Malam ini, bukannya langsung pamit kepada Adrian untuk segera pulang ke rumah, Farah malah memaksa untuk ikut pergi ke rumah sakit. Untung saja Adrian tidak terlalu memusingkan soal Farah yang memaksa ikut.
Jadi, disinilah dia sekarang, duduk di sofa yang tersedia di ruang inap Ibu-nya Adrian, Winda. Farah hanya diam menyaksikan Adrian yang sedang duduk di dekat Winda yang sedang tertidur. Posisi duduk Adrian tepat membelakanginya. Sedangkan Dito, dia berada tepat di sebelah Farah.
Tadi kata Dito, tidak ada hal yang perlu terlalu dikhawatirkan soal kesehatan Winda. Mamanya itu hanya drop karena kelelahan. Tadi pun mereka sempat berbincang sejenak dengan Winda sebelum Adrian meminta beliau untuk beristirahat.
"Kenapa bisa sama Adrian?" Tiba-tiba suara Dito terdengar di telinga Farah. Farah pun yakin kalau Adrian juga mendengar pertanyaan Dito itu.
Oh, sial. Farah harus jawab apa? Dito bukan tipikal cowok yang mudah cemburu 'kan?
"Abis makan bareng," jawab Farah seadanya.
Dito menaikkan sebelah alis. "Kok bisa makan bareng? Ketemu di jalan?"
Farah merasa sedikit aneh dengan sikap Dito yang berubah menjadi seperti pacar yang posesif. Nggak nyangka.
Farah menghela napas pelan. "Dia janji mau traktir gue kalo dia menang turnamen."
"Kok bisa tau dia menang? Dikabarin?" tanya Dito lagi.
"Gue dateng ke sana." Farah harap dengan memberitahukan Dito apa yang kenyataannya terjadi, adalah keputusan yang tepat.
"Jadi, lo ke turnamennya Adrian?"
Farah hanya mengangguk.
Dito mulai memainkan ponselnya. Terlihat seperti sedang berusaha mengalihkan fokus dari Farah. "Kok nggak ngabarin gue?"
"'Kan gue udah bilang, gue nggak ngecek handphone."
Dito tertawa miris. "Seems like you enjoyed the tournament so much, huh?"
Apa sih maksudnya? Dito sedang berusaha menyindir Farah atau bagaimana? Dengan nada seperti itu, jelas-jelas dia sangat terdengar seperti orang yang sedang menyindir.
Farah baru saja akan mengeluarkan suara sebelum suara Adrian terdengar lebih dulu.
"Jadi, mentang-mentang lo sekarang pacarnya, lo bisa ngelarang dia buat ketemu siapapun?" Adrian mengucapkannya tanpa menolehkan kepala sedikitpun.
"Gue nggak ngelarang dia." Dito tampak tidak terima mendengar pertanyaan Adrian yang memojokkannya.
Farah tidak tahu dia harus melakukan apa sekarang selain diam. Dia tidak ingin masuk ke perdebatan antara kakak-beradik ini dan makin mengacaukan keadaan. Apalagi mengingat dimana sekarang mereka berada.
"Lo nyindir," tegas Adrian. "Lo nggak suka dia nemuin gua."
Ya ampun, Adrian. Kenapa sikap menyebalkannya harus keluar di saat-saat seperti ini sih? Kenapa dari awal dia tidak tutup mulut saja dan membiarkan Farah yang mengurus semuanya?
"Bukannya elo, yang nggak suka sama dia?" tanya Dito dengan senyum miring.
Adrian tak membalas apapun selama beberapa lama. Sebelum akhirnya dia berkata, "Lo nggak mikir, kalo gua berusaha buat memperbaiki hubungan gua sama Farah, semata-mata karena dia cewek lo? Lo nggak bener-bener mikir gua bakal oke dengan hubungan nggak baik antara gua dengan siapapun pasangan adik gua sendiri, 'kan?"
Kali ini, Dito yang terdiam. Di sisi lain, Farah pun kaget setengah mati mendengar perkataan kelewat sadis dari Adrian itu. Akhirnya setelah beberapa lama, mulut Adrian bisa kembali mengeluarkan sampah.
KAMU SEDANG MEMBACA
The Blue Journal
أدب المراهقينSeorang gadis bernama Farah Agita--siswa kelas 12 SMA Taruna Bangsa yang tiba-tiba jadi pintar itu--berhasil membuat kepala Adrian Gustomo jadi pening. Padahal tugas kenegaraannya sebagai Ketua OSIS paling digemari di sekolah sudah membuatnya kalang...