Setelah mengatakan itu, aku langsung pergi tanpa ba-bi-bu lagi. Aku tidak sempat melihat raut muka Agam padahal aku ingin sekali.
Karena dari raut muka aku bisa mengetahui apa yang orang itu rasakan. Meski memang tadi, Agam sempat terlihat terkejut.
Sepanjang acara, aku menjaga jarak dengan Agam dan aku sempat memergoki beberapa kali Agam melirikku terang-terangan. Seperti ada yang ingin disampaikan tapi ia juga bingung apa yang harus dikatakan.
Aku sama sekali tidak terusik dan tetap pada pendirianku karena memang ini sudah tidak bisa lagi aku terima. Lagipula, sikapku ini supaya membuat Agam mengerti kalau aku mempunyai batasan tersendiri.
Penampilan live acoustic, persembahan semua panitia menjadi penutup rangkaian acara bakti sosial. Semua orang bertepuk tangan meriah, termasuk anak-anak panti dan pengasuhnya. Aku tersenyum senang.
Suasana mendadak menjadi haru ketika semua anak panti tiba-tiba berlarian ke arah kami dan memeluk.
Yang menjadi bagian dokumentasi langsung teriak ke arah kami--memberi tanda untuk berfoto bersama. Setelah beberapa kali jepretan, semua panitia langsung berhamburan ke bagian yang sudah dibagi sebelumnya untuk membereskan semua atribut acara ini.
Beruntungnya, aku dengan Agam terpisah. Agam dibagian melepaskan dekor panggung dan aku membereskan peralatan yang digunakan stan makanan.
Sekitar satu jam lebih, akhirnya, semuanya selesai. Reyhan memberi sambutan penutupan dan tak lupa rasa terimakasih atas kerja samanya. Mulai dari menyeleksi panitia, membagi tugas, bikin konsep acara, hingga hari H semuanya luar biasa. Begitu katanya.
Kami tidak langsung pulang, melainkan meluruskan kaki dahulu di pelataran panti. Seraya memakan gorengan dan es teh yang disumbangkan Setyo. Omong-omong, Setyo bagian dokumentasi bersama Billa dan yang lainnya. Teman masa MOSku dahulu.
"Eh, gue lupa!" Reyhan yang sedang menuju motornya--entah ingin mengambil apa, tiba-tiba ia berbalik.
"Kenapa?"
"Nanti malem jam 7, makan di tempat biasa yo! Anggap aja pembubaran panitia."
"Ya elaah, masa langsung bubar sih? Gue masih nggak rela," jawab Billa yang langsung disoraki karena terlalu mendramatisir.
"Tapi bener sih, gue masih nggak rela." Steven juga ikut menyahut.
Reyhan tersenyum sekilas. "Ini secara tidak resmi aja sih. Kalo emang pada nggak terima, istilah makan malam nanti gue ganti deh."
"Jadi apa?"
"Perayaan kesuksesan bakti sosial hari ini! Mantep gak?"
"Iya in ae lah."
Setengah jam setelah pengumuman singkat dari Reyhan semuanya berpamit untuk pulang ke rumah masing-masing. Tapi sebelum benar-benar pulang, kami pamitan dengan Ibu panti. Berterimakasih seraya mengasih bingkisan yang sudah kami persiapkan.
Aku pulang tidak dengan Agam. Ya iya lah, orang dari tadi aku dan Agam tidak bertegur sapa sama sekali.
Sampai di rumah, setelah membersihkan diri, aku pergi ke kamar dan berbaring di kasur. Menatap langit-langit seraya merasakan dinginnya AC yang memeluk kulitku.
Tanganku meraba-raba tas punggung yang tadi ku bawa, bermaksud mencari ponsel.
Kosong. Tidak ada pesan atau panggilan masuk dari Agam.
Yang ada, hanya beberapa percakapan dari grup bakti sosial. Itu pun semua merujuk kepada seksi dokumentasi untuk segera mengirimkan foto.
Ponsel aku letakkan di atas tas, dan aku kembali berbaring menghadap langit-langit.
Meski sejujurnya, ketika aku mengecek ponsel dan tidak ada pemberitahuan apapun dari Agam, aku merasa sedikit kecewa.
Padahal, Agam begini karena sikapku. Tapi akhirnya aku yang menyesali.
Sudahlah, memang ribet menjadi perempuan!
[]
KAMU SEDANG MEMBACA
Inilah Kita
Short StoryKalau di pikir-pikir, nggak ada salahnya berbagi tentang masa SMA yang sudah dilewati. Katanya berbagi itu indah, bukan? Apalagi, konon katanya masa-masa SMA itu adalah yang paling mengesankan. Awalnya aku nggak percaya. Tapi, setelah bertemu denga...