Epilogue

3.7K 299 118
                                    

Beberapa bulan berlalu, akhirnya tiba saatnya Farah menunggu pengumuman kelulusan untuk ditempel di mading. Matanya menatap ke sekeliling koridor, mencari keberadaan Adrian.

Entah kemana perginya cowok itu. Udah lima belas menit sejak Adrian menyuruh Farah untuk menunggunya di kursi panjang dekat mading karena katanya dia ingin buang air kecil.

Farah melihat salah satu karyawan sekolah kali ini berjalan menuju mading dengan beberapa lembar kertas dan selotip. Lalu tanpa buang-buang waktu, karyawan itu menempel kertas-kertas itu di papan mading.

Jantung Farah menggila. Tangannya dengan cepat mencari kontak Adrian dan meneleponnya.

Panggilan diterima pada nada sambung kedua.

"Kenapa, Far?"

"Lo di mana?"

"Kenapa? Kangen, ya? Baru gua tinggal bentar."

"Pengumuman udah dipasang di mading, Yan," Farah memutar mata. "Cepetan. Gue nggak mau liat sendirian."

Farah meringis saat melihat teman-teman satu angkatannya sudah berdesakkan di depan papan mading. Beberapa dari mereka bersorak senang dan menimbulkan suara yang berisik.

Tiba-tiba seseorang duduk di sebelah Farah. Lalu sambungan teleponnya dengan Adrian terputus karena cowok itu yang ternyata duduk di sampingnya.

"Masih rame, gua males," ujar Adrian saat melihat keadaan yang sangat ramai di depan papan mading.

Farah nggak membalas. Akhir-akhir ini moodnya memang nggak terlalu bagus untuk berinteraksi dengan Adrian.

Farah kesal karena sampai sekarang pun, Adrian belum juga meminta Farah untuk menjadi pacarnya.

Mungkin Farah akan terdengar sangat ngarep, tapi siapapun pasti menginginkan hal yang sama dengan Farah, ditembak oleh orang yang dia suka.

Adrian hanya manis di mulut. Perlakuannya masih menyenangkan sih, tapi lama-lama Farah kesal juga kalau Adrian hanya terus-terusan bilang kalau cowok itu menyukai dirinya, tapi nggak mengambil langkah apapun.

Masa bodoh, suka-suka Adrian aja deh.

"Far, minum nih," Adrian menyodorkan sebotol minuman isotonik kepada Farah.

Farah menerimanya dengan wajah datar. "Makasih."

"Lo nggak enak badan?" tanya Adrian dengan ekspresi bingung. "Atau udah ngeliat pengumuman mading dan lo nggak lulus?"

Farah menggeleng. "Nggak apa-apa."

Farah membuka tutup botol minuman di tangannya lalu meminumnya sedikit. Matanya kembali pada kerumunan teman seangkatannya. Jumlah kerumunan itu nggak berkurang, malah bertambah.

"Yan, kalo nunggu terus kayak gini, mau sampe kapan?" Farah meringis samar saat pertanyaannya terdengar ambigu di telinganya.

"Bentar lagi, Far," jawaban Adrian yang sepertinya nggak berarti apa-apa bagi cowok itu pun malah membuat harapan Farah melambung tinggi.

Far, sadar, Far.

Adrian menutup botol minumannya sendiri yang baru aja dia teguk isinya hingga tersisa setengah lalu bangkit. "Yuk, sekarang aja."

Farah mengernyitkan kening menatap cowok itu. Padahal kerumunan yang tadi dan sekarang nggak ada bedanya.

Tapi Farah hanya menurut. Dia mengikuti Adrian yang mulai mendekat ke kerumunan. Lalu saat sampai di kerumunan, Adrian menarik Farah untuk berdiri di depannya.

Kedua tangan Adrian memegangi bahu Farah seperti mencegahnya agar nggak terjatuh. Farah menghela napas karena perlakuan Adrian yang protektif.

Itu 'kan hanya membuat harapan Farah makin tinggi.

The Blue JournalTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang