Gadis itu masih terdiam di makam Bundanya. Mengurai air mata yang mulai kering kehabisan sejak sejam yang lalu. Dia masih tak terusik dengan angin yang menyuruhnya pulang, karena hampir gelap sekarang. Dia masih mengelus nisan malaikatnya dengan lembut dan terpejam. Matanya mulai bengkak, terlalu lama menangis. Kakinya sepertinya kram tak terasa, dia mematung membisu. Hanya ada sedih, kehilangan, dan tangis yang penuhi kepala si gadis. Nasib malang yang memiluhkan. -24 Juli 2017
KAMU SEDANG MEMBACA
Aksara Ujung Pena
PoetryAksaraku menggambarkan kataku. Aksaraku mengintuisikan rasaku. Aksaraku menjelaskan renungku. Dan aksaraku menggerakkan pena yang diam lalu bertualang. Ini aksaraku yang sederhana." -Fina Pratiwi-