Pemakaman berlangsung khidmat. Prilly nampak tegar di samping makam ibunya, ditaburkannya bunga di atas tanah merah itu. Air mata yang terus mengalir tertutup oleh kacamata hitam yang ia pakai, disamping nya terdapat Fathir yang berdiri memegang bahunya. Para pelayat sedikit demi sedikit meninggalkan pemakaman, menyisakan Fathir dan Prilly yang masih disana.
Prilly harap hujan turun deras. Berharap hujan itu bisa menyamarkan tangisnya. Kepergian ibunya menyisakan luka yang mendalam,Setelah di tinggal ayahnya kenapa juga harus ibunya. Kemana lagi ia harus mengadu saat ada masalah, tiang penyangga satu-satunya telah tiada, maka kemana lagi ia harus bersandar?
"Kamu yang sabar Ra, mungkin memang umur ibu kamu memang sampai disini"
"Aku memang belum pernah merasakan kematian. Tapi aku juga tahu, ditinggal pergi secara tiba-tiba itu menyakitkan "
" Kamu boleh nangis sekarang. Tumpahkan itu semua selagi kamu bisa. Tapi kamu harus janji, setelah ini kamu menjadi Ara yang ceria"
"Aku lebih memilih kamu marahin aku tiap hari deh Ra, dari pada melihat kamu nangis "
Prilly melirik laki-laki ini sinis. Telinganya terasa panas mendengar ucapan-ucapan tanpa jeda dari laki-laki disampingnya ini. Lagi pula sejak kapan Fathir jadi motivator seperti ini? Nampak lain saja.
" Kamu-"
"Bisa diam!! " Prilly berkata dingin,hal itu langsung membuat Fathir bungkam seribu bahasa.
" Saya mau peluk kamu. Boleh gak? Badan saya lemas " Katanya dengan nada lemah. "Oh ya tentu..." Fathir membalas dengan cepat sambil merentangkan tangannya. Prilly tidak memeluk Fathir, melainkan menyandarkan kepalanya di bahu lelaki itu.
"Ini namanya bersandar"
"Saya gak jadi peluk kamu. Nanti modus"
"Modus, median, sama apalagi ya?? " Tanyanya pada dirinya sendiri. " Oh iya Meanstruasi" lanjutnya setelah menemukan jawaban.
"Gak usah becanda"
"Mean maksud ku.. Sampai kapan menunggu tanah seperti ini. Kamu mau jadi penjaga kuburan yaa? " Fathir mencoba menggoda Prilly. Ia hanya ingin Prilly tersenyum, walau ia harus menurunkan wibawanya seperti ini.
"Saya masih mau disini. Nunggu seseorang"
"Setan? "
" Ali "
" Setannya namanya Ali "
" Saya nunggu Alindra Rafassya Dassler" Prilly berdecak sebal. Fathir sama Ali itu hampir sama, kalau ngomong suka gak nyambung. Namun itu juga yang membuat Prilly jadi jatuh cinta sama Ali, karena mengobrol dengan Ali sangatlah seru. Tapi jangan sampai deh ia juga cinta sama Fathir, si setan laknat ini.
"Dia kan lagi Flight "
" Tapi saya yakin dia akan datang "
" Terserah deh... "
1 jam berlalu.
Langit mulai mendung,awan menggumpal di atas siap menurunkan hujan. Prilly masih saja disana, menunggu Ali yang tak kunjung tiba. Memang menunggu tanpa kepastian itu menyakitkan. Gerimis mulai turun, Prilly mengadahkan tangannya merasakan hujan.
"Kita pulang aja."
"Aku ikut kamu aja "
" Ayo, nanti hujan"
" Iya, udah gerimis " Balas Fathir, ia tersenyum. Tanpa menatap Fathir Prilly berlalu meninggalkan pemakaman menyisakan jejak. Fathir berjongkok, mengusap nisan ibu Prilly lalu berkata " Saya akan jaga anak ibu, yang tenang disana ibu mertua "
KAMU SEDANG MEMBACA
Potret Menembus Awan
Fanfiction[COMPELETED ] #56 dalam fanfaction 03/12/17 Namanya Ali, menurut kakaknya anak liar, berandal yang tak lulus-lulus dari sekolah penerbangan. Dia si lelaki ketus, dingin, tak peduli dengan sekitar. Pertemuan kami terjadi di lift, dan dia ganti baju...