-Malam Mengerikan 3-

812 118 6
                                    

※※※

TERIAKAN menggelegar menusuk indra pendengaran gadis yang menguncir rambut panjangnya ke belakang. Rere menoleh, matanya mendelik liar ke segala arah. Ada rasa takut dan khawatir menaungi dirinya.

Aphrodite masih gelap, sunyi, dan sepi. Map yang ia cari sudah ada di genggaman, tapi Al tak kunjung datang. Suara barusan yang ia dengar tidaklah asing. Suara Al yang berteriak kesakitan dan teredam oleh malam. Menggema di dalam gedung Aphrodite.

Rere menuntun kakinya berjalan pelan mendekati ambang pintu, membukanya perlahan dengan rasa takut yang masih menyelimuti. Matanya menerawang ke arah sekitar. Hanya sepi, dan kehampaan yang disuguhkan.

"Al!" panggil Rere sedikit berteriak. Kakinya masih berjalan menyusuri koridor senyap. Hawa dingin masih berembus di sekitarnya membuat Rere menggigil ketakutan, juga menambah irama jantungnya yang berdetak makin tak keruan.

SREET ....

Suara seretan mengagetkan cewek itu. Rere terperanjat dan reflek menoleh ke belakang, arah suara seretan itu berasal.

Beberapa meter di hadapannya terdapat punggung seorang anak kecil dengan boneka besar di tangannya. Sosok itu berjalan sembari menyeret boneka beruang.

Mencelos, Rere merasa ada ancaman bahaya lain di sekitar. Mulutnya terbuka kaget, mengetahui sosok itu yang ia yakini bukanlah manusia.

Anak perempuan dengan rambut panjang selutut yang ia biarkan terurai itu berhenti sejenak, sedetik kemudian wajah imut pucat penuh kedinginan itu menampakkan.

Rere terdiam. Melihat wajah pucat itu menoleh dan menatapnya tajam. Dingin sekitar kian menusuk bagai jarum kecil yang menghantamnya berulang. Kecil, menyengat, dan membuatnya lemas.

"S-siapa?"

Kata itu lolos tanpa bisa Rere tahan.

Anak kecil itu tersenyum menampilkan gigi hitamnya, senyum yang mengerikan. Ia berbalik dan berjalan lagi. Tanpa disuruh, Rere mengikutinya.

Anak itu membawanya ke atas gedung. Di sana angin menerpa wajah Rere kencang, semilirnya mengibarkan rambut dan helaian yang ia kenakan. Rere masih bingung, siapa anak kecil itu dan mengapa ia harus mengikutinya.

Gadis itu menoleh. Benar-benar menatap Rere tepat pada iris matanya. "Kakak di sini aja, aku kenal dia."

Dahi Rere mengerut kecil. "Di- a?"

Anak kecil itu mengangguk samar. "Dia jahat, mau bunuh kalian semua. Dan di sini mereka gak bisa apa-apain, Kakak."

Baru saja matanya mengedip, hanya sekali. Anak itu sudah menghilang, seperti memang tidak ada sebelumnya. Rere masih tidak percaya dan belum sadar sepenuhnya, ia mengerjap berharap itu hanya ilusi. Tapi naas, ia masih bisa merasakan angin malam yang terus berembus di atas sini.

Helaan napas terdengar dan kakinya menuntun untuk turun. "Gue gak bisa tinggalin yang lain, malam ini kita semua harus pulang."

※※※

Darah berceceran di mana-mana. Ruangan gelap berbau anyir itu mengundang pasang mata gaib yang menciumnya tertarik. Hanya noda darah biasa yang di hasilkan tubuh tergeletak di pojok ruangan tergelap.

Sampai beberapa menit berlalu mata itu terbuka sayu, menatap sekitar dengan pandangan kosong. Alfathan mengerang sakit saat kepalanya masih mengeluarkan cairan merah akibat benturan yang bertubi-tubi.

Suara kekehan terdengar jelas saat Al berusaha bangkit. Angel melayang di pojok paling atas, mengawasi tiap gerak-gerik cowok itu.

"Sakit?" Senyuman jahat terukir di bibir pucatnya. "Itu belum apa-apa dibandingkan dengan hati seseorang yang tersakiti di sini."

Al menatap Angel. Ada raut marah yang tak bisa dijelaskan di sana, bengis tatapannya seiring dengan tangan yang mengepal. "Mau lo apa, sih?"

Kekehan yang begitu menyeramkan kembali terdengar. "Nyawa lo."

"Kita cuma terlambat nyelametin lo. Kita udah berusaha nyari mayat lo, asal lo tau," sentak Al kesal. Suaranya serak.

"Kenyataannya gue tetep mati."

"Ini udah jalannya, Ngel. Semuanya udah direncanain oleh takdir."

Angel masih bertahan di sana. "Dan takdir ... yang menuntun gue untuk menghabisi kalian satu-satu. Itu. Udah. Jalannya."

Al mengumpat, rasa takut kembali menyergap membuat peningnya semakin menjadi-jadi. Sesak, ia mulai kesulitan bernapas. Sakit, badannya serasa remuk semua. Ini ulah Angel.

"Jangan pernah nyimpan dendam, Ngel! Itu gak akan nyelesein masalah, itu cuma bakal memperkeruh suasana. Lo bakal semakin nyakitin diri lo sendiri."

"Jadi lo mau lepas gitu aja sama semua yang udah lo perbuat. Lo egois, Al. Lo pikir kata maaf bisa memperbaiki semuanya?"

Bulir keringat mulai membasahi tubuh Al yang menahan sakit. Ia sudah tidak tahan, tangannya meremas kepala yang bedarah berharap rasa pening itu hilang. "Te- rus, mhenurut lo. Bunuh, khi- tha semua bisa bu- at lo hidup lagi?"

"Tuhan gak adil! Kalian semua bersalah dan masih dibiarin hidup, sedang gue yang bahkan ingin merasakan yang namanya hidup ..., mati sebelum--

Al memotong perkataan dingin itu. "Lo gak boleh sesumbar sama Tuhan. Waktu sama perubahan itu emang berkaitan. Tapi pikirin gimana caranya supaya setiap detiknya lo bisa menjadi orang yang lebih baik."

Angel terdiam, masih menatap Al bengis. Matanya memerah menahan tangis. Ada rasa sesak di sana, ia bahkan ingin berteriak lo gak tau apa-apa! Pada cowok di bawahnya. Dengan kasar ia membuka pintu dengan sulur yang terbuat dari rambut, dan membukanya kasar.

Tak lama ia hempaskan tubuh Al yang kembali limbung hilang kesadaran ke luar ruangan. Kepalanya menggeleng pelan.

"Pikirin gimana setiap detiknya untuk berubah menjadi lebih baik?" Angel tersenyum miring, ada rasa hancur dan malas mengenal manusia. "Bahkan hidup pun gue gak pernah!"

※※※

Yang teliti pasti paham apa maksud Angel😥
Gue bilang mendekati ending, kok belom selese selese juga ya😔

Ini gue telat update bnyk urusan sok sibuk biasa lagi nyari jodoh belom ketemu. Ya udah see you next part!!

Unstoppable DangerousTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang