" Lo dipanggil ke ruangan Boss, Ra"
Aku mendesah, aku letakkan berkas di meja lalu menutup laptop yang masih menyala itu. Pandanganku beralih pada Mifta yang berdiri di depanku dengan map hijau di tangannya. "ada apa Ta? Aku rasa aku tak berbuat kesalahan" ucapku sambil berdiri menghadapnya.
"Gue gak tau, gue cuma nyampein pesan boss" Mifta duduk di tempat kerjanya, Aku pun meninggalkannya menuju ke tempat boss yang terletak di lantai 12 dan aku harus menaiki lift sampai disana. Aku masuk ke dalam, lalu memencet nomor lantai yang aku tuju. Lift segera tertutup sebelum ada pemuda masuk dengan berlari dan berdiri di sampingku dengan nafas tak beraturan.
"Sampai juga, hampir aja gue di hukum rajam sama kak Fathir "
Aku mendengar gumamannya, ia bersandar pada lift sebentar. Lalu ia nampak mengeluarkan beberapa helai kain dari tasnya. Aku masih bergeming dan menggelengkan kepalaku kecil.
" Astagfirullah Mas, Kalau ganti baju jangan disini" Aku menutup kedua mataku, Tanpa melihat tubuhnya lagi tapi aku mendengar dia membalas. "Maaf mbak, saya buru-buru. Selesai.... Sekarang boleh dibuka matanya"
Aku membuka mata,dan melihat dia yang tengah menyisir rambut dengan jari-jarinya dan menggunakan pintu lift buat berkaca. Rasanya jantung ku terhenti seketika melihatnya yang begitu tampan. Astagfirullah, Ara kamu jangan tergoda dengan lelaki yang bukan mukrimmu. Berulang kali aku mengucap istigfar sambil menekan-nekan dadaku.
Ting
Lift berdenting dan aku sudah sampai di lantai dua belas tempat bosqu berada. Lelaki itu merapikan tasnya dan berlari begitu saja melewatiku dan menabrak beberapa orang. Aku melanjutkan jalanku, aku rapikan sedikit baju yang aku kenakan. Simple, aku memakai kemeja putih dan celana denim yang tidak terlalu ketat.
"Kamu sudah banyak menghabiskan uang, tapi kamu juga belum jadi pilot. Sebenarnya kemana uang yang kakak berikan? Lebih baik kamu urus kantor dan bantu kakak disini "
Samar aku mendengar suara boss yang tengah marah besar,tanpa berniat untuk menguping tapi aku terlanjur mendengar. Aku meraih gagang pintu, ingin masuk karena tak ada sekretaris yang berjaga di depan. Meja kerjanya terlihat kosong.
" Assalamualaikum "
Aku melihat dua orang itu tengah bersi tegang, Aku menundukkan kepala karena aku merasa kurang sopan. Aku melangkah dengan langkah pelan menghadap boss, dan laki-laki yang berdiri dengan kemeja biru dongker serta celana jeans itu melihatku dengan tatapan yang aku sendiri tak tau maknanya.
"Tiara Prilly Ayunda, Kamu tau kesalahan kamu "
Aku menggeleng. Suara bosqu ini seperti guntur di siang hari yang menakutkan,bahkan seperti tiupan sangkakala pertama yang menggemparkan makhluk di bumi, kamu mikir apa Ara?
" Kesalahan kamu, karena kamu tidak mau menjadi sekretaris saya. Padahal saya sudah menyuruh mu sejak kamu melamar di kantor ini" ucapnya yang membuat nafasku lancar kembali, tadi aku merasa seperti henti nafas saat bosqu menggerakkan bibirnya dan angkat bicara.
"Tapi Pak, saya lebih nyaman kerja di keuangan" Kataku jujur, Sekretaris memang bergaji tinggi dibanding gajiku sekarang. Tapi aku tau, aku akan sering bertemu dan bersama dengan pak bos dan yang pasti itu tidak dibolehkan apalagi kami bukan mukhrim.
"Terserah kamu, tapi kalau kamu mau. Kamu bisa datang ke saya kapan saja," ucapnya yang membuat aku malu. Aku malu karena cuma aku yang diperlakukan seperti ini, dan karena sikapnya aku sering menjadi bahan gosip di kantor. Bahkan berita pernikahan kami pernah terdengar.
"Lo manggil gue kesini, tapi malah ngobrol sama dia. Ck" Laki-laki yang tadi aku temui itu menyampirkan jas nya di bahu seraya tersenyum kecut memandang kami. Aku tersenyum ke ayahnya, namun dia hanya acuh dan membuang arah. Laki-laki sombong, pikirku.
"Lo urus aja training Lo yang gak selesai-selesai itu. Tapi ingat Li, jangan sampai Lo nge drug atau cita-cita Lo lenyap " Bosqu yang bernama Fathir ini menekan pundak pria itu.
" Gue sadar diri kak. Gue masih waras, " Laki-laki itu meninggal ruangan ini. Kini hanya aku dan bosqu yang tersisa. Fathir memutar kursi nya lalu beranjak dan berdiri di hadapanku dengan dua tangan yang ia taruh di saku celana nya.
" Dia adik saya " tanpa aku bertanya dia berucap, aku memutar badan mengikuti tubuhnya yang berjalan ke kulkas kecil mengambil dua botol sofedrink lalu memberikan padaku. "Dia itu ingin sekali mengejar cita-cita nya sebagai pilot, tapi saya gak tau? Sampai sekarang dia hanya bersekolah, tapi belum menerbangkan pesawat."
Aku mengangguk,aku melirik jam tangan di pergelangan tanganku dan pamit karena jam makan siang akan segera usai dan aku harus kembali bekerja.
~~~~~~~
"Ara, kamu tolong bawa berkas ini ke HRD"
Baru saja aku mendudukan pantatku, tapi mbak Jannah memanggil ku. Astagfirullah , sepertinya hari ini aku terlalu banyak nyebut. Aku bangkit dari dudukku, menemui mbak Jannah yang merupakan senior disini.
"Iya mbak..."
Aku menerima tumpukan berkas itu lalu membawa ke ruang HRD. Namun di tengah perjalanan aku bertabrakan dengan seseorang yang membuat kertas kertas ini berhamburan di lantai. Aku segera memungutnya, namun di saat juga ada tangan yang sama membantu ku. Aku bergeming, dapat aku pastikan dia laki-laki Karena urat tangan yang terlihat dan telapak tangannya lebih besar dariku.
Bismillah, Jaga pandangan mu Ara.
Aku mendongak dan disaat yang sama aku bertemu dengannya kembali, Si lelaki sombong nan angkuh yang paling aku kenal di planet bumi ini.
"Kalau jalan itu lihat depan, ngapain nunduk. Duit Lo ilang?,"
Kesal itu pasti. Berulang kali aku ber istigfar atas cercaan yang ia layangkan. Aku memungut map ini dengan kilat lalu meninggalkannya, daripada otak mendidih gara-gara pria itu. Ara, ingat jangan ngomongin dia di belakang. Dosa Ra.
To be cointinued
Pekalongan, Jawa tengah.
KAMU SEDANG MEMBACA
Potret Menembus Awan
Fanfiction[COMPELETED ] #56 dalam fanfaction 03/12/17 Namanya Ali, menurut kakaknya anak liar, berandal yang tak lulus-lulus dari sekolah penerbangan. Dia si lelaki ketus, dingin, tak peduli dengan sekitar. Pertemuan kami terjadi di lift, dan dia ganti baju...