Kepala Adrian jadi penuh setelah mendengar kalimat terakhir Dito semalam. Kepalanya pusing karena sulit tidur. Masa iya, Farah suka padanya?
Pernyataan itu sama tidak mungkinnya dengan pernyataan bahwa Adrian menyukai Farah. Tapi disini dia sekarang, frustrasi memikirkan bagaimana keadaan perempuan itu dan sama sekali tidak memiliki ide dimana keberadaannya.
Kesimpulan yang bisa Adrian ambil adalah bukan tidak mungkin Farah juga suka padanya karena Adrian sendiri tanpa sadar menyukai keberadaan cewek itu di sekitarnya.
Dan segala pemikiran itu hanya membuat Adrian semakin frustrasi dan ingin segera mengetahui jawaban atas segala pertanyaan yang masih bersarang di kepalanya.
Entah sudah berapa kali Adrian mencoba untuk menghubungi ponsel Farah yang tidak bisa dihubungi. Sambil berjalan di koridor rumah sakit, Adrian masih mencoba mengubungi Farah. Meskipun pada akhirnya, tidak ada yang dia dapat.
Adrian berjalan cepat dan langsung membuka pintu kamar rawat inap Ghina. Matanya mendapati Ghina dan Gerald yang sedang menertawakan sesuatu. Mereka segera berhenti saat Adrian datang.
Tanpa peduli, Adrian menutup pintu dan berjalan menuju sofa yang tersedia. Dia langsung duduk disana sambil mengacak rambutnya.
"Kenapa, Adrian?" Suara Ghina dengan nada khawatir terdengar.
"Lo masih terganggu kalau gue sama Ghina--"
"Nggak," potong Adrian cepat. "Bukan itu masalah gua, Ger."
"Terus apa masalahnya, Adrian?" tanya Ghina lagi.
Melihat Ghina yang tampak sangat sehat, Adrian meringis. Lalu bagaimana keadaan Farah saat ini?
I'm dying to know how and where you are, Far, batin Adrian berteriak keras.
Mungkin kalimat dalam batin Adrian itu terlalu berlebihan. Tapi Adrian tidak bisa lagi menemukan kalimat-kalimat yang tepat untuk mendeskripsikan perasaanya saat ini.
Adrian menghela napas sangat berat. "Pendonor itu Farah, Ghin."
Semua orang selain Adrian yang ada di ruangan ini langsung tersentak. Bahkan Ghina refleks menutup mulutnya dengan satu tangan.
Adrian tertawa miris. Kedua tangannya menutupi wajah. Sekali lagi dia menghela napas berat.
"Lo harus cari Farah, Yan," ucap Ghina dengan suara pelan.
Sambil terus menunduk, mulut Adrian membalas, "Gua?"
"Iya, lo, Adrian."
Adrian menghela napas berat sebelum berdiri. "Gua pergi dulu."
★
"Lucky for you." Alin tersenyum hangat sambil mempersilahkan Adrian duduk di sofa ruang tamu. "Kamu datang di saat yang tepat, Adrian. Om Bimo baru aja pergi sepuluh menit yang lalu."
Adrian mengernyit bingung. "Emangnya kalau ada Om Bimo, kenapa, Tante?"
"Kita nggak akan bisa ngobrolin tentang Farah," jawab Alin. "Itu 'kan alasan kamu ke sini? Mau tau tentang Farah?"
Adrian sontak mengangguk. "Tapi kenapa kita nggak bisa bahas tentang Farah kalau ada Om Bimo?"
Alin tersenyum tenang. "Kamu tau soal Farah yang--"
"Donorin ginjalnya ke Ghina?" potong Adrian lalu mengerjap dan memasang ekspresi bersalah karena berbicara tidak sopan. "Maaf, Tante. Saya tau tentang itu."
"Waktu itu, Om Bimo baru pulang dari luar kota. Tante dan Farah nggak mengira Om akan pulang lebih cepat dari yang dijanjikan." Alin menerawang, mengingat kejadian beberapa hari yang lalu. "Om Bimo pulang tepat saat Farah selesai operasi dan tidak ada orang di rumah.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Blue Journal
Teen FictionSeorang gadis bernama Farah Agita--siswa kelas 12 SMA Taruna Bangsa yang tiba-tiba jadi pintar itu--berhasil membuat kepala Adrian Gustomo jadi pening. Padahal tugas kenegaraannya sebagai Ketua OSIS paling digemari di sekolah sudah membuatnya kalang...