-hal baik lain yang Farah lakukan. Karena selain kejadian itu, Farah merasa dia tidak melakukan hal-hal yang sangat buruk kepada Adrian, kecuali kalau cowok itu sedang menyebalkan dan membuat Farah gatal ingin mengerjainya lewat jurnal.
Atau memang yang Farah lakukan seburuk itu?
Tapi bukankah semua itu tidak bisa membuat Adrian dengan leluasa mengecapnya sebagai 'cewek tidak baik'? Karena nyatanya selama ini Farah hanya iseng. Bahkan Farah baru satu kali pacaran dan tidak pernah terlalu dekat dengan laki-laki setelah putus dari pacar pertamanya waktu SMP itu.
Emang Adrian-nya aja yang terlalu lebay! Dasar cowok gak punya perasaan, teriak Farah dalam hati.
Untungnya Farah tidak sampai kehilangan kendali hingga teriak dengan keras dari dalam kamarnya pagi-pagi begini. Dengan muka bantal dan keadaan masih memeluk guling kesayangannya seperti ini.
Matanya melirik jam dinding, jam setengah sepuluh. Di Minggu pagi yang cerah ini, Farah malas bergerak. Padahal biasanya, jika hari minggu, dia akan jogging keliling komplek sambil mendengarkan lagu lewat earphone. Tapi kali ini, bahkan Farah kesiangan bangun dan sangat malas pergi dari tempat tidur.
Itu karena mood Farah sangat hancur sejak semalam. Sejak Adrian berkata tanpa otak tentang dirinya. Sejak Adrian menjelek-jelekkan Farah di depan Dito. Sejak itu, Farah tidak bisa tidur karena kepalanya rasanya mau pecah karena kekesalannya pada Adrian.
Bahkan pagi-pagi begini, Farah kembali teringat tentang kekejaman Adrian dan membuat emosinya naik lagi.
"Ish! Nyebelin!" gumam Farah sambil tanpa sadar memukul-mukul guling di pelukannya.
Baiklah, kalau memang Adrian tidak suka jika Farah dekat-dekat dengan adiknya itu. Lagipula bukan Farah yang mengejar-ngejar Dito, bukan Farah yang ingin dekat dengan cowok itu. Tidak penting. Farah 'kan hanya berniat ingin cari teman jalan-jalan.
Memangnya Adrian pikir, cowok di dunia ini hanya Dito?! Dia pikir Farah tidak bisa cari yang lain?!
Mulai sekarang, Farah tidak akan ingin dekat-dekat lagi dengan Dito!
Farah bangun dari posisi terbaring dengan kasar. Dia duduk di tepi tempat tidur lalu melihat pantulan wajahnya di cermin yang terletak tidak terlalu jauh darinya.
Wajah Farah memerah. Sepertinya karena kekesalannya pada Adrian yang kembali muncul itu.
Hhhfft, I'm done! gerutu Farah dalam hati.
Baru saja Farah ingin bangkit untuk mencuci muka dan sikat gigi ke kamar mandi, ponselnya berdering. Farah menoleh ke meja tempat ponselnya berada lalu meraihnya.
"Gerald," gumam Farah saat melihat nama itu di layar ponsel. "Ngapain dia nelepon gue pagi-pagi begini?"
Dengan ragu, Farah mengangkat panggilan itu. Lalu suara Gerald segera masuk ke indra pendengaran Farah. "Heyo, Farah!"
"Kenapa, Ger?" tanya Farah tanpa basa-basi.
"Lo ke mana? Kok belum dateng?" tanya Gerald balik.
Farah sontak mengernyit. "Gue gak ngerti lo ngomong apa. Emang kita ada janji ketemu?"
"Loh?" Gerald terdengar bingung. "Bukannya waktu itu kita janji—oh! Gue inget waktu gue sama yang lain janjian, lo lagi gak tau pergi ke mana."
KAMU SEDANG MEMBACA
The Blue Journal
Teen FictionSeorang gadis bernama Farah Agita--siswa kelas 12 SMA Taruna Bangsa yang tiba-tiba jadi pintar itu--berhasil membuat kepala Adrian Gustomo jadi pening. Padahal tugas kenegaraannya sebagai Ketua OSIS paling digemari di sekolah sudah membuatnya kalang...