Semua tentang Agam akan selalu teringat. Bukan aku tidak mau melupakan, tapi sekeras apapun aku mencoba nyatanya tidak bisa. Sampai pada hari ini, aku memutuskan untuk tidak memaksa. Maksudku, ya sudah biarkan ini berjalan seperti air mengalir. Meskipun aku dan dirinya berbeda jalan.
Toh, aku percaya, semua akan indah pada waktunya. Dan semua juga akan hilang pada masanya.
Aku ingat pada saat itu—pada saat dia pertama kali mengajakku keluar. Selepas dari rapat hari minggu di sekolah, katanya dia ingin sekali menonton film di salah satu mall.
Reaksi pertamaku tentu; kaget.
Maksudku dari sekian banyak teman-temannya, mengapa aku?
Oiya, memang pada saat itu aku dijemput Agam saat akan ke sekolah. Tapi, bisa aja 'kan, selepas mengantarkan aku ke rumah, dia keluar bersama teman-temannya?
Tapi lagi-lagi aku hanya diam dan menurutinya.
Lumayan 'kan, rezeki nomplok.
Waktu dalam perjalanan menuju ke mall, aku terlibat obrolan yang mungkin awalnya menyenangkan. Saat itu, radio dari tape mobil Agam memutar lagu band kesukaanku yaitu, A Rocket To The Moon. Lagu yang diputar kalau tidak salah Ever Enough. Aku ikut bersenandung kecil, lalu dengan gerakan slowmotion, Agam menoleh ke arahku. Lalu ia tersenyum tipis.
Meski tipis, mampu membuat aku tidak berkutik.
"Kenapa?" akhirnya dengan perasaan was-was aku membuka suara. Sejujurnya, aku takut Agam mengomentari suaraku. Ya .. walaupun hanya bersenandung kecil, karena di mobil hanya ada aku dan Agam, jelas suaraku masih bisa terdengar.
Agam menggeleng dan masih tersenyum. "Ini A Rocket To The Moon, bukan sih?"
"Iya."
"Lo, suka?"
"Lumayan sih, Gam. Cuma suka aja gitu, nggak fanatik."
Agam hanya mangut-mangut. "Gue juga sih. Tapi lebih suka Arctic Monkeys."
"Gue pernah denger. Lagunya sih enak sebenernya, tapi nggak ngerti kenapa kurang ada feels-nya gitu." Agam diam. Begitu pula aku.
Ngg ... jangan-jangan aku salah ngomong?
"Menurut gue begitu. Tapi 'kan selera orang beda-beda," lanjutku dengan harap-harap cemas.
"Ya, setidaknya, selera gue sama lo, ada yang sama."
Agam tuh ya. Bisa aja.
'Kan aku jadi seneng.
Muehehe.
"Tapi, Mir," Agam menjeda sebentar seraya aku menoleh ke arahnya. "Mantan gue juga suka A Rocket To The Moon," katanya saat itu dengan kalem.
Hah. Nggak ngerti apa coba ya, faedahnya dia bilang begitu. Tapi, waktu itu, aku nggak bilang apa-apa. Cuma diem aja sampai nonton selesai. Bahkan sampai aku diantarkan ke rumah dengan selamat.
Bukan nggak mau ngomong sama Agam, cuma, setelah itu aku nggak mau membuka obrolan lebih dulu.
Kalau Agam tanya, ya, aku jawab.
Udah gitu aja.
[]
KAMU SEDANG MEMBACA
Inilah Kita
Short StoryKalau di pikir-pikir, nggak ada salahnya berbagi tentang masa SMA yang sudah dilewati. Katanya berbagi itu indah, bukan? Apalagi, konon katanya masa-masa SMA itu adalah yang paling mengesankan. Awalnya aku nggak percaya. Tapi, setelah bertemu denga...