12. Curse or Something

2.8K 268 2
                                    

Sesaat setelah menutup pintu kamar, Farah sesegera mungkin duduk di depan meja belajar dan langsung mengeluarkan jurnal birunya dari dalam tas. Dengan perasaan campur aduk dan kepala yang rasanya ingin pecah, Farah mengekspresikan setiap kekesalannya pada lembar jurnal halaman 89.

Farah tercenung sesaat. Berarti kalau Farah menuliskan satu permintaan lagi kali ini, jurnalnya hanya akan tersisa sebelas halaman.

Ya ampun.

Namun secepat mungkin Farah mengenyampingkan masalah jurnalnya yang hampir habis dan dengan gusar menuliskan kata-kata yang muncul dalam kepalanya yang berkecamuk.

Dear my blue-lovely-journal....

Adrian gak punya perasaan! Nyebelin! Bikin bete! Hati batu! Orang gila! Kenapa dia sejahat itu? Aku gak merasa melakukan apapun yang merugikan dia dalam konteks pertemanan aku dengan Adiknya. Kenapa aku selalu salah? Don't I deserve to be respected?

Adrian jahat.

Kalau Adrian bisa membatasi orang-orang mana aja yang boleh dan gak boleh dekat sama aku, berarti aku juga bisa membatasi orang-orang untuk gak dekat sama Adrian! Iya, 'kan?

Ghina.

Aku tahu, Adrian sangat menyayangi perempuan cantik itu. Let's see apa yang bisa Adrian lakuin kalau tiba-tiba Ghina gak mau berhubungan sama dia lagi. Gimana—

Tiba-tiba Farah tertegun. Kaget melihat tulisannya sendiri. Sepertinya permintaannya kali ini terlalu jahat. Untuk orang seperti Adrian sekalipun.

"Oh my gosh," ucap Farah refleks sambil mengusap wajah dengan frustrasi.

Farah merutuki dirinya mati-matian karena kecerobohannya itu. Dengan bodohnya, Farah membiarkan emosi menguasai seluruh pikirannya. Meskipun Adrian sangat amat menyebalkan, Farah tetap tidak berhak untuk mengusili hubungan Adrian dengan pasangannya. Tidak peduli sekalipun Adrian selalu mengusili hubungan pertemanannya dengan Dito.

"Sial, sial, sial."

Mungkin ini yang Almarhumah Nenek maksud dengan Farah harus menggunakan jurnal biru dengan hati-hati. Jangan sampai rasa kesal memengaruhi Farah hingga menyebabkan tangannya dengan asal menuliskan keinginan-keinginan yang tidak seharusnya dituliskan di atas kertas jurnal biru ajaibnya.

Dengan hitungan detik, rasa panik menjalari seluruh tubuh Farah. Darahnya seketika berdesir dan detak jantungnya beritme lebih cepat dari normal.

Tangannya refleks mencengkeram pulpen dengan kuat sampai buku-buku jarinya memutih. Bahkan untuk mengedipkan mata pun rasanya Farah kesulitan.

Bagaimana jika nanti Ghina memutuskan hubungan dengan Adrian karena permintaan Farah itu? Bagaimana jika Farah menjadi penyebab kehancuran hubungan seseorang? Bagaimana jika Adrian semakin membencinya kalau dia mengetahui apa yang baru saja Farah tulis di jurnal biru?

Terlalu banyak kemungkinan-kemungkinan buruk yang bisa saja terjadi setelah ini. Dan kenyataan itu membuat Farah ingin pergi ke mars, ke pluto, atau ke manapun asal tubuhnya menghilang dari bumi. Sekarang juga.

Ya Tuhan, kalau saja Farah bisa dengan mudah menghapus tulisan tangannya dari jurnal atau dengan mudah memusnahkan halaman yang tidak diinginkannya dari jurnal itu, Farah sudah melakukannya sekarang. Bahkan sejak sebelum-sebelumnya.

Karena kalau halaman dari jurnal biru memang bisa disobek, sudah pasti coret-coretan dari teman-teman Farah yang tidak jelas itu sudah lenyap dari sana. Bukan maksud Farah jurnal itu tidak bisa disobek. Hanya saja Almarhumah Nenek menjelaskan dalam surat yang terselip di halaman pertama jurnal tentang Farah yang dilarang untuk menyobek halaman jurnal, satu halaman pun. Karena Nenek bilang, akibatnya adalah hidup Farah akan selalu sial dan tidak akan tenang setelahnya.

The Blue JournalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang